Empat Orang Ditetapkan sebagai Tersangka dalam Skandal Laptop Chromebook di Kemendikbudristek

Kejagung menetapkan empat tersangka dalam kasus pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek. (Foto: Tada Images/Shutterstock)

PARBOABOA, Jakarta - Kejaksaan Agung menetapkan empat orang tersangka dalam dugaan korupsi pengadaan laptop Chromebook di lingkungan Kemendikbudristek periode 2019 hingga 2022. 

Penyidik menyatakan bahwa telah ditemukan cukup bukti untuk menaikkan status keempat individu tersebut sebagai tersangka.

Empat tersangka itu antara lain Jurist Tan, mantan Staf Khusus Mendikbudristek yang juga dikenal sebagai salah satu pendiri Gojek; Ibrahim Arief, mantan Konsultan Teknologi yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Presiden Bukalapak; Sri Wahyuningsih, eks Direktur Jenderal PAUD, Pendidikan Dasar dan Menengah; serta Mulyatsyahda, yang pernah menjabat sebagai Direktur Sekolah Dasar di Kemendikbudristek.

Berdasarkan hasil penyidikan, para tersangka diduga terlibat dalam persekongkolan untuk memuluskan proyek pengadaan perangkat teknologi berbasis sistem operasi tertentu sebagai bagian dari program digitalisasi pendidikan. 

Perencanaan pengadaan ini bahkan sudah dimulai sejak sebelum Nadiem Makarim dilantik sebagai menteri pada Oktober 2019.

Ibrahim Arief disebut telah menyusun rancangan awal pengadaan tersebut bersama Nadiem, yang kemudian didiskusikan lebih lanjut bersama Jurist Tan dan Fiona Handayani melalui sebuah grup WhatsApp bernama "Mas Menteri Core Team", dibentuk pada Agustus 2019. 

Grup ini digunakan untuk membahas rencana strategis pengadaan laptop Chromebook jika Nadiem menjabat sebagai Mendikbudristek.

Setelah resmi dilantik, Nadiem melakukan pertemuan dengan pihak Google pada Februari dan April 2020 untuk mendiskusikan proyek pengadaan perangkat TIK.

Hasil pembicaraan itu kemudian ditindaklanjuti oleh Jurist Tan, yang berhasil memperoleh komitmen co-investment sebesar 30 persen dari Google untuk mendukung proyek Kemendikbudristek.

Informasi tersebut kemudian disampaikan dalam berbagai rapat resmi yang dihadiri sejumlah pejabat kementerian, termasuk Sekjen, Direktur SD, serta Direktur SMP. 

Pada Mei 2020, Nadiem juga memberikan arahan langsung melalui Zoom meeting agar seluruh pengadaan TIK tahun 2020–2022 menggunakan sistem operasi Chrome OS

Saat arahan itu diberikan, proses lelang dan pengadaan belum dimulai. Akibatnya, tim teknis yang awalnya tidak menyebut Chrome OS dalam kajian awal, terpaksa menyusun kajian teknis kedua yang mengakomodasi arahan tersebut. 

Kajian kedua ini disusun atas perintah Sri Wahyuningsih, yang memerintahkan timnya segera menyelesaikan dokumen pendukung dan memastikan bahwa sistem operasi dari Google menjadi dasar pengadaan

Nadiem telah dimintai keterangan oleh Kejaksaan sebanyak dua kali. Namun hingga kini, statusnya masih sebagai saksi. 

Penyidik menyebut masih diperlukan sejumlah alat bukti tambahan, termasuk dokumen, petunjuk teknis, serta keterangan ahli, untuk menentukan apakah Nadiem dapat ditetapkan sebagai tersangka.

Selain itu, penyidik juga tengah menyelidiki apakah terdapat keuntungan pribadi yang diperoleh Nadiem dalam proses pengadaan tersebut

Proyek pengadaan laptop Chromebook ini menyedot anggaran sebesar Rp9,3 triliun untuk pengadaan sekitar 1,2 juta unit. 

Sayangnya, banyak dari perangkat tersebut tidak dapat digunakan secara optimal di sekolah-sekolah karena tergantung pada jaringan internet. 

Hal ini menimbulkan persoalan serius, mengingat akses internet di wilayah terpencil dan daerah 3T di Indonesia masih sangat terbatas. 

Akibat praktik yang dilakukan para tersangka, negara mengalami kerugian sebesar Rp1,98 triliun. 

Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diperbarui dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS