PARBOABOA - Alasan kenapa orang Jerman jarang senyum menjadi topik menarik untuk dibahas.
Senyuman adalah salah satu ekspresi wajah yang menunjukkan bahwa seseorang bersifat ramah.
Ekspresi ini telah menjadi kebiasaan bagi sebagian besar orang, terutama di Indonesia.
Tidak heran bahwa Indonesia sering disebut sebagai salah satu negara paling ramah di dunia.
Namun, ada beberapa negara di mana ekspresi wajah penduduknya berbeda.
Bahkan, beberapa orang mungkin berpikir bahwa mereka jarang tersenyum, seperti halnya orang Jerman.
Tak sedikit orang-orang yang berkunjung ke Jerman menyatakan ekspresi wajah orang Jerman tampak sangat serius.
Hal ini sangat berbanding terbalik dengan budaya orang Indonesia.
Lantas, apa yang menjadi alasan orang Jerman jarang senyum? Berikut penjelasannya.
1. Menerapkan Konsep Fremd Schamen
Mengutip dari laman resmi english.stackexchange.com, ada beberapa alasan orang Jerman jarang senyum, yaitu adanya faktor penerapan konsep fremd schamen.
Konsep ini mengacu pada perasaan malu atau canggung yang muncul saat melihat perilaku dari orang lain yang memberikan senyuman secara tiba-tiba.
Hal ini membuat orang Jerman menjadi lebih berhati-hati dan mewaspadai tindakan kejahatan yang tidak diinginkan.
2. Budaya
Pengaruh budaya suatu negara terhadap perilaku dan respons individu memang sangat signifikan. Hal serupa dapat ditemui di Jerman, di mana budaya mereka menekankan profesionalisme dalam kinerja dan norma sosial.
Oleh karena itu, tidak mengherankan jika orang Jerman jarang tersenyum, sering terlihat serius, dan memiliki selera humor yang lebih rendah.
Mereka lebih memprioritaskan kinerja kerja sesuai dengan budaya mereka daripada mengekspresikan kegembiraan atau keceriaan secara terbuka.
3. Latar Belakang Pendidikan
Setiap negara memiliki regulasi atau aturan yang berbeda dalam sektor pendidikan. Di Jerman, sistem pendidikan sangat ketat dan menekankan pencapaian akademik tinggi.
Dalam konteks ini, orang Jerman dibesarkan dengan nilai-nilai serius dan fokus pada hasil yang diperoleh melalui kerja keras.
Oleh karena itu, dalam budaya pendidikan yang menuntut prestasi ini, senyuman mungkin tidak selalu dianggap sebagai perilaku yang umum atau dihargai.
Prioritas yang diutamakan adalah mencapai kesuksesan akademik, jadi jangan salah paham kenapa orang Jerman jarang tersenyum.
Jika kamu berencana kuliah di sini, penting untuk memahami konteks budaya ini terkait mengapa senyuman jarang terlihat sebagai norma..
4. Kode Etik yang Tinggi
Orang Jerman dikenal karena memiliki kode etik yang sangat tinggi dan mengutamakan kesan profesional dalam segala aspek kehidupan.
Mereka merasa bahwa tersenyum terlalu sering dapat mengesampingkan kesan serius yang mereka upayakan, sehingga senyuman yang berlebihan mungkin dihindari.
Meskipun hal ini menjadi alasan lainnya kenapa orang Jerman jarang tersenyum, hal ini tidak mengindikasikan bahwa mereka tidak dapat menikmati hidup.
Orang Jerman juga dikenal sebagai penggemar aktivitas luar ruangan seperti hiking dan bersepeda, serta memiliki apresiasi yang mendalam terhadap seni dan budaya, menunjukkan bahwa mereka memiliki banyak cara untuk menikmati hidup.
5. Ekspresi Wajah
Ekspresi wajah adalah hal yang menarik dalam budaya Jerman. Orang Jerman cenderung menampilkan ekspresi wajah yang serius, bahkan ketika mereka merasa senang.
Hal ini disebabkan oleh kebiasaan mereka untuk mengekspresikan perasaan secara lisan daripada melalui ekspresi wajah.
6. Kepatuhan terhadap Aturan dan Ketertiban
Orang Jerman dikenal sebagai masyarakat yang sangat patuh terhadap aturan dan ketertiban.
Mereka cenderung mengikuti aturan sosial dan tata tertib dengan ketat.
Dalam beberapa kasus, senyuman yang berlebihan mungkin dianggap sebagai bentuk pelanggaran aturan atau ketidakpatuhan terhadap norma sosial.
Itulah informasi seputar alasan kenapa orang Jerman jarang senyum.
Meskipun orang Jerman jarang tersenyum, itu tidak berarti bahwa mereka tidak bisa menikmati hidup atau tidak ramah.
Mereka hanya memiliki cara yang berbeda untuk mengekspresikan perasaan dan menikmati kehidupan, yang mungkin terlihat sedikit berbeda dari orang lain.
Editor: Ratni Dewi Sawitri