Pelanggaran Pidana Pemilu 2024, Sengketa Pileg Mendominasi 

Gedung Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Jakarta Pusat. (Foto: Bawaslu RI)

PARBOABOA, Jakarta - Pelanggaran pidana Pemilu 2024 masih menjadi pembahasan serius di meja Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.

Bawaslu RI mengeklaim akan tetap memproses pelanggaran Pemilu meski memiliki karakteristik khusus yang tidak mengikuti Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

Dalam diskusi bertajuk 'Mengawal Rekapitulasi Penghitungan Suara Pemilu', yang digelar secara daring pada Rabu (13/3/2023), Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, kembali menegaskan soal itu.

Menurutnya, mengacu pada data Bawaslu dari tahap awal Pemilu 2024 hingga saat ini, sebanyak 63 kasus pelanggaran pidana penyelenggaraan Pemilu yang berhasil dicatat. Hampir setengah dari kasus pidana tersebut terbukti.

Selain itu, Bawaslu RI juga menemukan 266 kasus pelanggaran kode etik dan 140 kasus pelanggaran hukum lainnya, termasuk 71 kasus pelanggaran administrasi.

"Ini menunjukkan adanya kebutuhan mendesak untuk penegakan hukum yang efektif dalam pemilu," ujar Rahamat.

Pihaknya juga menerima sekitar 1.500 laporan masuk terkait dugaan pelanggaran Pemilu ditambah 700 temuan lain oleh Bawaslu. 

Rahmat mengakui, proses penanganan kasus berdasarkan laporan dan temuan tersebut memang menjadi tantangan tersendiri bagi Bawaslu. 

Namun kata Rahmat, Bawaslu berkomitmen untuk menindaklanjuti setiap kasus yang memiliki bukti cukup, termasuk sejumlah kasus yang viral di media sosial.

Langkah tersebut perlu diambil dalam upaya untuk mempertahankan integritas pemilu sekaligus memastikan setiap pelanggaran harus mendapatkan tindakan sesuai prosedur hukum yang berlaku.

Rahmat tak menampik bahwa celah pelanggaran Pemilu selalu ada. Namun, yang terpenting bagi Bawaslu, kata dia, bagaimana pelanggaran tersebut bisa mempengaruhi hasil pemilu.

"Setiap suara TPS dan setiap suara dalam rekapitulasi harus memiliki bobot yang sama dalam menentukan hasil akhir," tegas Rahmat.

Sengketa Pemilu

Dalam sejarah pemilu di Indonesia, Rahmat mencatat bahwa sengketa Pileg cenderung lebih mendominasi dibandingkan sengketa yang terkait Pilpres.

Secara spesifik, Rahmat menyoroti kasus perubahan Daftar Pemilih Tetap (DPT) di Kuala Lumpur, Malaysia. Menurutnya, terdapat indikasi pelanggaran yang dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

Di Kuala Lumpur, dari total sekitar 440 ribu Warga Negara Indonesia (WNI), hanya 68 ribu pemilih yang terverifikasi.

Kasus ini menjadi titik awal yang mengungkap adanya persoalan dalam pencatatan WNI di luar negeri, sehingga memerlukan evaluasi terhadap metode pos yang digunakan.

Padahal, kata Rahmat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tidak boleh mengabaikan aspek administratif yang menjadi pondasi penting dalam penyelenggaraan pemilu.

Sejak tahun 2008, Bawaslu telah mengawasi proses pemilu dan berhasil membawa tindak pidana pemilu ke pengadilan, termasuk kasus di Kuala Lumpur. 

Rahmat mengaku bangga dapat membawa kasus di Kuala Lumpur masuk ke tahap pengadilan. Namun, ia tak menampik bahwa penanganan kasus di luar negeri memiliki kompleksitas tersendiri yang menambah kerumitan dalam prosesnya.

Kawal Pemilu Tetap Kondusif 

Sementara itu, Kemenko Polhukam memastikan bahwa secara umum, pelaksanaan tahapan Pemilu 2024 berjalan kondusif, meskipun terdapat beberapa permasalahan yang muncul, termasuk terkait rekapitulasi suara. 

"Berdasarkan hasil pemantauan dan monitoring, tahapan Pemilu secara keseluruhan masih berjalan dengan baik," ujar Deputi Bidang Koordinasi Politik Dalam Negeri Kemenko Polhukam RI, Mayjen TNI Heri Wiranto, dalam forum yang sama.

Heri menegaskan bahwa Kemenko Polhukam, bersama Bawaslu, KPU dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), akan terus memantau tahapan Pemilu hingga batas waktu perhitungan suara terakhir pada 20 Maret mendatang.

Untuk memastikan bahwa proses rekapitulasi oleh KPU dapat diselesaikan tepat waktu pada 20 Maret, Kemenko Polhukam juga terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait lainnya guna memastikan semua berjalan dengan lancar.

"Jika terdapat temuan pelanggaran yang harus diselesaikan, tentu ada kewenangan di masing-masing lembaga sesuai UU Pemilu," ujarnya.

Menurutnya, koordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait perlu dilakukan untuk memastikan bahwa Pemilu 2024 berlangsung dengan integritas dan transparansi, sebagai manifestasi nyata dari demokrasi yang sehat dan matang.

"Diharapkan bahwa pada 20 Maret, proses penghitungan suara dapat diselesaikan dengan tepat waktu,” ujarnya.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS