PARBOABOA, Jakarta - Sampah plastik masih menjadi persoalan utama di DKI Jakarta dan sekitarnya.
Sampah plastik bahkan mendominasi perolehan sampah di sungai dan kali di ibu kota. Jumlahnya bisa mencapai puluhan juta ton per tahun.
Salah seorang Petugas Penanganan Prasarana dan Sarana Umum (PPSU) di Jakarta Selatan, Yadi, membenarkan masih banyak warga yang membuang sampah plastik di sungai.
"Heran, masih banyak warga Jakarta yang buang sampah di sungai," kesalnya saat ditemui PARBOABOA, Kamis (28/9/2023).
Yadi mengatakan, jumlah sampah di sungai bisa meningkat dua kali lipat saat libur atau hari besar keagamaan.
"Biasanya kita angkut pakai truk sampah berkapasitas besar," ungkapnya.
Yadi juga mengakui, trash boom atau alat menjaring sampah di sungai, cukup membantu petugas kebersihan membersihkan sampah di sungai. Terlebih untuk sampah yang berat seperti kasur atau alat rumah tangga lain.
Jangan Melulu Salahkan Warga
Sementara itu, Pengamat Lingkungan, Yuki Mahardhito Adhitya Wardhana menilai, banyaknya sampah plastik di sungai bukan semata karena tingkat kesadaran masyarakat rendah.
"Kita juga harus melihat, apakah masyarakat yang ada di sekitar sungai memiliki akses terhadap fasilitas pengelolaan sampah, termasuk ketersediaan petugas pengangkut sampahnya? Itu bisa saja terjadi ketika akses terhadap pengelolaan sampah tidak tersedia," katanya kepada PARBOABOA, Kamis (28/9/2023).
Yuki lantas mengingatkan Pemprov DKI untuk menyediakan akses pengelolaan sampah yang memadai untuk pemukiman, terutama di daerah aliran sungai.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), 8,72 persen sampah plastik di DKI Jakarta tak terkelola dengan baik. Salah satunya akibat kualitas resin dari sampah plastik yang kurang baik, sehingga tidak dapat didaur ulang.
Selain itu, banyak sampah tidak dibuang ke fasilitasnya, sehingga tidak terkelola dengan baik.
"Solusi yang dapat diambil adalah meminimalisir penggunaan plastik, jika harus menggunakan plastik. Di sisi lain, perlu ada standarisasi untuk kualitas plastik kemasan, sehingga bisa menjadi produk yang dapat didaur ulang," ungkap Yuki.
Akademisi Universitas Indonesia juga berpendapat, Pemprov DKI Jakarta bisa saja menerapkan kebijakan zero waste, yaitu memperlakukan sampah ke dalam kondisi nol atau tak bersisa lagi di lingkungan tersebut.
Jika zero waste bisa diterapkan dengan baik, maka kualitas hidup masyarakat di sekitar lingkungan itu pun bisa lebih baik. Termasuk membantu pemerintah mengurangi biaya pengelolaan sampah.
Saat ini, rata-rata biaya pengelolaan sampah masyarakat sebesar sebesar Rp5 ribu hingga Rp40 ribu per ton.
Oleh karenanya, Yuki berharap Pemprov DKI bisa membuat kebijakan yang menyeluruh untuk menekan angka sampah plastik di sungai.
"Kita punya kepentingan menjaga kualitas air sungai, karena air sungai yang ada akan digunakan sebagai air baku untuk air bersih pada sistem penyediaan air minum atau air bersih. Jika kualitas air semakin buruk, maka harga air bersih yang disediakan oleh BUMD air minum semakin mahal. Jadi, kita perlu melihatnya secara holistik (keseluruhan, red)," pungkasnya.