PARBOABOA, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih terus mendalami kasus dugaan suap yang menjerat Rektor Universitas Lampung (Unila) terkait penerimaan mahasiswa baru. Belakangan ini, badan anti rasuah itu juga melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah petinggi kampus lain guna menyelidiki keterlibatan dalam kasus serupa.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri mengatakan, pihaknya akan menindak tegas siapa saja yang terlibat jika ditemukan bukti yang cukup.
"Bila ada fakta hukum baru keterlibatan pihak lain tentu KPK tak segan tetapkan pula sebagai tersangka dalam perkara tersebut," kata Ali Fikri, Senin (14/11/2022).
Menurut Ali, penyidik KPK membutuhkan keterangan saksi yang relevan agar penyidikan kasus suap penerimaan mahasiswa baru ini bisa komprehensif.
"Agar penyidikan yang kami lakukan ini komprehensif tentu membutuhkan keterangan saksi yang relevan," ujarnya.
"Keterangan para saksi tersebut dibutuhkan sebagai upaya KPK terus kembangkan petunjuk dan alat bukti lain yang KPK miliki saat ini," sambungnya.
Sejauh ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka kasus dugaan suap terkait penerimaan calon mahasiswa baru di Unila tahun 2022.
Keempat tersangka itu adalah Rektor nonaktif Unila Karomani (KRM), Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Unila Heryandi (HY), Ketua Senat Unila M Basri (MB), dan pihak swasta Andi Desfiandi (AD).
KRM, HY, dan MB ditetapkan sebagai tersangka penerima suap, sementara AD sebagai tersangka pemberi suap.
Dalam kasus ini, Karomani diketahui mematok tarif Rp 100 juta hingga Rp 350 juta bagi para orang tua yang menginginkan anaknya masuk di Unila. Karomani diduga telah mengumpulkan Rp5 miliar dari tarif yang telah ditentukan tersebut.
Atas perbuatannya, Andi selaku pemberi suap disangkakan melanggar Pasal 5 Ayat 1 huruf a atau huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001.
Sedangkan Karomani, Heryandi, dan M Basri, selaku penerima suap disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 UU Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 Jo Pasal 55 Ayat 1 ke 1 KUHP.