Generasi Aman Digital, Sinergi Negara dan Pengasuhan Orang Tua

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kementerian Komdigi, Alexander Sabar. (Foto: Dok. Komdigi)

PARBOABOA, Jakarta- Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) resmi memblokir grup Facebook yang menyebarkan konten menyimpang dan membahayakan anak-anak.

Sementara itu, pakar psikologi anak menekankan pentingnya peran orang tua dalam membimbing anak menggunakan media sosial.

Perlindungan anak di ruang digital bukan hanya tanggung jawab negara, tapi juga tanggung jawab bersama.

Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Komdigi, Alexander Sabar, menjelaskan bahwa pemblokiran dilakukan untuk melindungi anak-anak dari paparan konten digital yang dapat merusak perkembangan mental dan emosional mereka.

“Langkah ini kami ambil sebagai bentuk perlindungan negara terhadap anak-anak,” ujar Alexander saat konferensi pers di kantor Komdigi, Jakarta Pusat, Jumat (16/05/2025).

Menurutnya, grup yang diblokir menyebarkan konten fantasi dewasa yang melibatkan keluarga kandung dan anak di bawah umur—sebuah pelanggaran serius terhadap hak anak.

Komdigi mengapresiasi langkah cepat Meta yang segera menindaklanjuti permintaan pemutusan akses.

Kolaborasi ini menjadi sinyal kuat bahwa pelindungan anak di ruang digital harus dilakukan secara kolektif oleh pemerintah dan penyedia platform.

Pemblokiran tersebut merupakan implementasi dari Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak (PP Tunas).

Aturan ini mewajibkan platform digital melindungi anak dari konten berbahaya, sekaligus memastikan ruang digital yang sehat dan aman.

“Platform digital harus punya peran aktif dalam moderasi konten. Ini krusial untuk menciptakan ekosistem digital yang aman bagi anak,” jelas Alexander.

Komdigi juga berkomitmen meningkatkan pengawasan terhadap aktivitas digital menyimpang dan terus membangun kerja sama lintas sektor demi ruang digital yang bersih. Tapi upaya ini tak akan cukup tanpa peran serta masyarakat.

“Kami mengajak masyarakat turut menjaga ruang digital. Laporkan konten atau aktivitas yang mencurigakan melalui kanal aduankonten.id,” imbaunya.

Pendekatan Orang Tua

Psikolog klinis dewasa, Teresa Indira Andani, menegaskan bahwa pelarangan total penggunaan media sosial bukanlah solusi yang efektif, terutama bagi anak usia besar dan remaja.

Pendekatan terbaik adalah bimbingan dengan pemahaman yang kuat tentang manfaat dan risikonya.

“Melarang anak total justru bisa menimbulkan dampak negatif. Yang paling penting adalah komunikasi yang terbuka dan edukasi digital sejak dini,” kata Teresa, lulusan Universitas Indonesia, melalui keterangnanya, yang dikutip media ini, Selasa (20/05/2025).

Menurut Teresa, anak usia di bawah 7 tahun sebaiknya tidak diperkenalkan pada media sosial karena belum bisa membedakan realitas dan fantasi.

Pada usia 7–11 tahun, media sosial bisa diperkenalkan dengan pengawasan ketat dan batasan yang jelas, termasuk durasi layar 1–2 jam per hari dan penggunaan aplikasi kontrol orang tua.

Bagi anak usia 12 tahun ke atas, penting untuk mulai diajarkan literasi digital dan tanggung jawab penggunaan media sosial melalui diskusi dan aturan yang disepakati bersama.

Teresa menyarankan adanya aturan waktu yang konsisten serta penanaman etika digital dan kesadaran privasi.

Diskusi antara orang tua dan anak mengenai konsekuensi dari pelanggaran aturan akan membantu membentuk karakter dan kebiasaan digital yang sehat.

“Media sosial bisa menjadi ruang belajar dan berekspresi jika digunakan secara bertanggung jawab. Dengan bimbingan orang tua, anak bisa memanfaatkannya secara aman dan edukatif,” pungkasnya.

Perlindungan anak di era digital menuntut kolaborasi: negara bertindak, platform bertanggung jawab, orang tua membimbing, dan masyarakat mengawasi.

Dunia maya harus menjadi tempat yang aman, bukan ancaman, bagi generasi penerus bangsa.

Editor: Norben Syukur
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS