Kejar Cakupan Imunisasi Anak, Ini Dua Strategi ITAGI

Ketua Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional Sri Rezeki Hadinegero (tengah) menilai COVID-19 membuat imunisasi menjadi terhambat, sehingga pihaknya melakukan berbagai upaya guna meningkatkan tingkat imunisasi pada anak. (Foto: Parboaboa/Hasanah)

PARBOABOA, Jakarta - Komite Penasihat Ahli Imunisasi Nasional atau Indonesia Technical Advisory Group of Immunization (ITAGI) mengaku melakukan berbagai upaya mengejar keterlambatan imunisasi pada anak, terutama pascapandemi COVID-19.

"Keterlambatan imunisasi akibat COVID-19 ini tentunya harus kita kejar. Kalau kita melihat imunisasi kejar sebetulnya pemerintah sudah membuat satu strategi yang luar biasa," kata Ketua ITAGI, Prof. Sri Rezeki Hadinegoro, Senin (29/5/2023).

Ketertinggalan imunisasi, lanjut Sri, menjadi pekerjaan rumah bagi semua, tidak hanya pemerintah.

"Kemudian kita masih bagaimana mengejarnya, tentunya ini bukan hanya tugas pemerintah saja tapi tugas kita semua, memberikan penyuluhan serta melakukan sosialisasi di masyarakat," ungkap dia.

ITAGI mengaku strategi Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) dari Kementerian Kesehatan pun belum memberikan hasil yang memuaskan. Apalagi di provinsi-provinsi di luar Jawa.

"Kalau di Jawa angkanya lumayan yaitu di atas 70 persen, tetapi di luar Jawa sangat-sangat rendah. Nah untuk mengejarnya kembali tentu ini bukan hanya tugas pemerintah saja, tapi tugas kita semua dengan memberikan penyuluhan serta sosialisasi di masyarakat," ungkap Sri.

ITAGI mengungkapkan, untuk mengejar keterlambatan imunisasi bisa dilakukan melalui dua strategi yaitu memakai vaksin kombinasi yaitu vaksin yang mengandung sejumlah antigen penyakit yang diberikan dalam satu kali suntikan.

"Jadi satu vaksin atau satu botol isinya bukan hanya untuk satu penyakit tetapi beberapa, seperti yang kita kenal DPT itu kan tiga isinya. Jika dikombinasi maka DPT ditambah dengan HIB serta hepatitis B dalam satu kemasan," jelasnya.

Kemudian, imunisasi ganda, yaitu dua vaksin yang berbeda akan tetapi diberikan kepada anak dalam waktu yang bersamaan.

"Misalnya, satu vaksin diberikan di paha kiri, satunya lagi di paha kanan. Atau satu DPT, satu IPV polio dan yang satunya lagi DPT-HB-HIB itu bisa seperti itu," ungkap Sri.

"Atau bisa juga satu paha dikasih dua suntikan dengan jarak 2,5 centimeter. Bisa juga satu di paha satu di tangan, ini yang kita sebut imunisasi ganda," imbuh Sri.

Ia menjelaskan, imunisasi ganda bukanlah sesuatu hal baru di dalam dunia vaksinasi. Di beberapa negara sudah banyak menerapkan metode ini.

Imunisasi ganda, kata dia, bermanfaat untuk mengejar keterlambatan dan melindungi anak ketika dalam keadaan rentan penyakit.  

Di Indonesia sendiri, imunisasi ganda telah dimulai sejak tahun 2012 di Yogyakarta sebagai daerah percontohan. Kemudian di Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Barat (NTT) dan Bangka Belitung.

"Melihat di daerah-daerah itu diterima dengan baik, maka dari itu kemudian dicanangkan oleh Kementerian Kesehatan di seluruh Indonesia," jelas Sri.

Ditambahkannya, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang disebabkan imunisasi ganda juga tak berbeda jauh dengan imunisasi tunggal.

"Oleh karena itu, kami mendorong metode imunisasi ganda bisa lebih disosialisasikan kepada masyarakat agar upaya mengejar keterlambatan imunisasi bisa berjalan maksimal," imbuhnya.

Editor: Kurnia Ismain
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS