PARBOABOA, Jakarta - Pembangunan Jalan Tol Semarang-Demak kian menjadi sorotan publik, karena tak hanya lokasinya saja yang strategis, tetapi juga pendekatan inovatif yang digunakan dalam konstruksi.
Proyek ini memanfaatkan bambu sebagai material utama, terutama untuk membuat matras yang memperkuat struktur jalan di atas laut.
Dalam proyek ini, sekitar 10 juta batang bambu digunakan pada Seksi 1 Semarang-Sayung sepanjang 10,64 kilometer.
Penggunaan bambu ini menunjukkan inovasi ramah lingkungan dalam pembangunan infrastruktur skala besar, dan menjadi sesuatu yang jarang diterapkan di Indonesia.
Tol ini bukan hanya sekedar jalur penghubung penting di kawasan Pantai Utara Jawa (Pantura), tetapi juga dirancang untuk menjadi solusi masalah banjir rob yang kerap melanda wilayah Kaligawe hingga Sayung, Semarang Timur.
Dengan demikian, tol ini memainkan peran ganda yaitu, meningkatkan konektivitas wilayah sekaligus memberikan dampak lingkungan yang berkelanjutan.
Sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN), Jalan Tol Semarang-Demak diharapkan membawa perubahan besar bagi masyarakat sekitar, baik dari segi ekonomi, sosial, maupun ekologi.
Dalam proses pembangunannya, inovasi teknologi dan pendekatan tradisional berpadu untuk menciptakan hasil yang optimal.
Mengapa Memilih Bambu?
Bambu sudah lama dikenal sebagai material yang kuat, fleksibel, dan mudah diperbarui.
Dalam proyek ini, bambu digunakan untuk membuat matras setebal 17 lapis, yang menjadi fondasi penguat tanah di atas laut.
Menurut penelitian dalam Journal of Civil Engineering and Construction Technology, bambu memiliki kemampuan menyerap getaran, sehingga sangat cocok digunakan di area yang rentan terhadap perubahan kondisi tanah.
Namun, keunggulan bambu tidak hanya sebatas itu. Material ini memiliki jejak karbon yang jauh lebih rendah dibandingkan material konstruksi konvensional seperti baja dan beton.
Dengan pengolahan yang tepat, seperti pengeringan, bambu dapat bertahan lebih lama tanpa mengorbankan kualitas.
Batang bambu yang digunakan dalam proyek ini memiliki standar khusus, yaitu panjang 8 meter dan diameter antara 8 hingga 10 cm.
Bambu-bambu tersebut didatangkan dari berbagai daerah di Jawa Tengah, seperti Wonogiri, Magelang, dan Purworejo, yang menjadi pusat penghasil bambu berkualitas tinggi.
Lebih dari 15.000 tenaga kerja lokal dilibatkan dalam proses pembuatan matras bambu ini, sehingga proyek ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga memberikan manfaat ekonomi langsung bagi masyarakat setempat.
Setelah dipasang, matras bambu akan terendam air, yang kemudian akan berfungsi ganda, sebagai penguat fondasi jalan tol sekaligus habitat baru untuk ekosistem laut.
Dengan pendekatan ini, proyek tidak hanya ramah lingkungan, tetapi juga mendukung keberlanjutan ekosistem laut di kawasan tersebut.
Progres Pembangunan
Hingga awal November 2024, progres pembangunan Seksi 1 Kaligawe-Sayung telah mencapai 24,66 persen, sementara pembebasan lahan sudah berada di angka 88,15 persen.
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) menargetkan proyek ini selesai pada tahun 2027, dengan nilai investasi mencapai Rp 5,44 triliun.
Berbeda dengan Seksi 1 yang melintasi laut, Seksi 2 Sayung-Demak sepanjang 16,31 kilometer dibangun di daratan.
Tantangan utama dalam pembangunan Seksi 1 adalah memastikan daya dukung tanah yang cukup untuk menopang konstruksi di atas laut.
Untuk mengatasi hal ini, kombinasi matras bambu dan material pengalir vertikal pra-fabrikasi (PVD) digunakan.
Proses pembangunan ini juga diawasi dengan ketat. Balai Bahan dan Struktur Bangunan Gedung Direktorat Bina Teknik Permukiman melakukan serangkaian uji kelayakan untuk memastikan bahwa penggunaan bambu memenuhi standar keamanan.
Uji ini mencakup daya tahan bambu terhadap tekanan, kelembaban, dan pengaruh air laut, memastikan bahwa material tersebut layak digunakan dalam proyek sebesar ini.
Keberhasilan Jalan Tol Semarang-Demak akan memberikan manfaat luas, baik dari segi infrastruktur maupun ekologi.
Ketika selesai, jalan tol ini diharapkan meningkatkan konektivitas antarwilayah di Jawa Tengah, mempersingkat waktu perjalanan, dan mengurangi kemacetan di jalur Pantura.
Selain itu, integrasi antara jalan tol dan tanggul laut akan menjadi solusi bagi masalah banjir rob yang selama ini meresahkan masyarakat di wilayah pesisir.
Dari sisi lingkungan, bambu yang terendam di bawah laut akan berubah menjadi bagian dari terumbu karang.
Hal ini tidak hanya mendukung ekosistem laut, tetapi juga membantu melindungi pantai dari erosi.
Dengan menggunakan material alami seperti bambu, proyek ini mencerminkan pendekatan yang lebih berkelanjutan dalam pembangunan infrastruktur.
Penggunaan bambu dalam konstruksi ini juga menjadi bukti bahwa material tradisional bisa bersanding dengan teknologi modern untuk menghasilkan solusi inovatif.
Meski kekuatan bambu tidak setara dengan baja, kombinasi teknologi dan bahan alami menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat dicapai tanpa mengorbankan kualitas atau fungsi.
Inspirasi Masa Depan
Proyek Jalan Tol Semarang-Demak bisa menjadi inspirasi bagi pembangunan infrastruktur lain di Indonesia.
Inovasi yang menggabungkan manfaat sosial, ekonomi, dan lingkungan ini menunjukkan bahwa pembangunan tidak selalu harus merusak alam.
Sebaliknya, dengan pendekatan yang tepat, infrastruktur dapat berfungsi sebagai alat untuk melestarikan lingkungan dan mendukung masyarakat lokal.
Dengan rampungnya jalan tol ini pada tahun 2027, diharapkan banyak proyek serupa yang mengadopsi konsep ramah lingkungan dan melibatkan material alami.
Editor: Luna