PARBOABOA, Jakarta - Indonesia memberikan fasilitas golden visa atau visa emas kepada sejumlah warga negara asing (WNA), salah satunya Pelatih Tim Nasional (Timnas) Indonesia, Shin Tae Yong.
Golden visa ini diberikan langsung oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Jakarta, Kamis (25/7/2024) kemarin.
Menurut Jokowi, golden visa untuk Shin Tae Yong ini diberikan karena pelatih asal Korea Selatan itu memiliki kontribusi terhadap olahraga Indonesia.
Ia juga ingin memberikan Shin Tae Yong kemudahan untuk berkarya dan berinvestasi di Indonesia.
Kepala Negara juga menyebut, pemberian golden visa kepada WNA ini telah melalui seleksi ketat.
Ia juga mewanti-wanti pemberian ini hanya untuk pelancong yang berkualitas tinggi, karena WNA yang diberikan golden visa ini juga harus dilihat kontribusinya dan tentunya tidak membahayakan keamanan Indonesia.
Tak hanya kepada Shin Tae Yong, sudah ada beberapa nama besar yang mendaftar menjadi penerima golden visa dari Pemerintah Indonesia.
Seperti pendiri Chat GPT, Sam Altman, President Director Boeing Indonesia dan salah satu pemegang nobel ekonomi.
Jokowi juga berharap duta besar negara sahabat bisa menginformasikan kebijakan golden visa Indonesia ke masyarakat di negara masing-masing untuk meningkatkan kerja sama ekonomi dan menjadi perekat persahabatan antarnegara.
Direktur Jenderal Imigrasi, Silmy Karim mengungkapkan, saat ini sudah ada 300 WNA yang mendaftarkan untuk mendapat golden visa, baik melalui perusahaan maupun perorangan.
Perkiraan nilai ekonomi dari 300 golden visa yang akan diberikan itu mencapai Rp2 triliun.
Sementara Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Sandiaga Salahuddin Uno berharap golden visa mampu meningkatkan jumlah investasi di sektor pariwisata dan ekonomi kreatif Indonesia.
Apa itu Golden Visa?
Golden visa merupakan sebuah produk keimigrasian atau fasilitas yang diberikan kepada warga negara asing.
Dengan golden visa, WNA bisa tinggal di Indonesia dalam jangka lebih lama dari biasanya, atau mencapai 5 hingga 10 tahun.
Kebijakan ini sudah dirancang pemerintah Indonesia sejak 2022 dan dimatangkan selama 2023.
Golden visa juga disebut sebagai visa rumah kedua (second home visa). Targetnya, investor dan pebisnis internasional, talenta global, dan wisatawan mancanegara yang memenuhi kriteria.
Dilansir dari situs resmi Imigrasi Indonesia, visa ini biasanya diberikan untuk investor perorangan, global talent, diaspora WNA hingga digital nomad.
Golden visa menyasar warga negara asing yang bisa mendukung perekonomian Indonesia seperti investor, baik perorangan maupun korporasi.
Selain waktu tinggal yang lebih lama dan kemudahan keluar-masuk Indonesia, pemegang visa ini juga bisa menikmati sejumlah manfaat eksklusif dari pemerintah Indonesia. Misalnya tidak perlu lagi mengurus izin tinggal terbatas (ITAS) ke kantor Imigrasi.
Pemerintah Indonesia juga berharap golden visa bisa membuat lebih banyak investasi asing yang masuk ke Indonesia. Investasi itu bisa berupa properti, investment funds, saham perusahaan atau obligasi pemerintah.
Lewat golden visa, investor individu hingga korporasi harus mendaftarkan sejumlah uang mulai dari USD350 ribu-USD25 juta untuk memperoleh izin tinggal.
Untuk Investor asing perorangan yang ingin mendirikan perusahaan di Indonesia, maka harus berinvestasi sebesar USD2,5 juta untuk masa tinggal 5 tahun dan investasi USD5 juta untuk masa tinggal 10 tahun.
Sedangkan investor individu yang tidak mendirikan perusahaan dan hanya untuk izin tinggal 5 tahun, harus berinvestasi USD350 ribu dan USD700 ribu untuk izin tinggal 10 tahun.
Pemberian Golden Visa di Negara Lain
Tak hanya Indonesia, beberapa negara di dunia juga membuka membuka kesempatan kepada individu non-investor dengan keahlian khusus untuk mendapat golden visa.
Hanya saja di beberapa negara, pemberian golden visa malah menyebabkan risiko fiskal dan makroekonomi seperti fluktuasi ekonomi yang cepat serta gelembung properti.
Sorotan lainnya soal aliran investasi yang masuk dari mekanisme pemberian golden visa yang cenderung rentan dan mudah dipengaruhi faktor eksternal.
Kondisi itu dapat membuat investor sewaktu-waktu menarik investasi dari suatu negara dan memindahkan ke negara lain yang memiliki skema investasi lebih menarik.
Di sejumlah negara, kebijakan pemberian izin tinggal dan kewarganegaraan berbasis investasi ini juga mendapat kritikan karena sering diasosiasikan sebagai menjual kewarganegaraan.