Sekelumit Masalah Aplikasi IKD: Buta Teknologi di Era Digital

Aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) mendapat banyak keluhan dari masyarakat. (Foto: PARBOABOA/Atikah Nurul Ummah)

PARBOABOA, Jakarta – Aplikasi Identitas Kependudukan Digital (IKD) yang seharusnya membuat urusan kependudukan jadi lebih gampang, tapi malah bikin ribet.

Di Appstore, rating-nya cuma 3,6 dari 5 berdasarkan 955 penilaian. Sementara di Playstore Android, situasinya semakin buruk dengan rating 2,7.

Banyak yang protes, katanya aplikasi yang telah dipakai oleh 10 juta pengguna ini suka error. Ada juga yang komplain karena harus datang ke Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) untuk scan barcode.

“Seharusnya pada saat registrasi itu QR-nya otomatis dikirim ke email. Mau digital elite mau QR sulit,” ungkap salah satu pengguna dengan username Nakam2323.

Ada yang bahkan memberikan rating satu dari lima, seperti Annisa Kurniawati. Dia merasa kesal lantaran aplikasi hanya bisa dibuka pakai Wifi.

“Kalo pake paket data pribadi gak bisa, alias memuat terus. Tolong dong, admin diperbaiki ya aplikasinya. Masa harus pakai wifi dulu baru bisa dibuka. Enggak efektif, gak efisien, dan enggak praktis,” tulisnya.

Hari Purnomo juga mengeluh soal loading yang lama. Dia cerita ketika sulitnya melakukan aktivasi di Disdukcapil.

“Buka dokumen kependudukan enggak bisa. Loading terus sampai akhirnya muncul notifikasi terjadi kesalahan, coba lagi. Katanya waktu itu karena faktor jaringan. Tapi dicoba di kantor dan di rumah yang pakai wifi handal tetap tidak bisa buka. Harap ditingkatkan lagi kualitas aplikasinya.”

Bayu Setiawan dari Bogor juga punya cerita serupa. Dia kesulitan saat harus scan kode batang di Disdukcapil setelah mendaftar dan registrasi IKD.

“Sebagai program digital, seharusnya semua prosesnya digital, termasuk mekanisme awal yang mengharuskan kami datang ke dukcapil untuk memindai barcode,” ungkap Bayu ketika diwawancarai PARBOABOA, Sabtu (15/1/2024).

Wahyu Hidayat dari UPJB Dukcapil pun menjawab persoalan itu. Katanya scan kode batang ke Disdukcapil dilakukan demi keamanan.

Untuk mengaktifkan akun IKD pada smartphone pemilik data, pemindaian QR harus dilakukan bersama petugas Disdukcapil. Hal ini dilakukan agar akun tidak disalahgunakan jika aktif pada smartphone orang lain.

Sementara soal aplikasi eror, dia bilang itu karena pengguna terus nambah. “Saat ini, dukcapil secara bertahap terus memperkuat kebutuhan infrastruktur serta memperbaiki kualitas sistem,” tuturnya.

Terkait keamanan data, Wahyu bilang UPJB Dukcapil sudah bekerja sama sama Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN).

Sementara itu, Guspardi, Anggota Komisi II DPR RI Fraksi PAN, mengatakan bahwa Dukcapil seharusnya mendengarkan keluhan pengguna.

Dukcapil pun dinilai perlu beradaptasi dengan perkembangan teknologi untuk mempermudah layanan.

"Kita harus memanfaatkan IT, bukan malah mempersulit layanan. Setiap masalah teknis harus segera diselesaikan agar tidak menjadi beban bagi masyarakat," ucapnya.

Guspardi juga menekankan pentingnya jaminan keamanan data kependudukan untuk menghindari kerugian data masyarakat.

Berkaca dari kebocoran data dukcapil sebanyak 337 juta data pada sekitar Juli 2023 dan sekitar 204 juta daftar pemilih tetap KPU pada November 2023, Guspardi menyebut pemerintah harus membenahi dan waspada agar terhindar dari kejadian serupa.

“Apabila ada masalah kebocoran data, seharusnya ditanggapi dan harus berkoordinasi dengan para pakar untuk mengatasi itu,” ujarnya.

Guspardi menambahkan, pemerintah seharusnya bisa mengantisipasi masalah ketika membuat aplikasi IKD.

“Seharusnya ketika membuat aplikasi sudah diantisipasi masalah apa yang akan timbul, dan cara menyikapinya. Jangan kayak tutup lobang keluar lobang,” pungkasnya.

Pakar Pertanyakan Keamanan Data Pengguna

Jaminan keamanan data juga dipertanyakan Pengamat Keamanan Siber dari Safenet, Nenden Sekar Arum.

Ia menyebut perlu perlindungan yang lebih soal keamanan data dan pertanggung jawaban apabila ada kebocoran data dari pemerintah berwenang.

"Dengan munculnya IKD ini, soal perlindungan data pribadinya ini bisa dibilang tidak sesuai standar keamanan siber dan perlindungan data pribadi. Karena terlalu aksesif dan tidak adanya ketentuan yang jelas datanya akan digunakan seperti apa pertanggung jawabannya," jelasnya.

Hal-hal tersebut, menurut Nenden membuat banyak orang ragu untuk beralih menggunakan aplikasi IKD dari dukcapil.

"Menurutku dapat dimaklumi ketika WNI seolah-olah ragu untuk berpindah dan menggunakan aplikasi itu, karena banyak masalah kebocoran data, tapi kita lihat tidak ada yang dilakukan pemerintah untuk menangani kebocoran data. Nah itulah yang menjadi pertimbangan banyak orang ketika hendak menggunakan IKD,” imbuhnya.

Editor: Yohana
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS