Ancaman Misinformasi di Tengah Maraknya Penggunaan AI

AI berpotensi menghasilkan konten yang syarat akan misinformasi bagi masyarakat. (Foto: Tangkapan Layar Diskusi AJI Indonesia)

PARBOABOA, Jakarta - Saat ini pengunaan Artificial Intelligence (AI) marak digunakan oleh berbagai kalangan.

Kecerdasan buatan itu, bisa menjadi tools untuk memudahkan pekerjaan, namun tak jarang juga turut menjadi penyebab penyebaran misinformasi. 

Hal itu disampaikan Bayu Galih, editor cek fakta Kompas dalam diskusi bertajuk ‘Waspada Penggunaan Teknologi AI dalam Penyebaran Misinformasi’ pada Rabu (24/1/2024) sore. 

Dalam diskusi itu, Bayu mengungkap ada sekitar 659 situs yang berisi konten yang dihasilkan oleh text generator seperti Chat GPT.

Situs-situs tersebut, tersebar ke berbagai bahasa termasuk Indonesia.

Menurut penjelasan Bayu, maraknya konten-konten tersebut, berpotensi mengaburkan sumber asli dan tidak menghargai copyright penulis sebenarnya.

Lebih lanjut, ia menyebut maraknya konten yang dihasilkan dari AI yang bisa disalahgunakan untuk bermacam kepentingan seperti hiburan, politik, penipuan hingga pornografi.

“Potensi penyalahgunaan AI bisa digunakan untuk potnografi, misalnya mengganti-ganti wajah orang, bisa juga untuk kepentingan ekonomi misalnya ketika kita mengeklik bisa menghasilkan keuntungan bagi orang lain,” jelasnya.

Bayu mengungkap, perempuan menjadi korban yang paling dirugikan dalam insiden ini.

Lebih lanjut, ia mencontohkan penggunaan AI untuk penyebaran misinformasi politik. Salah satunya, vidio yang viral beberapa waktu lalu tentang Surya Paloh yang memarahi Anies.

Menurut Bayu, itu salah satu penggunaan AI yang berpotensi untuk menjatuhkan lawan politik, mencari dukungan dan menjatuhkan karakter seseorang dalam politik.

Tak hanya itu, maraknya manipulasi foto menggunakan AI menurut Bayu juga bisa berdampak buruk karena bisa merubah persepsi seseorang dan merubah suatu peristiwa.

“Manipulasi foto AI, berpotensi merubah persepsi dan memalsukan peristiwa,” papar Bayu.

Ia mengungkap, manipulasi foto menggunakan AI berpotensi tidak menghargai karya seniman sebenarnya dan abai terhadap copyright.

Sementara itu, Associate Professor, Data Science Program Monash University Indonesia, Derry Wijaya, mengungkap penggunaan AI bisa menghasilkan konten yang bias dan melanggar privasi.

Ia menuturkan, kebiasan yang dihasilkan dari AI ada lantaran mesin tersebut terbiasa memprediksi sesuatu dengan kata-kata yang sering dibicarakan orang.

Misalnya, ia mempraktekan pembuatan gambar politisi Indonesia menggunaan AI.

Gambar yang muncul ialah politisi laki-laki yang mengenakan peci. Padahal, tidak semua politisi Indonesia laki-laki dan mengenakan peci. 

“AI memprediksi kata kata berikutnya dengan kata kata sebelumnya, pakai kalimat yang sering dikatakan orang,” jelas Derry.

Adapun soal pelanggaran privasi, ia menyebut tak jarang konten yang dihasilkan diambil dari web yang belum jelas sumbernya.

“Itu kan diambil dari web ya, itu bisa melanggar privasi. Misalnya tentang privasi seseorang yg disebar hacker lalu disebar ke web dan bisa diambil oleh AI,” jelasnya.

Lebih lanjut, Derry menyebut AI juga memiliki pengaruh terhadap krisis iklim. 

Penggunaan komputer berdaya tinggi untuk mengatur model bahasa membutuhkan pendingin yakni air, serta menghasilkan jejak karbon yang signifikan.

“Untuk melatih language model yang kecil saja, itu setara dengan naik pesawat dari Newyork ke Fransisco. Itu kayak dari Sabang sampai Merauke jauhnya,” jelas Derry.

Editor: Atikah Nurul Ummah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS