Kendala BPBD Simalungun Padam Karhutla: Fasilitas dan Personil Kurang

BPBD Simalungun bersama TNI-Polri saat melakukan pemadaman kebakaran. (Foto: Dok.BPDB Simalungun)

PARBOABOA, Simalungun - Kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) di beberapa titik lokasi di Simalungun, Sumatra Utara berhasil dipadamkan.

Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Simalungun, Manaor Silalahi kepada Parboaboa, Rabu (31/7/2024) mengatakan, hujan deras yang mengguyur wilayah itu pada Selasa 30 Juni kemarin, telah membantu proses pemadaman api.

"Sudah padam, namun kami akan tetap melakukan pemantauan di area kebakaran," kata Manaor saat ditemui di sela-sela rapat paripurna DPRD Simalungun.

Namun begitu, Manaor mengungkapkan BPBD Simalungun saat ini masih menghadapi banyak kendala saat melakukan pemadaman, salah satunya kurangnya fasilitas mobil pemadam. 

BPBD, kata dia, hanya  mengoperasikan 7 mobil damkar di 7 pos, yaitu di Kecamatan Siantar, Tanah Jawa, Raya, Tigarunggu, Perdagangan, Ujung Padang, dan Parapat. Jumlah ini belum cukup mengingat luasnya wilayah Simalungun. 

Kendala lain adalah kurangnya personil pemadam kebakaran. Jumlah mereka hanya 114 orang, jauh dari jumlah yang dibutuhkan.

"Kita selalu usulkan untuk penambahan fasilitas (mobil damkar), termasuk juga penambahan personilnya ke BPBD Provinsi dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri),"pungkasnya.

Selain fasilitas dan personel yang minim, BPBD Simalungun juga sering kesulitan berkoordinasi dengan Manggala Agni di hutan Aek Nauli.

Manggala Agni adalah pejabat fungsional yang bertugas penuh melakukan pemadaman kebakaran hutan, perencanaan, dan penanganan pasca kebakaran.

Sebelumnya, Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH) Pematangsiantar mengungkap, terdapat 3 titik api di lokasi kebakaran yang tersebar di 3 wilayah di daerah itu, yakni di Sipiso-piso, Haranggaol Horison dan wilayah perbukitan Simarjarunjung.

Kepala Seksi Perlindungan Hutan dan Pemberdayaan Masyarakat wilayah II Pematangsiantar, Tigor Siahaan mengatakan, Karhutla di Simalungun bukan baru terjadi.

Maka untuk mencegah kebakaran terjadi lagi, pihaknya terus berupaya melakukan pendekatan persuasif kepada masyarakat di sekitar hutan lindung agar meningkatkan kewaspadaan dan tidak melakukan pembukaan lahan dengan cara membakar.

"Kami tidak mungkin bertindak kasar kepada masyarakat, jika ada pelanggaran kasat mata akan dilakukan tindakan penangkapan," tegasnya.

Kawasan Geopark Belum Menjamin  Kelestarian

Karhutla juga sering terjadi di wilayah perbukitan Toba. Bahkan berdasarkan data Parboaboa, pada tahun 2023, 70 hektar hutan terbakar di Simalungun dan perbatasan Kabupaten Dairi. 

Kemenparekraf turut menyoroti kasus ini. Adyatama Kepariwisataan dan Ekonomi Kreatif Kemenparekraf, Nia Niscaya mengatakan, dibutuhkan peran serta masyarakat serta pemerintah daerah untuk menangani kasus kebakaran hutan di Danau Toba.

Sementara itu, Kepala Dinas Kebudayaan Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Provinsi Sumut, Zumri Sulthony mengatakan Karhutla di Danau Toba tidak berdampak serius terhadap aktivitas pariwisata.

Kata dia, pihaknya telah berkoordinasi dengan pusat BPBD Provinsi Sumut dan melaporkan bahwa sejak 29 Juli 2024, sekitar pukul 09.00 WIB Kabupaten Samosir dan Dairi bebas dari kebakaran.

"Di beberapa daerah dan kabupaten lainnya masih ada, namun kondisinya masih terkendali dan ini masih ditangani oleh teman-teman di BPBD daerah," kata Zumri Sulthony.

Terpisah, Daulat Sihombing dari Walhi Sumatra Utara menyatakan kebakaran hutan di kawasan Danau Toba sering terjadi karena kebijakan pemerintah yang tidak dijalankan dengan serius.

Menurutnya, masalah utama bukan hanya pembukaan lahan dengan cara dibakar oleh masyarakat, tetapi juga adanya tumpang tindih peraturan dan konsesi pengelolaan lahan yang tidak tepat.

"Jika kawasan prioritas Danau Toba menjadi Geopark, tentu segala aspek harus diperhatikan, bukan hanya mitigasi kebakaran melainkan juga izin konsesi penting untuk dilakukan pembatasan, ujar Daulat kepada Parboaboa, Rabu (31/7/2024).

Untuk itu, Daulat meminta pemerintah pusat dan daerah menetapkan kebijakan tegas untuk pelestarian Danau Toba dari hulu ke hilir. 

Ia juga menekankan agar pemerintah tidak menyalahkan masyarakat kecil yang diduga membakar lahan untuk pertanian.

"Masyarakat yang membakar memang salah, tetapi kebijakan pelestarian yang salah juga harus segera dihentikan," pungkasnya.

Editor: Gregorius Agung
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS