Amran Sulaiman di Pusaran Kontroversi: Polemik Harga Beras dan Gugatan Rp200 Miliar terhadap Tempo

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mendapat sorotan luas setelah pernyataan kontroversialnya di Gedung Parlemen dan Gugatan Hukum terhadap Media Tempo (Foto: IG/@a.amran_sulaiman).

PARBOABOA, Jakata - Nama Menteri Pertanian Amran Sulaiman tengah menjadi pusat perhatian publik setelah terseret dua isu besar sekaligus. 

Di satu sisi, pernyataannya mengenai harga beras memicu gelombang kritik. Sementara di sisi lain, ia menggugat media Tempo senilai Rp200 miliar atas dugaan pencemaran nama baik yang dianggap merugikan dirinya dan institusinya.

Kritik terhadap Amran bermula dari rapat kerja antara Komisi IV DPR RI dan Kementerian Pertanian pada Kamis (21/8/2025), di Gedung Parlemen, Jakarta. 

Dalam kesempatan itu, Titiek Soeharto mempertanyakan rencana pemerintah menyeragamkan harga beras premium dan medium.

Amran menjelaskan bahwa kementeriannya telah mengadakan empat kali rapat membahas wacana tersebut, namun belum ada keputusan final. 

Ia lalu menyinggung pentingnya intervensi harga melalui Harga Eceran Tertinggi (HET) dan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) demi menjaga stabilitas di tingkat petani dan konsumen.

Namun, ketika Amran mencontohkan bahwa di Jepang harga beras mencapai Rp100 ribu per kilogram, pernyataannya justru memicu gelombang kritik. 

Banyak pihak menilai perbandingan tersebut tidak relevan dengan kondisi Indonesia. Titiek Soeharto pun menegaskan bahwa perbandingan tersebut tidak setara. 

Potongan video perdebatan itu kemudian viral di media sosial. Publik menilai Amran kurang peka terhadap situasi masyarakat yang tengah mengeluhkan tingginya harga beras di dalam negeri.

Menanggapi reaksi keras tersebut, Amran memberikan klarifikasi lewat video resmi. Ia menyebut tudingan bahwa dirinya tidak peduli terhadap kenaikan harga beras hanyalah “framing” yang sengaja dibangun pihak tertentu.

“Kami peduli terhadap naiknya harga beras. Sejak awal, pemerintah melakukan berbagai langkah untuk menekan harga, termasuk operasi pasar bersama Bulog dengan menyalurkan 1,3 juta ton beras seharga Rp12.500 per kilogram,” ujarnya.

Amran menambahkan, kebijakan pemerintah tidak hanya menjaga harga di tingkat konsumen, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan petani dengan menaikkan HPP menjadi Rp6.500 per kg. 

Ia menyebut bahwa dengan cara demikian, nilai Tukar Petani meningkat, "dan kita tidak lagi impor beras. Stok saat ini lebih dari 4 juta ton."

Mengenai perbandingan dengan Jepang, Amran menjelaskan bahwa maksudnya adalah untuk mengajak masyarakat bersyukur, sembari memastikan pemerintah terus berupaya menurunkan harga. 

“Artinya, kita patut mensyukuri, tapi kami akan terus bekerja keras menurunkan harga. Operasi pasar kami lanjutkan terus menerus,” ujarnya.

Gugatan terhadap Tempo

Belum selesai dengan polemik tersebut, Amran kembali menjadi berita utama setelah menggugat PT Tempo Inti Media, Tbk atas dugaan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). 

Gugatan itu terkait pemberitaan Tempo.co bertajuk “Poles-Poles Beras Busuk” yang diunggah di media sosial X dan Instagram pada 16 Mei 2025.

Artikel yang dimaksud mengulas kebijakan Bulog dalam menyerap gabah petani dengan skema any quality berharga tetap Rp6.500 per kilogram. 

Akibatnya, sebagian petani menyiram gabah berkualitas baik agar beratnya meningkat, yang justru membuat gabah menjadi rusak. 

Kondisi ini diakui oleh Amran Sulaiman sendiri dalam artikel “Risiko Bulog Setelah Cetak Rekor Cadangan Beras Sepanjang Sejarah.”

Melalui kuasa hukumnya, Chandra Muliawan, Amran menilai pemberitaan itu tidak berimbang dan menyesatkan, karena tidak ada kutipan atau narasi dalam isi berita yang sesuai dengan judul tersebut. 

“Berita Tempo sangat menghakimi dan mencederai rasa keadilan karena tidak didukung dengan data dan fakta,” ujar Chandra dalam dokumen gugatan yang tersebar.

Masalah ini sebelumnya sudah dibawa ke Dewan Pers, yang kemudian mengeluarkan Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) Nomor 3/PPR-DP/VI/2025. 

Dewan Pers menyatakan pemberitaan tersebut melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 1 (tidak akurat dan melebih-lebihkan) dan Pasal 3 (mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi).

Namun, Tempo disebut tidak sepenuhnya menjalankan rekomendasi tersebut, yang membuat pihak Amran melanjutkan kasus ke ranah hukum. 

“Perbuatan Tergugat yang tidak melaksanakan Keputusan PPR Dewan Pers beralasan hukum dinyatakan sebagai perbuatan melawan hukum,” tegas Chandra.

Dalam gugatannya, Mentan menuntut ganti rugi materiil sebesar Rp19,17 juta dan immateriil sebesar Rp200 miliar. 

Ia menilai pemberitaan itu menurunkan kepercayaan publik terhadap Kementerian Pertanian dan berdampak pada kinerja lembaga serta petani.

Selain itu, Amran meminta majelis hakim agar Tempo diwajibkan meminta maaf secara terbuka di 10 media nasional mainstream selama 30 hari berturut-turut sejak putusan pengadilan, meskipun masih ada upaya hukum lanjutan seperti banding atau kasasi.

Di sisi lain, Mustafa Layong, Direktur Eksekutif LBH Pers yang menjadi kuasa hukum Tempo, menyatakan bahwa sidang gugatan ini digelar setelah mediasi lima kali antara kedua pihak gagal mencapai kesepakatan. 

Menurutnya, Tempo telah memenuhi tiga dari lima rekomendasi Dewan Pers, yakni mengganti judul poster, menyatakan permintaan maaf, dan melakukan moderasi konten. Namun, Amran tetap melanjutkan jalur hukum untuk menuntut tanggung jawab penuh dari pihak Tempo.

Desakan AJI

Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia meminta Menteri Pertanian Amran untuk segera menghentikan gugatan perdata terhadap PT Tempo Inti Media Tbk senilai Rp200 miliar. 

Ketua Umum AJI Indonesia, Nany Afrida, menyampaikan pandangannya dalam diskusi publik yang digelar di kawasan Kalibata, Jakarta Selatan, pada Senin (20/10/2025). 

Menurutnya, penyelesaian sengketa pemberitaan seharusnya ditempuh melalui mekanisme Dewan Pers, bukan jalur pengadilan.

“Kami termasuk pihak yang berpikir bahwa seharusnya gugatan perdata itu dihentikan,” ujar Nany di Youtube AJI Jakarta. 

Ia menegaskan, Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers sudah dengan jelas mengatur mekanisme penyelesaian sengketa pemberitaan melalui Dewan Pers, bukan lewat tuntutan hukum perdata.

Nany menjelaskan, Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pers sebelumnya telah mendampingi proses penyelesaian sengketa antara Tempo dan Kementerian Pertanian di Dewan Pers. 

Proses tersebut menghasilkan Pernyataan, Penilaian, dan Rekomendasi (PPR), yang sudah diterima dan dilaksanakan oleh Tempo.

Ia menilai, keputusan Tempo untuk memperbaiki berita dan menyampaikan permintaan maaf sudah merupakan bentuk tanggung jawab etik yang besar. 

“Kalau buat saya, yang paling penting itu dignity dan trust. Sekali mereka melakukan kesalahan, kemudian minta maaf atau ada ralat, kredibilitasnya jadi berkurang. Jadi itu sudah konsekuensi moral yang berat bagi jurnalis,” kata Nany.

Bagi AJI Indonesia, langkah hukum yang ditempuh Menteri Pertanian justru berpotensi menjadi preseden buruk bagi kebebasan pers di Indonesia. 

“Ketika mekanisme Dewan Pers sudah dijalankan, seharusnya kasus ini selesai. Melanjutkannya ke ranah hukum justru bisa dianggap sebagai bentuk pembungkaman terhadap kerja jurnalistik,” pungkas Nany.Penelitian terbaru dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkap bahwa setiap tetes hujan yang jatuh di Jakarta kini mengandung partikel mikroplastik berbahaya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS