Bank Sampah, Solusi Alternatif Pengelolaan Sampah di Kabupaten Simalungun

Peta Sebaran Bank Sampah di Kabupaten Simalungun (Foto:simba.menlhk.go.id)

PARBOABOA, Simalungun - Di tengah meningkatnya kekhawatiran terhadap pengelolaan sampah di Simalungun, program Bank Sampah hadir sebagai solusi potensial. 

Bank Sampah diharapkan dapat menjawab masalah ekologi dan sosial yang disebabkan karena kebiasaan masyarakat yang membuang sampah sembarangan sehingga mencemarkan lingkungan.

Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 14 Tahun 2021, Bank Sampah adalah fasilitas untuk mengelola sampah dengan prinsip 3R (Reduce, Reuse, dan Recycle). 

Dengan peran demikian, Bank Sampah menjadi sarana edukasi, perubahan perilaku, dan pelaksanaan ekonomi sirkular, yang dibentuk dan dikelola oleh masyarakat, badan usaha, dan/atau pemerintah daerah.

Di wilayah Simalungun, Bank Sampah bisa menjadi alternatif mengurangi dampak lingkungan akibat banyaknya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) tidak resmi yang bermunculan.

Berdasarkan data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia, Kabupaten Simalungun hanya memiliki satu Bank Sampah Induk (BSI) dan tujuh Bank Sampah Unit (BSU) yang terdaftar di Sistem Informasi Manajemen Bank Sampah (SIMBA).

Jumlah total sampah yang sudah dikumpulkan mencapai 1.195.000 kg. Dengan angka yang signifikan ini, potensi pengembangan Bank Sampah di daerah lain di Simalungun sangat besar.

Namun dalam penyebarannya, BSI maupun BSU masih hanya terpusat di Nagori (Desa) Sait Buttu Saribu, Kecamatan Pematang Sidamanik berdasarkan SIMBA.

Kepala Desa Sitalasari, Rudi Hartono, mengungkapkan bahwa program Bank Sampah sudah pernah diusulkan oleh Dinas Lingkungan Hidup, namun hingga kini belum terealisasi.

"Sebenarnya kita sudah merencanakan program ini, namun masih menunggu realisasi dari dinas terkait," ujarnya kepada PARBOABOA, Selasa (09/07/2024).

Menurut Rudi, program ini sangat bermanfaat bagi masyarakat, terutama dalam memberdayakan warga desa yang penghasilannya masih kurang.

Konsep Bank Sampah, ungkap Rudi, dijalankan dengan cara mengajak masyarakat mengumpulkan sampah yang bisa didaur ulang seperti plastik, kemudian menukarkannya di kantor desa dengan uang atau sembako.

“Ya pastilah kita sambut program seperti ini karena dapat membantu teman-teman Nagori Sitalasari yang penghasilan kurang ataupun yang tidak berpenghasilan. Ini bisa memberikan mereka pekerjaan di saat memang ada peluang untuk mempekerjakan,” ungkapnya

Dengan adanya Bank Sampah, maka banyak masyarakat bisa diberdayakan dan diberikan pekerjaan. Saat ini tercatat hanya ada dua petugas yang menangani kebersihan di desa.

Namun, Rudi juga mengungkapkan beberapa tantangan dalam menjalankan program ini.

"Kita harus memastikan ke depannya ini bagaimana kan dan kami berharap tidak hanya sekedar memulai tapi juga menjaga keberlanjutannya. Modal yang diperlukan harus dikelola dengan baik agar tidak mangkrak di tengah jalan," tegasnya.

Ia juga menyebutkan pentingnya sinkronisasi antara fasilitas dan pengelolaan di lapangan agar program ini bisa berjalan lancar.

Camat Kecamatan Siantar, M. Iqbal, juga memberikan dukungannya terhadap program ini. Ia melihat, keberadaan Bank Sampah berperan penting dalam mengurangi kapasitas sampah di Siantar.

"Kalau memang bisa adalah pengelolaan di TPA Batu VIII, ada bank sampah di situ biar bisa dikelola sampah-sampah, kita sangat mendukung. Ini bisa membantu menjaga lingkungan agar lebih terawat," kata Iqbal kepada PARBOABOA, Rabu (10/07/2024).

Ia berharap program ini dapat segera terwujud agar lingkungan di wilayahnya dapat dikelola lebih baik.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup, Daniel H. Daniel, menekankan pentingnya kesadaran masyarakat dalam pengelolaan sampah.

“Nah menurut saya bahwa Pangulu itu harus proaktif.  Karena pengelolaan sampah itu kan bukan tugasku sendiri, dan itu dari diri kita sebagai masyarakat harus sadarlah dengan sampah,” ungkapnya kepada PARBOABOA, Selasa (16/07/2024).

Daniel juga menekankan bahwa di negara-negara maju, tingkat kesadaran masyarakat terhadap sampah sangat tinggi. 

Hal ini bisa dijadikan contoh bagi masyarakat Simalungun untuk memulai semuanya dari diri sendiri. Kesadaran menjadi kata kunci untuk mencapai visi tersebut.

Ia juga menyebutkan contoh Bank Sampah yang saat ini berada dalam pengawasannya, antara lain ada di Bosar Maligas yang baru berjalan beberapa waktu lalu.

Daniel menjelaskan di sana masyarakat menjadi nasabah Bank Sampah, memilah sampah yang bisa didaur ulang, menjualnya ke bank sampah, dan mendapatkan keuntungan dari hasil penjualannya.

Dengan adanya Bank Sampah, Kadis Lingkungan Hidup Kabupaten Simalungun itu berharap masalah sampah dapat teratasi lebih efektif, mengurangi jumlah TPA tidak resmi, dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pengelolaan sampah yang berkelanjutan.

Jika terealisasi, Bank Sampah tidak hanya menjadi solusi merawat lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat setempat.

“Jika juga sudah ada bank-bank sampah nanti akan kita usulkan untuk diberikan mesin cacah,” tutupnya.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS