Waspada! Ini Gejala dan Risiko Erotomania

Istilah erotomania mendadak menjadi pembicaraan hangat di media sosial. (Foto: Istock/Alexskop)

PARBOABOA, Jakarta - Istilah erotomania mendadak menjadi pembicaraan hangat di media sosial setelah akun @tanyarlfes di platform X mengungkap fakta mengejutkan tentang gangguan kesehatan mental ini.

Unggahan tersebut menjelaskan jika erotomania ialah gangguan di mana seseorang meyakini bahwa orang lain mencintainya, padahal tidak. 

Menurut laporan dari Medical News Today, erotomania terkait dengan gejala penyakit kejiwaan seperti skizofrenia, gangguan skizoafektif, depresi mayor dengan ciri psikotik, bipolar, hingga Alzheimer. 

Ini merupakan jenis gangguan delusi, seperti delusi penganiayaan, kemegahan, atau kecemburuan.

Laporan kasus menunjukkan bahwa media sosial dapat memperburuk atau memicu delusi erotomania karena menghilangkan hambatan antara orang yang tidak dikenal.

Platform tersebut dapat mengurangi privasi, memudahkan perilaku menguntit, dan beberapa penelitian menunjukkan delusi dapat berkembang sebagai cara mengelola stres atau trauma.

Beberapa penelitian juga menunjukkan bahwa delusi dapat berkembang sebagai cara untuk mengelola stres atau trauma ekstrem. Genetika bisa dapat berkontribusi pada perkembangan gangguan delusi.

Gary Tucker, seorang psikoterapis berlisensi, dan kepala petugas klinis di D'amore Mental Health, mengatakan bahwa sejauh ini erotomania tampak lebih sering terjadi pada wanita. 

Namun, sejumlah penelitian menunjukkan bahwa pria juga memiliki risiko yang sama untuk mengalami kondisi ini.

Gejala erotomania biasanya muncul setelah masa pubertas, namun dapat terjadi umumnya pada usia paruh baya atau setelahnya.

Gary mengungkapkan, sangat sulit untuk memperkirakan seberapa sering hal ini terjadi, tetapi penelitian menunjukkan bahwa gangguan delusi, secara umum menyerang sekitar 15 dari setiap 100 ribu orang per tahun, dan wanita tiga kali lebih mungkin terdiagnosis dibandingkan pria.

Berdasarkan analisis 246 kasus erotomania yang telah dipublikasikan, sebuah penelitian lain juga menunjukkan bahwa kondisi ini cenderung lebih sering terjadi pada wanita (70 persen dari kasus yang dilaporkan). 

Dalam kebanyakan kasus, 'objek cinta' para penderita erotomania adalah pria yang sudah lanjut usia dan memiliki status sosial yang tinggi.

Gejala Erotomania

Beberapa gejala erotomania antara lain keyakinan salah bahwa seseorang mencintainya, terus membicarakan orang tersebut, obsesi untuk bertemu atau berkomunikasi, terutama jika orang yang dianggap mencintainya adalah selebritis. 

Penderita cenderung mengirim surat, mem-posting foto, dan bahkan mengirim hadiah. Selain itu, Erotomania bisa berbahaya karena sering tidak disadari oleh penderitanya. 

Meskipun tidak ada pemeriksaan khusus untuk mendiagnosis, bantuan psikolog atau psikiater dengan terapi dan obat dapat membantu mengatasi kondisi ini. 

Tanpa penanganan yang tepat, erotomania dapat memicu gangguan kesehatan mental yang lebih serius.

Jangan anggap enteng, segera konsultasikan dengan profesional kesehatan mental jika Anda atau seseorang  mengalami gejala erotomania.  Kesadaran dan dukungan adalah kunci untuk mengatasi gangguan kesehatan mental ini.

Cara Mengatasi Gejala Erotomania

Gejala erotomania bisa berpotensi membahayakan, terutama jika penderita mencoba berinteraksi dengan figur publik yang diyakini mencintainya, seperti menguntit, berbicara langsung, memantau media sosial, atau mengirim pesan pribadi. 

Tindakan semacam itu dapat mengakibatkan tuduhan menguntit atau bahkan pelecehan.

Penderita erotomania juga mungkin merespon dengan mencoba menyakiti diri sendiri ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa keyakinannya tidak benar. 

Oleh karena itu, penanganan segera dan pemantauan ketat diperlukan.

Berikut beberapa perawatan yang dapat dilakukan untuk menangani sindrom erotomania:

1. Psikoterapi

Psikoterapi, yang dijalankan oleh profesional kesehatan mental seperti psikolog atau psikiater, memberikan wadah bagi penderita untuk membicarakan gejala mereka. 

Terapi ini bertujuan membantu penderita menyadari kenyataan dan mencari solusi efektif untuk masalah yang dihadapi.

2. Konsultasi dengan Psikiater

Berkonsultasi dengan psikiater dapat membantu menentukan terapi yang sesuai, termasuk penanganan penyebab mendasari erotomania. 

Psikiater akan menyesuaikan perawatan dengan kebutuhan individu, fokus pada perbaikan fungsi sosial, dan peningkatan kualitas hidup.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS