PARBOABOA, Jakarta – Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan mempertanyakan lebih lanjut terkait hasil autopsi jasad Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J kepada 2 saksi ahli forensik dan medikolegal yang dihadirkan pada sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Yosua, Senin (19/12/2022).
Farah Primadani Karouw merupakan ahli forensik dan medikolegal di Pusdokkes Polri dan Ade Firmansyah Sugiarto merupakan ahli forensik dan medikolegal dari RSCM.
Keduanya dihadirkan sebagai saksi ahli untuk terdakwa Ferdy Sambo, Putri Candrawathi, Ricky Rizal, Kuat Ma'ruf, dan Bharada Richard Eliezer di PN Jaksel, Senin (19/12/2022).
"Pada saat saudara melakukan autopsi, saudara bersama berapa orang dokter?" tanya Hakim Ketua Wahyu Imam Santoso.
"Saya dibantu oleh dokter magang satu orang, kemudian lima orang dokter muda, kemudian hasilnya kami konsultasikan juga ke senior saya, dokter Asri," jawab Farah.
Hakim kemudian mempertanyakan soal rekoset atau pantulan peluru dalam laporan hasil autopsi yang dilakukan oleh Farah.
"Tadi saya lihat di hasil laporan saudara dengan laporan dari autopsi yang kedua itu berbeda. Di laporan hasil autopsi sementara maupun autopsi yang terakhir itu tidak ditemukan adanya rekoset," kata Hakim.
"Kalau saya tidak menyatakan itu rekoset atau tidak, karena harus berdasarkan dari keterangan Olah TKP juga Yang Mulia," jelas Farah.
"Pada saat saudara melihat autopsi, ada enggak rekosetnya?" tanya hakim.
"Yang saya nilai adalah luka tembak masuknya," jawab Farah.
"Luka tembak masuk, sehingga saudara tidak melihat adanya rekoset?" tanya Hakim.
"Betul, Yang Mulia," jawab Farah.
Laporan Rekoset yang Merujuk pada Fakta di TKP
Selain itu, hakim juga mempertanyakan hasil autopsi kepada Ahli Forensik dan Medikolegal Ade Firmansyah Sugiarto yang turut hadir dalam persidangan menjadi saksi.
"Ada berapa orang tim yang memeriksa jenazah korban pada saat itu?" tanya hakim.
"Kalau untuk kasus Brigadir Yosua kami ada tim kedokteran forensiknya dari Perhimpunan Dokter Forensik Indonesia ada delapan orang dokter spesialis forensik, yaitu tiga orang sebagai guru besar sebagai penasihat, dan lima orang dokter yang melaksanakan ekshumasi dan pemeriksaan autopsi, serta dua orang teknisi forensik," jawab Ade.
Hakim Ketua kemudian menanyakan terkait kemudahan autopsi pada jenazah baru dengan jenazah yang telah dibalsem.
"Lebih mudah mana melakukan autopsi terhadap jenazah atau mayat yang segar atau yang sudah dibalsem?" tanya hakim.
"Pasti yang masih segar, Yang Mulia," jawab Ade.
"Kenapa hasilnya bisa berbeda (autopsi pertama dan kedua)?" tanya hakim.
"Bukan berbeda, Yang Mulia. Saya dapat jelaskan pada luka yang ada di pipi kanan itu kenapa kami sampai pada kesimpulan rekoset karena kami menemukan ada gambaran yang cukup spesifik berbentuk kotak di pipi kanan," jelas Ade.
"Kemudian dari situ kami memerlukan informasi terkait di tempat kejadian perkara. Dan, diberikan informasi bahwa adanya lubang yang berkesesuaian dengan tempat keluarnya peluru yang dari arah hidung. Sehingga itu secara ilmu forensik maka jalur lintasan anak peluru yang membentur itu dia dapat mengalami rekoset dan mengenai pipi kanan dan kelopak bawah kanan," sambung Ade.