PARBOABOA, Jakarta - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan bahwa Indonesia tengah dilanda bencana kekeringan akibat efek El Nino.
Bahkan, BMKG menilai jika musim kemarau tahun ini akan lebih kering dan terasa lebih panas pada tahun-tahun sebelumnya.
Hal itu dibuktikan dengan adanya potensi HTH (Hari Tanpa Hujan) lebih dari 60 hari di sejumlah wilayah Tanah Air.
Akibatnya, wilayah yang dilanda kekeringan esktrem mengalami rawan kebakaran hutan dan lahan (karhutla), kesulitan bercocok tanam, gagal panen.
Kemudian, kesulitan mendapatkan bahan pangan, pengurangan ketersediaan air, hingga terjadinya kelangkaan air bersih.
Berdasarkan data dari Uniter Nations (UN) Water, pada tahun 2050 mendatang, permintaan terhadap air bersih diperkirakan bakal meningkat sebanyak lebih dari 40%.
Imbasnya, seperempat dari populasi dunia bakal hidup dengan krisis air yang sangat kronis.
Adapun di Indonesia sendiri, seluruh wilayah akan memasuki masa krisis air tingkat medium. (ada air tapi terbatas). Namun, khusus di Pulau Jawa, diprediksi akan memasuki kategori krisis air tingkat tinggi.
Selain berimbas pada lingkungan dan kebutuhan hidup sehari-hari, ternyata kekeringan ekstrem juga dapat menimbulkan dampak pada kesehatan.
1. Risiko Penyebaran Wabah
Bencana kekeringan ekstrem dapat menimbulkan risiko penyebaran wabah penyakit, di antaranya adalah diare, leptospirosis, dan kolera.
Leptospirosis merupakan penyakit gangguan kesehatan yang terjadi akibat adanya infeksi bakteri bernama Leptospira interrogans.
Sedangkan kolera adalah penyakit infeksi yang mengganggu sistem pencernaan manusia saat tengah mengalami dehidrasi dan diare parah.
Peningkatan wabah kolera tak hanya terjadi saat kekeringan, tapi turut terjadi saat banjir.
2. Masalah Paru-Paru
Musim kemarau diketahui dapat meningkatkan polusi udara karena frekuensi hujan yang sangat berkurang.
Padahal, hujan bisa membersihkan polutan-polutan yang berasal dari debu dan yang lainnya.
Polusi udara baik itu di luar maupun di dalam ruangan dapat berhubungan secara langsung dengan paru-paru saat menarik napas.
Zat polutan yang terhirup dapat menyerang organ lain dalam tubuh melalui peredaran darah. Apabila hal ini terus berlanjut, maka kerusakan akan semakin meluas dan menyerang pernapasan atas dan bawah.
Masalah pernapasan yang dapat timbul karena polusi yakni, infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), asma, pneumonia dan lain-lain.
Tak hanya itu, jika partikel polusi yang terhirup dan telah melewati paru. Maka akan masuk ke peredaran darah dan menyerang jantung.
3. Sakit Mata
Udara kering dan debu mudah beterbangan saat musim kemarau. Kondisi ini dapat menyebabkan peningkatan risiko sakit mata dengan gejala mata kering, belekan, mata merah, serta terasa ada yang mengganjal di mata.
Umumnya, iritasi pada mata ini bisa disembuhkan dengan menggunakan obat tetes mata yang tersedia di apotek maupun toko obat lainnya.
Editor: Maesa