Jabatan Ketum Parpol Digugat, PDIP: Apa-Apa Diatur Negara

Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu menilai jika negara terlalu jauh apabila ikut mengatur partai politik (parpol). (Foto: PDIP)

PARBOABOA, Jakarta – Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), Masinton Pasaribu menilai jika negara terlalu jauh apabila ikut mengatur partai politik (parpol).

Pernyataan ini disampaikan guna menanggapi Warga Nias, Eliadi Hulu, dan warga Yogyakarta, Saiful Salim yang menggugat Undang-Undang parpol ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Menurutnya, negara tidak perlu terlalu jauh untuk mengatur mekanisme organisasi parpol. Sebab, implikasi hal itu akan menjadi panjang jika seluruhnya dibatasi.

Oleh karenanya, ia berharap MK tak mengabulkan gugatan tersebut karena organisasi parpol berada di luar kewenangan negara.

Dia menilai, periodisasi parpol harusnya dibiarkan menjadi mekanisme dari masing-masing organisasi partai.

Masinton mengatakan, jika jabatan ketua umum (ketum) parpol dibatasi akan menjadi sangat merepotkan. Pasalnya, ciri khas dan karakter masing-masing organisasi itu bakal jadi seragam.

Padahal, sambungnya, sebuah organisasi masyarakat termasuk parpol masing-masing memiliki ciri khas dan karakter yang beragam.

Politikus PDIP lalu kembali meminta agar negara tak terlalu jauh ikut campur dalam urusan mekanisme sebuah organisasi terutama parpol dengan mengatakan “Apa-apa diatur negara”.

Pernyataan ini disampaikan Masinton Pasaribu pada Selasa, 27 Juni 2023 di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat.

Diketahui, Warga Nias, Eliadi Hulu, dan warga Yogyakarta, Saiful Salim yang menggugat agar masa jabatan ketum parpol dibatasi hanya dua periode.

Keduanya menggugat Pasal 23 ayat (1) UU Nomor 2 Tahun 2011 atau UU Parpol yang berbunyi "Pergantian kepengurusan Partai Politik di setiap tingkatan dilakukan sesuai dengan AD dan ART".

Editor: Maesa
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS