PARBOABOA, Jakarta - Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, menyatakan telah mencapai kesepakatan dagang dengan Indonesia.
Dalam kesepakatan itu, produk-produk Indonesia akan dikenakan tarif sebesar 19 persen saat masuk ke pasar AS.
Sebagai gantinya, Indonesia berkomitmen menghapus seluruh bea masuk atas barang-barang asal Amerika dan membeli produk senilai lebih dari USD 19 miliar, termasuk 50 pesawat buatan Boeing
Dalam unggahan di media sosialnya, Trump merinci bahwa dari total pembelian tersebut, USD 15 miliar dialokasikan untuk energi, dan USD 4,5 miliar untuk produk pertanian asal AS.
Ia juga menyebut banyak dari pesawat yang dibeli merupakan jenis Boeing 777.
Hingga kini belum ada penjelasan resmi dari pemerintah Indonesia terkait tarif 19 persen yang disebut Trump. Tidak pula dijelaskan jadwal ataupun rincian pembelian tersebut.
Namun, kondisi pasar langsung merespons di mana indeks saham utama Indonesia naik 0,6 persen saat pembukaan perdagangan pada Rabu (16/7/2025) pagi.
Sementara itu, nilai tukar rupiah sempat menguat 0,2 persen sebelum kembali stabil di level 16.281 per dolar AS, menjelang keputusan suku bunga Bank Indonesia.
Kesepakatan ini menjadi titik terang setelah Indonesia sempat terancam dikenai tarif sebesar 32 persen oleh Washington.
Negara Asia Tenggara ini menjadi negara pertama yang merespons ancaman tarif Trump dengan kesepakatan, menjelang tenggat waktu 1 Agustus saat tarif yang lebih tinggi mulai diberlakukan.
Bagi Indonesia, AS merupakan pasar ekspor terbesar kedua setelah Tiongkok, dengan produk utama seperti tekstil dan minyak sawit mentah yang menyerap jutaan tenaga kerja.
Pemerintah bahkan menyesuaikan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun ini dari 5,2 persen menjadi 5 persen untuk mengantisipasi dampak perang dagang.
Meski berada jauh di bawah tarif yang dikenakan pada negara-negara Asia lainnya, lonjakan ini tetap signifikan dibandingkan rata-rata tarif AS terhadap produk Indonesia yang hanya 5 persen pada 2024.
Menurut analisis Bloomberg Economics, lonjakan tarif ini berpotensi memangkas hingga 25 persen ekspor Indonesia ke AS dalam jangka menengah, dan mengancam 0,3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Nilai ekspor Indonesia ke AS yang melebihi USD 18 miliar tahun lalu menjadi salah satu alasan Trump menyasar Indonesia dengan kebijakan tarif.
Trump juga menyoroti praktik transshipment atau pengiriman barang dari Tiongkok ke AS melalui negara lain, termasuk Indonesia, untuk menghindari tarif. Kesepakatan ini diklaimnya sebagai hasil komunikasi langsung dengan Presiden Indonesia, Prabowo Subianto.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyatakan pemerintah sedang menyiapkan pernyataan bersama yang memuat rincian komitmen dagang dan regulasi non-tarif.
Kepala Kantor Komunikasi Presiden, Hasan Nasbi, menambahkan bahwa Presiden Prabowo akan menyampaikan informasi lebih lanjut setelah kembali dari kunjungannya ke Brasil dan Belgia, tempat ia menghadiri KTT BRICS dan melakukan pertemuan dengan Uni Eropa.
Berdasarkan informasi yang dibagikan oleh Trump, substansi dari kesepakatan tarif ini tidak jauh berbeda dengan proposal Indonesia sebelumnya.
Pemerintah Indonesia sempat menawarkan tarif mendekati nol persen atas 70 persen barang impor dari AS, serta peningkatan pembelian energi, gandum, dan pesawat terbang.
Pemerintah juga membuka ruang kerja sama strategis dalam sektor mineral penting dan pertahanan.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menjadi perwakilan utama dalam perundingan ini.
Ia telah melakukan pertemuan dengan sejumlah pejabat tinggi AS seperti Perwakilan Dagang Jamieson Greer, Menteri Perdagangan Howard Lutnick, dan Menteri Keuangan Scott Bessent.
Kesepakatan dengan Indonesia menjadi kerangka dagang keempat yang diumumkan Trump dalam beberapa pekan terakhir, menyusul perjanjian dengan Vietnam, Inggris, dan kesepakatan gencatan tarif sementara dengan Tiongkok.
Meski begitu, kesepakatan ini belum sepenuhnya menjadi perjanjian dagang formal. Banyak hal teknis yang masih harus dirundingkan lebih lanjut, dan belum jelas seberapa kuat implementasinya.
Pengalaman serupa terjadi dengan Vietnam, di mana Trump secara sepihak menyebut negara itu menyetujui tarif 20 persen, padahal pemerintah Vietnam sendiri belum menyepakati angka tersebut dan masih berupaya menurunkannya.
Kebijakan tarif Trump telah menciptakan ketidakpastian pasar global. Sementara negara-negara mitra dagang berlomba menghindari kenaikan tarif, pelaku pasar dihadapkan pada perubahan arah kebijakan yang mendadak dan sepihak. Bahkan Trump pernah menyatakan bahwa dirinya "lebih senang mengirimkan surat ancaman tarif daripada benar-benar menyepakati perjanjian."
Namun, di sisi lain, Trump juga menyampaikan keterbukaan untuk melanjutkan dialog dengan kekuatan ekonomi besar lainnya, termasuk Uni Eropa.
Ancaman tarif ini mendorong berbagai negara untuk memperluas relasi dagang mereka ke luar AS. Indonesia sendiri diketahui baru saja menjalin kesepakatan ekonomi awal dengan Uni Eropa.
Peluang Tarik Investasi
Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia, Fakhrul Fulvian, menilai bahwa kesepakatan dagang antara Indonesia dan Amerika Serikat merupakan capaian yang sangat menguntungkan bagi Indonesia.
Pasalnya, tarif yang dikenakan pada produk Indonesia hanya 19 persen atau lebih rendah dibandingkan dengan tarif yang diterapkan kepada Malaysia (25 persen), Vietnam (20 persen hingga 40 persen), serta Thailand (36 persen).
Menurut Fakhrul, perbedaan tarif ini bisa menjadi peluang emas untuk mengembangkan kawasan industri dan memperkuat daya tarik investasi asing ke Indonesia.
Dengan tarif yang lebih bersaing, Indonesia berpotensi merebut aliran investasi yang sebelumnya mengarah ke negara-negara tetangga.
Ia memperkirakan bahwa selisih tarif ini dapat mendorong relokasi investasi senilai USD 200 hingga 300 juta ke Indonesia dalam rentang satu hingga dua tahun ke depan.
"Masa konsolidasi hampir selesai. Ini saatnya Indonesia gas penuh memanfaatkan peluang yang ada," ujar Fakhrul mengutip laporan CNBC Indonesia, Rabu (16/7/2025).
Kesepakatan dagang ini tak hanya mencakup komitmen pembelian 50 pesawat Boeing, energi, dan hasil pertanian, tetapi juga mengakui posisi penting Indonesia dalam rantai pasok mineral strategis seperti rare earth elements.
Fakhrul menekankan bahwa di tengah ketidakpastian global, tercapainya kesepakatan ini memberikan dorongan psikologis yang positif.
"Bukan hanya soal besar kecilnya tarif, tapi pengakuan dari Amerika atas posisi Indonesia jauh lebih penting," jelasnya.
Ia menambahkan pengakuan terhadap peran Indonesia dalam sektor mineral, termasuk tembaga dan komoditas strategis lainnya, menegaskan kekuatan tawar Indonesia dalam lanskap geopolitik dan ekonomi global.
“Mineral inilah yang ke depannya akan menentukan posisi Indonesia dalam negosiasi internasional,” kata Fakhrul.