PARBOABOA, Jakarta - Para Wijayanto (60), mantan narapidana kasus terorisme, resmi menghirup udara segar pasca menjalani masa pidana di Lapas Kelas IIA Cibinong pada Selasa (27/5/2025).
Pembebasan bersyarat ini merupakan bagian dari program pemasyarakatan yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2022 tentang Pemasyarakatan.
Dalam regulasi tersebut, negara mengedepankan keadilan restoratif dan reintegrasi sosial bagi warga binaan yang dinilai telah mengalami perubahan sikap serta menunjukkan kesetiaan kepada NKRI.
Proses pembebasan Para tak serta-merta dilakukan tanpa pengawasan. Densus 88 bersama Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Balai Pemasyarakatan (Bapas), dan pihak Lapas, mengawal seluruh rangkaian kegiatan pendampingan kepulangan secara intensif.
Mereka turut mendampingi sosok pemimpin Jamaah Islamiyah (JI) terkenal itu, termasuk proses administrasi dan wajib lapor di Kejaksaan serta Bapas Bogor dan Jakarta Timur.
Puncak kegiatan terjadi di kediaman Para di kawasan Duren Sawit, Jakarta Timur.
Di sana, prosesi penyerahan secara simbolis kepada keluarga dan lingkungan sekitarnya berlangsung dalam suasana hangat. Aparat wilayah dan tokoh masyarakat turut hadir menyambut kepulangannya.
Dalam pernyataannya kepada masyarakat, Para menyampaikan rasa syukur atas kebebasan yang diperolehnya.
Ia pun menegaskan tekad untuk terus berada di jalur damai dan menyuarakan penolakan terhadap segala bentuk ekstremisme. Bahkan, ia secara terbuka mengajak mantan anggota JI untuk tetap setia pada NKRI.
Sebagai bentuk refleksi atas perjalanannya, Para mengangkat kembali alasan-alasan syar’i pembubaran JI yang pernah ia tuangkan dalam buku "At Tathoruf" (2004).
Uraiannya tentang tema tersebut juga dapat ditemukan dalam bab 11 buku "JI Untold Story: Perjalanan Kisah Jemaah Islamiyah" (2004).
Meski telah bebas, status hukum Para Wijayanto belum sepenuhnya lepas. Ia masih berada dalam pengawasan dan wajib lapor sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Koordinasi antara Lapas, Bapas, dan Densus 88 akan terus memastikan proses integrasi sosial berjalan lancar dan terarah.
Lebih dari sekadar kembali ke masyarakat, Para menyatakan niatnya untuk terlibat aktif dalam kegiatan dakwah damai dan diskusi kebangsaan.
Ia berharap dapat menjadi penggerak bagi eks narapidana terorisme lainnya agar tidak kembali terjerumus dalam paham kekerasan.
Densus 88 menilai proses ini sebagai bagian dari pendekatan lunak (soft approach) dalam program deradikalisasi. Kesadaran dan kemauan individu untuk meninggalkan ideologi kekerasan menjadi kunci utama keberhasilan
“Pembebasan bersyarat ini bukan bentuk impunitas, melainkan pelaksanaan hukum yang adil dan terukur,” tegas pihak Densus 88 dalam rilis yang diterima PARBOABOA, Jumat (06/6/2025).
Negara, sambung laporan itu, tetap waspada terhadap potensi ancaman terorisme, "namun pada saat yang sama memberikan ruang bagi mereka yang benar-benar ingin berubah dan kembali menjadi bagian dari masyarakat."
Melalui proses seperti ini, negara berharap dapat memperkuat fondasi perdamaian dan menjaga keutuhan NKRI.
Densus 88 pun mengajak seluruh elemen bangsa untuk mendukung langkah deradikalisasi yang berorientasi pada reintegrasi dan pembinaan jangka panjang.
Biografi Para Wijayanto
Para Wijayanto alias Abang alias Aji Pangestu alias Abu Askari alias Ahmad Arief adalah figur yang menjabat sebagai Amir atau pemimpin tertinggi JI selama lebih dari satu dekade.
Para lahir pada 8 Agustus 1964 di Kalijati, Subang, Jawa Barat dan merupakan anak dari pasangan Wikanto, purnawirawan TNI AU yang pernah bertugas di Pangkalan Udara Kalijati, dan Ny. Wuryaningsih.
Latar belakang keluarga militer dan pendidikan tinggi yang ia tempuh menambah paradoks dalam kisah hidupnya. Ia menjadi seorang intelektual teknik yang kemudian memilih jalan radikal.
Usai lulus dari Fakultas Teknik Universitas Diponegoro (Undip) Semarang (1989), Para sempat meniti karier sebagai tenaga profesional di PT Pura Group, sebuah perusahaan besar yang berbasis di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
Ia bergabung dengan perusahaan tersebut pada awal 1990-an dan ditempatkan di Divisi Engineering.
Sebuah sumber rahasia pada 2019 lalu menyebut bahwa Para dianggap mengundurkan diri dari perusahaan itu setelah berhari-hari tidak masuk kerja karena tejaring kasus terorisme pada 2004
Sumber tersebut juga mengungkap Para pernah mengambil cuti panjang dari pekerjaannya dengan alasan melanjutkan studi melalui beasiswa ke Malaysia.
Namun, perjalanannya tidak hanya terbatas ke Malaysia, melainkan juga mencakup negara-negara seperti Afghanistan dan Pakistan, daerah yang dikenal sebagai pusat aktivitas kelompok ekstremis internasional.
Nama Para kian mencuat dalam daftar buronan setelah penggerebekan dilakukan di kediamannya di Blok D, Perumahan Muria Indah, Desa Gondangmanis, Kecamatan Bae, Kabupaten Kudus, pada tahun 2004.
Meski baru tiba dari kantor saat itu, ia berhasil meloloskan diri dari sergapan Densus 88 Antiteror Polri.
Dalam jaringan Jamaah Islamiyah (JI), Para dikenal sebagai salah satu tokoh senior yang memiliki pengaruh kuat. Ia adalah figur yang sangat dihormati, bahkan oleh tokoh teroris Malaysia terkenal, Noordin M. Top.