Asosiasi Industri Desak Pemerintah Pisahkan Regulasi Zat Adiktif dari RPP Kesehatan

Asosiasi Industri dan beberapa pengamat telah mengeluarkan desakan kepada pemerintah untuk memisahkan regulasi terkait zat adiktif dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP). (Foto:Istockphoto/ Rattankun)

PARBOABOA, Jakarta - Asosiasi Industri dan beberapa pengamat telah mengeluarkan desakan kepada pemerintah untuk memisahkan regulasi terkait zat adiktif dari Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang terkait dengan Kesehatan. 

Mereka menganggap bahwa peraturan yang disusun berdasarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan, terutama yang mengatur zat adiktif seperti produk tembakau dan rokok elektronik, seharusnya diatur melalui peraturan terpisah.

Ketua Asosiasi Personal Vaporizer Indonesia (APVI), Garindra Kartasasmita, menyampaikan bahwa saat ini Kementerian Kesehatan sedang menggagas RPP Kesehatan dalam bentuk Omnibus, yang juga mencakup regulasi terkait Pengamanan Zat Adiktif. 

Menurutnya, hal ini tidak sesuai dengan mandat yang diberikan oleh UU Kesehatan.

Salah satu permasalahan yang muncul adalah perubahan dalam pasal-pasal yang berkaitan dengan Pengamanan Zat Adiktif, khususnya pasal 435 hingga pasal 460, dalam RPP Kesehatan.

Pasal-pasal ini telah berubah menjadi larangan yang sangat ketat terhadap berbagai kegiatan industri, mulai dari tahap produksi hingga distribusi dalam ekosistem pertembakauan.

Lebih lanjut, Garindra menekankan pentingnya mematuhi amanah dalam proses perumusan peraturan turunan. 

Dalam penyusunan Peraturan Pemerintah, setiap aturan yang ada harus mendapatkan persetujuan dari berbagai kementerian, bukan hanya menjadi wewenang eksklusif Kementerian Kesehatan.

Garindra juga mengungkapkan kekhawatiran bahwa ketentuan pengamanan zat adiktif dalam RPP Kesehatan dapat merugikan industri rokok, mencakup aturan kemasan, bahan tambahan, pelarangan iklan.

Kemudian, penjualan melalui e-commerce dan website, pelarangan pemajangan produk, dan aturan lainnya yang berpotensi merugikan Industri Hasil Tembakau (IHT), terutama industri rokok elektronik.

Sebagai solusi tengah, Garindra mengusulkan pembuatan RPP terpisah untuk pengamanan zat adiktif agar tidak berdampak negatif pada ekosistem industri rokok elektronik.

UU No.17 Tahun 2023 Berdampak besar

Sementara itu, Pengamat Kebijakan Publik, Trubus Rahadiansyah menegaskan, tidak semestinya Kementerian Kesehatan diberikan kewenangan penuh terkait pengaturan zat adiktif.

Dia menilai, peraturan yang berkaitan dengan zat adiktif memiliki dampak signifikan pada sektor upstream seperti pertembakauan, yang dapat mengakibatkan kerugian yang besar bagi masyarakat, terutama petani tembakau.

"Di dalam UU Kesehatan, pemerintah seharusnya mengambil langkah-langkah yang adil, yaitu melibatkan pembinaan masyarakat atau petani tembakau. Bukan malah dibinasakan," ujar Trubus kepada PARBOABOA, Selasa (3/10/2023).

Di samping itu, upaya Kementerian Kesehatan untuk menghentikan produksi tembakau di Indonesia berpotensi mendorong peningkatan produksi produk tembakau ilegal, yang dapat memberikan insentif kepada pasar gelap.

"Misi Kementerian Kesehatan itu kan melarang rokok, kemudian dampaknya rokok ilegal marak dan ini sangat merugikan pemerintah, salah satunya Kementerian Keuangan," ungkapnya.

Menurut Trubus, Industri Hasil Tembakau (IHT) harus diatur secara terpisah dalam peraturan perundang-undangan lain sesuai dengan mandat yang terdapat dalam UU. 

Pemerintah seharusnya tidak membuat regulasi yang melangkahi peraturan yang ada di atasnya.

"Harusnya dibuatkan peraturan tersendiri. Karena jumlah petani tembakau kita sangat besar dan terdampak itu," terang Trubus.

Untuk itu, dia mengaku sepakat atas usulan pemerintah untuk mengurangi produksi rokok tetapi bukan meniadakan produksi rokok.

"Harus tetap diberikan ruang bagi petani tembakau. Kan kebijakan publik petani ada," tegasnya.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS