PARBOABOA, Kolombo - Perdana Menteri Sri Lanka Ranil Wickremesinghe Juni lalu mengatakan jika ekonomi negaranya telah runtuh. Negara itu sudah kehabisan uang untuk membeli makanan dan bahan bakar.
Habisnya uang negara membuat Sri Lanka tak dapat membayar kebutuhan impor, sementara utang semakin menumpuk. Negara itu pun memohon bantuan pada India, China, dan Dana Moneter Internasional (IMF).
PM Wickremesinghe, yang baru menjabat pada Mei, menekankan betapa rumitnya tugas yang sedang diembannya guna membalikkan kondisi ekonomi yang menurutnya sudah "runtuh".
Pada Sabtu pekan lalu PM Wickremesinghe dan Presiden Gotabaya Rajapaksa telah setuju mengundurkan diri di tengah tekanan yang kian memuncak dari rakyat. Demonstran bahkan menduduki rumah presiden dan membakarnya.
Presiden Rajapaksa disebut bakal mengundurkan diri pada 13 Juli mendatang. Ketua Parlemen mengatakan Rajapaksa memutuskan mengundurkan diri "untuk memastikan penyerahan kekuasaan secara damai" dan menyerukan publik untuk "menghormati hukum".
Warga Sri Lanka mengalami kelaparan dan berusaha bertahan di tengah langkanya makanan dan BBM.
Ini merupakan kenyataan pahit bagi negara yang sebelumnya mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat, di mana masyarakat kelas menengahnya cukup mapan, hingga akhirnya krisis melanda.
Seberapa serius krisis ini?
Pemerintah Sri Lanka memiliki utang sebesar US$51 miliar (Rp763,8 triliun), jangankan mencicil utang, untuk membayar bunganya saja mereka tak mampu.
Pariwisata, sektor utama penggerak ekonomi Sri Lanka, mengalami keterpurukan akibat pandemi COVID-19 dan serangan teror bom yang menewaskan ratusan orang pada 2019 lalu.
Mata uang Sri Lanka telah anjlok hingga 80 persen, yang berimbas pada semakin mahalnya pembelian barang-barang impor, dan inflasi yang tak terkendali kian memburuk. Menurut data pemerintah, harga pengan meningkat hingga 57 persen.
Akibatnya, negara itu berlari cepat menuju jurang kebangkrutan, karena tak lagi memiliki uang untuk mengimpor BBM, susu, gas, dan tisu.
Korupsi di kalangan pejabat juga menimbulkan masalah. Korupsi telah mempersulit cairnya bantuan keuangan bagi Sri Lanka.
Anit Mukherjee, pengamat kebijakan dan ahli ekonomi dari Pusat Pengembangan Global di Washington, AS, mengatakan, bantuan apapun dari IMF dan Bank Dunia hanya akan cair dengan syarat yang sangat ketat, guna memastikan agar bantuan itu tepat sasaran.
Namun demikian, Mukherjee menekankan bahwa Sri Lanka terletak di salah satu jalur pengiriman barang tersibuk di dunia. Dengan demikian, membiarkan Sri Lanka hancur bukanlan sebuah pilihan.
Seberapa besar pengaruhnya kepada rakyat?
Negara tropis Sri Lanka biasanya tak pernah kekurangan makanan, tetapi kini rakyatnya kelaparan.
Lembaga Pangan PBB (WFP) mengatakan hampir 9 dari 10 keluarga kekurangan makanan. Sementara 3 juta orang terpaksa menerima bantuan kemanusiaan darurat.
Para dokter telah menggunakan media sosial untuk berusaha mendpaatkan persediaan peralatan medis dan obat-obatan.
Saat ini tercatat semakin meningkatnya permintaan pembuatan paspor, warga Sri Lanka banyak yang pindah ke luar negeri untuk mencari pekerjaan.
Pekerja pemerintah bahkan telah diliburkan selama tiga bulan untuk menanam bahan pangan mereka sendiri. Singkatnya, warga Sri Lanka sangat menderita.
Kenapa ekonomi Sri Lanka terpuruk?
Para ahli ekonomi mengatakan, krisis bermula dari faktor-faktor domestik, seperti korupsi dan kesalahan manajemen selama bertahun-tahun.
Kemarahan masyarakat berfokus pada Presiden Gotabaya Rajapaksa dan kakaknya, PM Mahinda Rajapaksa, yang pada Mei lalu mengundurkan diri, setelah serangkaian demonstrasi berujung kekerasan pecah selama berminggu-minggu.
Kondisi kian memburuk dalam beberapa tahun terakhir. Pada Paskah tahun 2019, serangkaian bom meledak di sejumlah gereja dan hotel serta menewaskan lebih dari 260 orang. Hal itu sontak mencekik sektor pariwisata yang notabene merupakan sumber utama devisa negara.
Pemerintah harus mendongkrak pemasukan seiring utang luar negeri untuk proyek-proyek infrastruktur melambung. Akan tetapi, untuk mengatasi hal itu, Presiden Rajapaksa malah meningkatkan potongan pajak, tertinggi dalam sejarah.
Pemotongan pajak tinggi memang akhirnya dihentikan, tapi hal itu dilakukan setelah para kreditur menurunkan rating Sri Lanka, dan melarangnya meminjam lebih banyak uang di saat cadangan mata uang asingnya menipis. Hingga akhirnya pandemi menghantam sektor pariwisata.
Pada April 2021, Rajapaksa tiba-tiba melarang impor pupuk kimia. Tekanan pemerintah yang memaksa digunakannya pupuk organik membuat petani kewalahan dan berimbas pada hancurnya panen padi sehingga melambungkan harga.
Guna menyelamatkan devisa negara, impor barang-barang yang dianggap mewah kemudian dilarang.
Sementara, perang yang terjadi di Ukraina telah mendorong harga makanan dan minyak bumi. Inflasi mencapai 40 persen dan harga pangan mencapai peningkatan hingga 60 persen pada Mei.
Ekonomi runtuh?
Pengumuman runtuhnya ekonomi negara yang disampaikan oleh PM Wickremesinghe pada Juni telah mengikis kepercayaan masyarakat pada negara di sektor ekonomi. Sementara pemerintah tak sedikitpun memberikan perkembangan terbaru.
PM Wickremesinghe bisa jadi menekankan tantangan-tantangan yang sedang dihadapi pemerintahannya, sembari mencari pertolongan dari IMF dan menangkis kritik akan kurangnya kemajuan negara sejak ia menjabat.
Komentar Wickremesinghe itu bisa saja dimaksudkan untuk mengulur waktu dan dukungan sementara ia berusaha membangkitkan perekonomian.
Kementerian Keuangan mengatakan Sri Lanka hanya memiliki cadangan devisa sebesar US$25 juta (Rp374 miliar). Jumlah itu tidak cukup untuk membayar impor, apalagi melunasi utang ratusan triliun.
Sementara mata uang Rupee Sri Lanka melemah hingga 360 per satu dolar AS. Hal itu kian melambungkan biaya impor.
Sri Lanka telah menunda pembayaran utang luar negeri sebesar US$7 miliar yang jatuh tempo tahun ini dari total US$25 miliar yang wajib dilunasi pada 2026.
Apa langkah yang dilakukan pemerintah?
Sejauh ini Sri Lanka berusaha keras memulihkan ekonomi melalui pinjaman sebesar US$4 miliar dari India.
Delegasi India pada Juni telah datang ke Kolombo guna mendiskusikan bantuan. Akan tetapi, Wickremesinghe memperingatkan negara bahwa India tidak dapat selamanya membantu perekonomian Sri Lanka.
Sri Lanka menaruh harapan besar pada IMF untuk rencana bailout. Dan Wickremesinghe mengatakan jika dirinya berharap ada kesepakatan yang tercapai pada musim panas ini.
Sri Lanka juga mencari bantuan dari China. Sementara negara-negara seperti AS, Jepang, dan Australia turut mengucurkan ratusan juta dolar untuk membantu.
Awal Juni lalu PBB mengumumkan bantuan internasional bagi Sri Lanka. Tetapi sejauh ini bantuan itu jauh dari jumlah US$6 miliar yang dibutuhkan untuk menopang Sri Lanka selama 6 bulan ke depan.
Sedangkan untuk mengatasi kekurangan BBM, Wickremesinghe mengatakan kepada Associated Press bahwa ia berencana untuk membeli minyak diskonan dari Rusia.