Jawaban Mahfud MD soal Gas Air Mata Sebabkan 133 Orang Meninggal di Tragedi Kanjuruhan

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Republik Indonesia (Menko Polhukam), Mahfud MD (Foto: Dok. Humas Polhukam)

PARBOABOA, Jakarta – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menyebut, penembakan gas air mata yang dilakukan oleh aparat kepolisian menjadi penyebab 133 orang meregang nyawa dalam tragedi Kanjuruhan pada 1 Oktober lalu.

"Saya nggak peduli sekarang seberapa besar kandungan kimia yang mematikan (dalam gas air mata), itu tidak penting. Karena bukan kimianya yang menyebabkan (kematian), tetapi penembakannya yang menyebabkan orang panik kemudian berdesak-desakan dan mati," kata Mahfud saat mengomentari hasil survei LSI secara daring, seperti dilansir dari dari Antara, Jumat (21/10/2022).

Menko Polhukam sekaligus Ketua Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) itu mengatakan, gas air mata bukan penyebab kematian langsung para suporter. Namun, penyemprotan gas air mata ke beberapa tempat tertentu menyebabkan kepanikan dan sesak nafas hingga meninggal.

"Mungkin gas air matanya sendiri tidak menyebabkan kematian langsung, tetapi penyemprotan ke tempat-tempat tertentu menyebabkan orang panik, nafasnya sesak, lalu lari ke tempat yang sama, desak-desakan, mati. Jadi, penyebabnya ya gas air mata," jelasnya.

Rekomendasi dari TGIPF, kata Mahfud, menjadi pertanyaan di tengah masyarakat, apakah ada gunanya atau tidak.

"Karena begini, menyangkut dunia sepak bola, pengaturan, pengorganisasian dan lainnya itu sudah diatur oleh FIFA dan PSSI. Kita tidak boleh ikut campur ke situ, tetapi pemerintah sudah bicara dengan presiden FIFA akan bersama-sama melakukan transformasi," ucapnya.

Lebih lanjut, Mahfud meminta polri untuk membuat aturan baru dalam pengamanan pertandingan sepak bola.

"Kemudian pengaturan ke polri agar membuat aturan-aturan baru dan mulai melakukan penyusunan prosedur tetap baru di dalam pengamanan sepakbola dan seterusnya sekarang dilakukan. Saya kira itu sudah cukup maksimal yang dilakukan oleh TGIPF," ucap Mahfud.

Adapun hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) menunjukkan sebagian besar publik menilai aparat kepolisian dan penyelenggara liga menjadi pihak yang paling bertanggung jawab atas terjadinya tragedi Kanjuruhan.

Sebanyak 24,3 persen responden memilih Penyelenggara Liga dan 29,4 persen memilih aparat kepolisian harus bertanggung jawab insiden tersebut.

"Aparat Kepolisian dan kemudian Penyelenggara Liga dinilai paling bertanggung jawab menurut sebagian besar responden," kata Direktur Eksekutif LSI Djayadi Hanan saat memaparkan hasil survei nya.

Responden memilih PSSI sebagai pihak yang harus bertanggung jawab sebesar 6,7 persen, TNI (2,6 persen), suporter (13,6 persen), semua pihak bertanggung jawab (5,9 persen), lainnya (0,8 persen), tidak tahu/ tidak jawab (16,7 persen).

Survei LSI ini dilakukan pada tanggal 6-10 Oktober 2022 dengan jumlah sampel yang digunakan sebanyak 1.212 responden.

Pemilihan sampel dilakukan melalui metode random digit dialing (RDD). RDD merupakan teknik memilih sampel melalui proses pembangkitan nomor telepon secara acak.

Margin of error dalam survei ini sebesar sekitar 2,9 persen, dengan tingkat kepercayaan 95 persen.

Editor: -
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS