PARBOABOA, Jakarta - Langkah kader PDIP sekaligus Ketua Pengurus Pusat Pemuda Katolik, Stefanus Gusma meninggalkan partai berlambang banteng moncong putih dinilai oportunis dan pragmatis.
Hal itu disampaikan oleh kader muda PDIP, Yogen Sogen.
Stefanus selama ini memang kerap mendampingi relawan Prabowo-Gibran, dan dalam beberapa kesempatan, ia juga sempat menemani cawapres 02, Gibran Rakabuming Raka dalam kunjungan ke berbagai tempat.
"Mungkin ada tawaran yang lebih menggiurkan di 02, dan mungkin juga beliau merasa terlalu lama berproses di PDI Perjuangan sehingga mencari jalan lain untuk menjadi sesuatu di lingkaran Prabowo-Gibran," ujar Yogen kepada PARBOABOA, Sabtu (27/1/2024).
Menurut Yogen, menjadi kader PDIP membutuhkan kesabaran revolusioner dan kesadaran ideologis. Sekalipun pilihan politik itu hak setiap orang, tetapi pilihan itu harus dibuat berdasarkan pertimbangan etis.
Tak hanya itu, Keputusan Stefanus Gusma, seorang senior di mata Yogen, dipandang sebagai cerminan dari cerdiknya memanfaatkan peluang.
"Beliau senior saya, yang cerdik memanfaatkan peluang. Tapi bicara proses harusnya banyak sabar. Pilihan politik itu hak. Tapi perlu juga mengedepankan pertimbangan etis dalam menentukan pilihan apalagi mendukung calon pemimpin yang lahir dari pelanggaran etika berat," terang Yogen tanpa merinci maksud pelanggaran etika tersebut.
"Sangat disayangkan, apalagi beliau sebagai ketua Pemuda Katolik yang seharusnya menjunjung tinggi etika dan moral, tapi kembali lagi itu adalah pilihan. Saya mendoakan semoga beliau sukses di kubu Prabowo-Gibran," tambahnya.
Ia menambahkan, banyak kader kompoten di PDIP saat ini sedang menjadi incaran partai lain. Namun, PDIP kata Yogen tak berkecil hati karena merupakan bagian dari konsekuensi logis partai dalam melahirkan kader-kadernya.
Yogen menegaskan, menjadi kader PDIP membutuhkan kesabaran dan kesetiaan terhadap garis perjuangan partai. Meskipun terdapat berbagai rintangan dan godaan, ia yakin bahwa proses yang baik akan menghasilkan hasil yang baik pula.
"PDI Perjuangan partai yang teruji, sudah melewati berbagai dinamika yang keras dan ganas, jadi ketika ada kader yang keluar dari PDI Perjuangan adalah peristiwa biasa, tidak menyurutkan semangat perjuangan kami dalam memenangkan PDI Perjuangan dan Ganjar-Mahfud," tuturnya.
Alasan Stefanus Gusma keluar dari PDIP
Adapun alasan Stefanus Gusma keluar dari PDIP karena ada perbedaan pandangan dengan partai ihwal pilpres 2024. Menurutnya itu merupakan sebuah pilihan yang logis dan etis.
Tak hanya itu, kepergian Stefanus dari PDIP tidak terlepas dari kedekatannya dengan Presiden Jokowi. Dia menuturkan, dirinya mendukung langkah politik Jokowi sejak masih menjadi mahasiswa di Solo.
Ia mendukung Jokowi ketika dicalonkan menjadi Wali Kota Solo, menjadi Gubernur DKI dan dalam dua kali Pilpres.
Selebihnya, Dia menilai, Jokowi adalah pemimpin yang sangat dicintai mayoritas masyarakat Indonesia, terbukti dari Approval ratingnya yang sangat tinggi.
Meski mendukung Prabowo-Gibran, sebagai pimpinan PP Pemuda Katolik, Stefanus berjanji untuk tidak membawa dan menyertakan organisasi ke politik praktis.
Dalam catatan PARBOABOA, Stefanus Gusma adalah kader PDIP yang hengkang dari partai menyusul kader lain seperti Muarar Sirait dan Budiman Sudjatmiko.
Mereka mengundurkan diri persis ketika partai mengusung Ganjar Pranowo sebagai capres lalu disusul keputusan Presiden Jokowi mengusung kandidat lain.
Editor: Rian