Desakan Keadilan untuk Anak-anak Korban Kekerasan Seksual di NTT

Ilustrasi Tentang Kekerasan Seksual Yang Sedang Terjadi di NTT. (Foto: Pexels/@RDNE Stock project)

PARBOABOA, Jakarta - Kasus kekerasan seksual yang melibatkan mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja, menuai sperhatian serius dari Forum Perempuan Anak Diaspora NTT.

Di tengah harapan akan keadilan, suara mereka menggema dari Jakarta hingga Kupang, mengingatkan Indonesia bahwa perlindungan anak bukan sekadar janji kosong.

Forum Perempuan Anak Diaspora Nusa Tenggara Timur (NTT) menyerukan agar Komnas Perempuan dan Komnas HAM mengawal ketat proses hukum atas kasus pencabulan yang menjerat mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja.

Mindryati Astiningsih Laka Lena, istri Gubernur NTT dan perwakilan forum tersebut, menyatakan bahwa pihaknya telah melakukan diskusi dengan Komnas Perempuan dan Komnas HAM untuk memastikan penanganan kasus berjalan secara adil dan transparan.

“Kami ingin ada kolaborasi yang kuat agar korban, keluarga korban, dan para saksi mendapatkan perlindungan maksimal dalam kasus ini,” ujar Asti dalam kunjungannya ke kantor Komnas HAM, Kamis (10/4/2025).

Lebih lanjut, Asti menekankan pentingnya hukuman maksimal terhadap pelaku, mengingat peran strategisnya sebagai aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi pelindung, bukan pelaku.

“Penegakan hukum harus proporsional dengan beratnya kejahatan, dan pasal-pasal yang dikenakan harus sesuai,” tegasnya.

Komisioner Komnas HAM, Anis Hidayah, menyambut baik desakan tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya akan berkoordinasi dengan kepolisian, LPSK, serta Komisi Digitalisasi untuk memastikan perlindungan korban dan kelanjutan proses hukum.

Pawai Budaya Melawan Kekerasan

Sebelumnya, pada Minggu (23/3/2025), Forum Perempuan Diaspora NTT Jakarta menggelar Pawai Budaya bertajuk “Menolak Segala Bentuk Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak di NTT dan Seluruh Indonesia” saat Car Free Day di Jakarta.

Aksi ini menempuh rute dari Bundaran HI ke Sarinah dan diwarnai dengan aksi diam sebagai bentuk protes simbolik terhadap kekerasan seksual yang terjadi.

Pawai tersebut menjadi respons publik terhadap kasus yang menyeret nama Fajar Widyadharma, sekaligus ajakan terbuka kepada masyarakat untuk peduli pada korban dan menolak pembiaran terhadap pelaku kekerasan.

Dalam pawai tersebut, forum menyampaikan sejumlah tuntutan: penghukuman maksimal berupa kebiri dan penjara seumur hidup, pemberhentian tidak hormat dari institusi kepolisian, serta perlindungan dan pemulihan hak bagi korban.

“Aksi ini untuk menggugah kesadaran publik bahwa kekerasan seksual adalah kejahatan luar biasa yang harus dihentikan,” ujar Ketua Forum, Sere Aba.

Tak kurang dari 200 peserta dari berbagai latar belakang diaspora NTT di Jakarta berpartisipasi dalam aksi ini, menegaskan bahwa perlawanan terhadap kekerasan seksual adalah gerakan kolektif, bukan perjuangan individu.

Sementara itu, Kapolda NTT Irjen Pol Daniel Tahi Monang menyatakan bahwa kasus ini telah memasuki proses hukum.

Berkas perkara terkait kekerasan seksual terhadap tiga anak di Kota Kupang sudah diserahkan ke Jaksa Penuntut Umum. “Proses penyidikan telah memasuki tahap satu,” ungkap Daniel kepada media, Sabtu (22/3/2025),

Angka Kekerasan

Menurut data Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) dan LPSK, NTT termasuk dalam daerah dengan angka kekerasan terhadap anak yang tinggi.

Pada tahun 2024, tercatat lebih dari 160 kasus kekerasan seksual terhadap anak di provinsi ini.

Banyak dari kasus tersebut tidak pernah sampai ke meja hijau karena minimnya pendampingan, ketakutan korban, atau tekanan sosial.

Kasus yang menimpa tiga anak di Kupang ini menjadi cerminan nyata betapa masih rapuhnya perlindungan terhadap anak di wilayah ini.

Forum Perempuan Diaspora NTT berharap bahwa gerakan ini menjadi pemantik perubahan sosial yang lebih besar.

Bukan hanya untuk menuntut keadilan dalam satu kasus, tetapi juga untuk mendorong sistem hukum dan perlindungan anak yang lebih kuat dan berpihak kepada korban di seluruh Indonesia, khususnya di NTT.

“Kami ingin Indonesia menjadi tempat yang aman bagi semua anak. Tidak boleh ada lagi pembiaran terhadap pelaku kekerasan seksual, siapapun mereka,” tutup Sere Aba.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS