PARBOABOA, Medan - Penutupan TikTok Shop oleh pemerintah sejak 4 Oktober 2023 memberi dampak negatif bagi berbagai pihak di Indonesia, termasuk di Sumatra Utara.
Berbagai pihak yang merasakan imbas penutupan toko di social commerce ini, yaitu merchant atau pihak yang menyediakan produk untuk dijual, affiliate network atau mereka yang menjembatani antara merchant dan kreator.
Kemudian, affiliate marketer atau kreator, seseorang yang mempromosikan produk merchant melalui konten atau videonya hingga konsumen atau pembeli produk merchant melalui kode link yang dibagikan kreator.
Untuk penjual atau merchant di Medan, Sumut, ada Dapur ID, yang mengaku omzet mereka sangat menurun imbas penutupan TikTok Shop.
Apalagi selama ini, kata pegawai Dapur ID, Rani, merchant-nya hanya memiliki akun penjualan di TikTok Shop, tidak di e-commerce lain.
"Dapur ID sangat merasakan yang namanya penurunan omzet ya, apalagi kami belum memiliki akun di toko lain seperti toko oren (Shopee). Hanya TikTok satu-satunya platform untuk Dapur ID berjualan secara live. Pembeli lebih gampang untuk check out karena produk di review secara langsung," katanya ketika dihubungi PARBOABOA, Senin (9/10/2023).
Rani mengaku, Dapur ID akan kembali berjualan via website yang omzetnya tidak sebesar TikTok Shop.
Ia pun hanya berharap ada platform seperti TikTok Shop yang bisa digunakan UMKM seperti Dapur ID untuk berjualan.
"Namun harus diperketat dari sisi aturan, terutama untuk produk-produk impor yang masuk sehingga tidak merusak harga pasar yang ada di Indonesia," imbuh Rani.
Sementara itu, salah seorang pegawai swasta, Shanti, mengaku ia bisa menambah penghasilan dari menjadi affiliate marketer atau kreator di TikTok Shop.
Shanti hanya berharap agar TikTok Shop bisa dapat dibuka kembali, tentunya dengan mengikuti aturan yang ditetapkan pemerintah.
"Sedih sih, karena di TikTok Ship lebih gampang untuk check out-nya. Sementara di e-commerce lain lebih effort dan agak susah. Kalau enggak bisa live, setidaknya keranjang kuning aktif. Karena enggak semua orang bisa live juga," katanya saat dihubungi PARBOABOA.
Senada dengan Shanti, kreator TikTok Shop lain, Ben juga menyayangkan dihapusnya platform social commerce itu.
Meski begitu, Ben mengaku akan tetap mendukung dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan pemerintah.
"Sayang sih kalau dihapus. Jadi tidak bisa berdagang di TikTok lagi. Padahal TikTok merupakan income tambahan buat kami kreator tanpa harus mengeluarkan biaya. Tidak perlu packing atau stok barang," katanya.
Respons lainnya datang dari Sanni, salah seorang pembeli di TikTok Shop. Ia mengatakan, harga di TikTok Shop jauh lebih murah dibandingkan e-commerce lainnya.
"Namun jika dilihat ke penjual kaki lima, banyak juga yang terkena dampaknya. Semua ada plus minusnya ya. Walaupun nantinya TikTok Shop akan dihadirkan kembali, tolonglah harga jualnya jangan sampai jauh lebih murah daripada pedagang-pedagang kecil agar mereka juga bisa mempertahankan kelangsungan hidupnya," katanya kepada PARBOABOA.
Sedangkan pembeli lainnya, Dwi menilai saat ini yang terkena imbas dari penutupan TikTok Shop yaitu penjual-penjual yang tidak memiliki toko luring atau offline store.
"Apalagi toko yang sudah memiliki beberapa pegawai. Kalau aku sekarang lebih memilih belanja secara langsung sih, ke yang offline store," imbuhnya.
Sebelumnya, Pemerintah melalui Kementerian Perdagangan resmi menutup TikTok Shop pada Rabu (04/10/2023).
Kemendag memperkuat penutupan TikTok Shop melalui Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 tentang Perizinan Berusaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha Dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik yang diundangkan pada 26 September 2023 lalu.
Tanggapan Pengamat Ekonomi
Pengamat ekonomi dari Sumatra Utara, Gunawan Benjamin menilai, pada dasarnya tidak ada satupun kebijakan yang mampu mengakomodir kepentingan banyak pihak.
"Saya melihat kebijakan pemerintah yang membedakan antara e-commerce dengan media sosial lebih dikarenakan regulasi yang lebih adil bagi pelaku e-commerce lainnya. Sehingga tidak ada social commerce yang beroperasi di Tanah Air," ujarnya saat dihubungi PARBOABOA, Minggu (8/10/2023).
Gunawan mengaku mendengar berbagai keluhan terkait dihapuskannya TikTok Shop.
Menurutnya, banyak masyarakat yang terbiasa menggunakan TikTok Shop karena lebih mudah dalam memasarkan produk. Apalagi platform tersebut sangat mendukung kegiatan pelaku usaha.
Bahkan seorang affiliator, kata Gunawan, bisa membutuhkan 4 orang sebagai tim untuk berdagang di TikTok Shop.
Dengan ditutupnya TikTok Shop, akan menjadi pukulan bagi usaha mereka dan imbasnya, lanjut dia, PHK massal. Namun mereka bisa saja kembali bergabung ke platform e-commerce lain untuk berjualan.
"Saya berkesimpulan selama ini banyak pedagang yang beralih dari e-commerce ke social commerce. Hal inilah yang dikeluhkan oleh pelaku e-commerce yang sudah exist sebelumnya dan menggerus pasar e-commerce yang sudah ada karena kehadiran social commerce. Okey saat ini aturannya sudah memposisikan masing-masing platform dalam posisi yang seimbang," jelas Gunawan.
Akademisi dari Universitas Sumatra Utara (USU) ini menambahkan, bisa saja TikTok Shop berubah menjadi lokapasar atau marketplace yang siap menantang marketplace yang sudah ada, agar persaingan semakin sengit.
"Sejauh ini TikTok Shop melalui CEO-nya berkomitmen untuk menambah investasi di Tanah Air termasuk di ASEAN. Jadi persaingan di setiap marketplace akan semakin sengit. Jadi apa yang dikeluhkan oleh para afiliator, seller maupun konsumen saat ini bisa jadi ini hanya bersifat sementara. Terlebih jika platform social commerce tersebut berubah dan menjadi marketplace," tambah Gunawan Muhammad.
Editor: Kurniati