PARBOABOA, Jakarta - Sepanjang 2022, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) menangani 5 kasus etik, dua di antaranya merupakan kasus perselingkuhan. Selain itu, Dewas juga menerima 96 laporan dari masyarakat.
Adapun kasus perselingkuhan tersebut terjadi dalam kurun waktu 2021-2022.
“Lalu kasus kedua yang carry over dari 2021. Itu mengenai perselingkuhan, perselingkuhan ini ada dua orang insan komisi yang diperiksa. Mereka berdua ini dinyatakan melanggar ketentuan menyadari seluruhnya bahwa seluruh sikap dan tindakannya selalu melekat dalam kapasitasnya sebagai insan komisi, itu,” ungkap Anggota Dewas KPK Albertina dalam konferensi pers yang digelar di Jakarta Selatan, Senin (09/01/2023).
"Kasus yang sudah berjalan dari 2021 dan yang terjadi di 2022 merupakan serangkaian sidang kode etik yang sudah kami selesaikan secara objektif dan akuntabel," lanjutnya.
Lebih lanjut, kata Albertina, kasus perselingkuhan yang terjerat di tahun 2021 dikenai sanksi sidang sedang, berupa permintaan maaf secara terbuka dan tidak langsung.
Sementara untuk kasus perselingkuhan kedua, kata dia, salah satu pelaku dikenai sanksi sidang ringan berupa permintaan maaf secara tertutup, dan yang satu sanksi sedang berupa permintaan maaf secara terbuka tidak langsung.
"Kasus yang keempat ini juga mengenai masalah perselingkuhan. Kemudian setelah diputus dikenakan sanksi sedang, berupa permintaan maaf terbuka secara tidak langsung,” ungkap Albertina.
Untuk diketahui, salah satu kasus perselingkuhan tersebut melibatkan staf perempuan KPK berinisial SK dengan jaksa KPK berinisial DWLS.
Adapun ketiga kasus etik lainnya yakni sidang etik mantan Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar terkait dugaan menerima gratifikasi akomodasi dan tiket menonton GP Mandalika.
Selanjutnya, sidang pelanggaran etik yang terjadi di Kedeputian Penindakan dan Eksekusi. Sebanyak dua orang diketahui tidak sesuai standar operasional prosedur (SOP).
Kemudian kasus terakhir yang disidangkan pada tahun 2022 terkait dengan pelanggaran administrasi.
Selain itu, dalam konferensi pers tersebut juga diterangkan bahwa Dewas KPK telah menerima 477 surat yang terdiri dari internal KPK, eksternal KPK, dan masyarakat umum.
Dari 477 surat itu, 96 diantaranya merupakan laporan masyarakat terkait penindakan, 282 dari internal KPK dan 195 dari eksternal KPK.
“Selama tahun 2022, kami menerima 477 surat, baik dari internal sebanyak 282 maupun eksternal sebanyak 195, memang tidak banyak, tapi banyak pengaduan di dalamnya,” kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
“Sebagian besar berhubungan dengan penindakan, banyak komplain masyarakat.” sambung Tumpak.
Dari data yang Tumpak presentasikan kepada awak media, pihaknya juga memonitoring dan menerima laporan tentang kegiatan penyadapan, penggeledahan, dan penyitaan
Jumlah penyadapan yang dilakukan oleh KPK sepanjang tahun 2022 sebanyak 1.460 penyadapan.
“Penyadapan itu dilaporkan oleh KPK ada 1.460, penggeledahan ada 61, dan penyitaan 340. Memang, setelah ada putusan MK (Mahkamah Konstitusi), kami tidak mengeluarkan izin lagi, tapi kami mendapatkan pemberitahuan dari KPK, dan itu mesti diberitahukan,” terang Tumpak.
Dalam melaksanakan tugas sebagai Dewas KPK, Tumpak selalu memonitoring anggota komisi secara objektif dan akuntabel, serta melakukan rapat koordinasi pengawasan (rutin 3 bulan sekali) bersama para pimpinan KPK.