PARBOABOA – Setiap tahun, pada 17 Oktober, dunia merayakan Hari Trauma Sedunia. Hari ini didedikasikan untuk mengingat, memahami, dan menyuarakan isu trauma yang dialami oleh setiap individu.
Trauma diperingati sebagai dukungan bagi individu yang terganggu kesejahteraan mentalnya, emosional, dan fisiknya. Sebagaimana trauma tidak mengenal batas usia, jenis kelamin, latar belakang sosial, atau geografi.
Tentu permasalahan ini bisa terjadi kepada siapa saja, kapan saja, dan karena berbagai alasan seperti peristiwa traumatis bencana alam, kecelakaan, kekerasan, atau bahkan pengalaman mendapatkan pelecehan verbal.
Berdasarkan laporan dari International Association of Trauma Surgery and Intensive Care (IATSIC) dan organisasi kesehatan dunia (WHO), cedera traumatis berkontribusi sekitar 16% dari total kasus penyakit di seluruh dunia. Dengan angka yang signifikan ini, hampir 90% dari beban cedera traumatis jatuh pada negara-negara berpenghasilan rendah dan sedang, termasuk Indonesia.
Oleh karena itu, Hari Trauma Sedunia ditetapkan sebagai sebuah upaya untuk mengurangi angka kematian yang disebabkan oleh cedera traumatis.
Ini juga bertujuan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya mendukung individu yang mengalami trauma dan menghilangkan stigma sosial yang sering melingkupinya.
Untuk informasi lebih lanjut, berikut Parboaboa mengulas mengenai sejarah, tujuan, dan cara peringatannya.
Sejarah Hari Trauma
Kapan Hari Trauma Sedunia dimulai? Pada 2011, di New Delhi, India, Hari Trauma Sedunia pertama kali diinisiasi.
Awalnya, peringatan ini dipicu oleh fakta bahwa terdapat lebih dari 400 orang kehilangan nyawa setiap hari akibat kecelakaan lalu lintas di seluruh negara.
Angka kematian yang mencemaskan akibat trauma ini menjadi peringatan bagi para pengambil kebijakan dan tenaga medis di India dan di seluruh dunia. Mereka menyadari pentingnya meningkatkan kesadaran tentang trauma, cedera, dan kondisi darurat.
Hal inilah yang menyebabkan 17 Oktober menjadi hari Trauma di dunia sebagai bentuk untuk mengurangi jumlah korban jiwa dan dampak jangka panjang dari cedera traumatis secara global.
Seiring berjalannya waktu, Hari Trauma Sedunia berkembang untuk mencakup masalah trauma yang lebih luas, seperti trauma akibat kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan seksual, dan peristiwa traumatis lainnya.
Semakin berkembangnya kesadaran masyarakat tentang trauma, tindakan, dan perawatan yang lebih baik, Hari Trauma Sedunia menjadi sebuah platform untuk mendidik masyarakat tentang cara yang tepat untuk mengatasi insiden trauma dan menghindari dampak jangka panjangnya.
Sejarah Hari Trauma Sedunia mencerminkan perubahan pandangan masyarakat terhadap trauma. Awalnya, trauma sering kali dianggap sebagai sesuatu yang harus disembunyikan atau dihindari.
Namun, melalui peringatan ini, masyarakat diberikan pemahaman yang lebih baik tentang pentingnya mendukung korban trauma dan memberikan perawatan yang sesuai.
Perang Dunia II juga memiliki peran dalam mengubah cara pandangan tentang trauma. Di sini, tentara diberi izin untuk beristirahat dari pertempuran jika mereka mengalami trauma. Hal ini menjadi langkah awal dalam mengakui perlunya perhatian terhadap aspek psikologis dari trauma.
Tujuan Hari Trauma
Adapun tujuan diperingatinya Hari Trauma Sedunia antara lain adalah:
- Menyadarkan semua orang tentang dampak traumatis.
- Membangun empati, kekuatan mental, dan dukungan bagi mereka yang mengalami trauma.
- Meningkatkan pemahaman tentang penyembuhan trauma.
- Menciptakan lingkungan yang nyaman bagi korban, agar merasa dicintai dan diperhatikan.
Berbagai Jenis Trauma
Dikutip dari buku Menyembuhkan dari Trauma : Panduan Memulihkan diri dan Menemukan Kembali Kehidupan yang Bermakna, karya Sekolah Rasa (2023), ada berbagai jenis trauma yang dapat memengaruhi individu dalam berbagai cara. Berikut beberapa jenis trauma yang umum ditemui:
1. Trauma Fisik
Ini terjadi ketika tubuh mengalami cedera akibat kecelakaan, jatuh, atau tindakan kekerasan, yang bisa berdampak pada cacat fisik atau masalah kesehatan jangka panjang.
2. Trauma Emosional
Ini terjadi karena guncangan emosional atau tekanan psikologis, seringkali disebabkan oleh penyalahgunaan, kehilangan, atau menyaksikan peristiwa traumatis.
3. Trauma Perkembangan
Trauma ini dialami saat masa kanak-kanak dan dapat mengganggu pertumbuhan emosional dan psikologis seseorang, yang kemudian dapat menimbulkan masalah di masa dewasa.
4. Trauma Kompleks
Ini muncul akibat paparan berkepanjangan terhadap berbagai peristiwa traumatis dan bisa menimbulkan tantangan emosional dan psikologis yang serius.
Gaya Hidup untuk Mengelola dan Menyembuhkan Trauma
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, pengidap traumatis yang tidak ditangani dengan tepat dapat memberi risiko kesehatan bagi jangka panjang bahkan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari.
Oleh karena itu, perlu bagi penderitanya untuk mendapatkan bantuan professional dan juga memiliki wawasan bagaimana mengatasi trauma.
Dilansir dari jurnal Trauma Treatment Factors Contributing to Efficiency, karya Agnieszka Widera-Wysoczańska (2016), ada beberapa cara untuk mengatasi trauma :
Selain bantuan dari ahli, individu dapat membuat pilihan gaya hidup untuk membantu mengelola dan sembuhkan trauma:
1. Berolahraga
Beraktivitas fisik rutin dapat membantu mengurangi gejala trauma dengan melepaskan hormon bahagia dan mengurangi stres. Ini tak hanya bagus untuk tubuh, tapi juga perasaan lebih baik secara emosional.
2. Kesadaran dan Meditasi
Latihan ini dapat membantu penderitanya tetap tenang, mampu negurangi kecemasan, hingga meningkatkan kesejahteraan emosional.
3. Diet Sehat
Pola makan yang sehat memiliki dampak pada suasana hati dan kesejahteraan secara keseluruhan, terutama bagi mereka yang mengalami trauma. Konsumsi makanan yang kaya akan nutrisi, seperti buah-buahan, sayuran, biji-bijian utuh, dan protein rendah lemak, dapat memberikan dukungan untuk pemulihan tubuh dan emosi.
4. Dukungan Sosial
Membentuk hubungan yang kuat dengan teman-teman dan keluarga sangat penting dalam perjalanan penyembuhan dari trauma. Berkomunikasi dan berbagi perasaan dengan individu yang dapat dipercaya bisa memberikan dukungan emosional dan memperkuat ikatan hubungan.
5. Kualitas Tidur yang Optimal
Memastikan tidur yang baik sangat penting dalam proses pemulihan dari trauma. Menjaga rutinitas tidur yang konsisten, menciptakan suasana tidur yang nyaman, dapat meningkatkan kualitas tidur yang mendukung pemulihan.
Dengan memahami dampak trauma, menghilangkan stigma, dan menyediakan sumber daya yang diperlukan, seseorang dapat membantu individu yang terkena trauma dalam proses penyembuhan mereka.
Hari Trauma Sedunia adalah panggilan untuk menciptakan dunia yang lebih peduli dan inklusif bagi semua.