PARBOABOA, Jakarta - Penghentian iklan videotron yang merupakan buatan Anies Bubble menuai kontroversi. Tim Nasional Anies-Muhaimin (TIMNAS AMIN) menduga ada campur tangan lawan politik.
Hal itu disampaikan Ekonom sekaligus Anggota Dewan Pakar TIMNAS AMIN Achmad Nur Hidayat, ia menyampaikan bahwa mungkin saja terdapat intimidasi dari lawan politik yang pro penguasa sehingga mempengaruhi keputusan pengelola videotron untuk menghentikan berulang kali.
Seperti diketahui bahwa sebelumnya lokasi strategis di Grand Metropolitan Bekasi menjadi tempat pemasangan, dengan rencana bahwa videotron itu akan tayang selama seminggu, mulai dari tanggal 15 sampai dengan 21 Januari 2024.
“Sangat tercium adanya pihak yang terancam oleh keberadaan video tersebut,” ujar Achmad melalui keterangannya yang diterima PARBOABOA, Rabu (17/1/2024).
Achmad menyebut bahwa tampilan video yang ditayangkan pada videotron merupakan karya kerja sama Anies Bubble bersama dengan Olpproject. Adapun dananya berasal dari simpati Humanies yang terdiri dari anak penggemar muda K-Pop.
"Penayangan video ini membuktikan bahwa Generasi Z semakin menyukai AMIN," klaim Achmad.
Kalangan Gen-Z Dikoptasi
Baginya, menyajikan tayangan itu menjadi bukti yang ditampilkannya ekspresi Gen-Z yang mulai naik level di tengah meningkatnya kesadaran berpolitik. Peristiwa kontroversial itu menunjukkan suatu ekspresi politik dari simpatisan dengan harapan memberikan dampak positif.
Olpproject diketahui harus mengumumkan penghentian paksa dengan alasan klaim mereka di luar kendali. Penjelasan terbatas itu kemudian menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat, selain itu juga memicu spekulasi, serta menjual motif yang sebenarnya.
Hak-hak Demokratis
Achmad menuturkan bahwa langkah hukum perlu diambil demi memastikan adanya perlindungan terhadap kebebasan yang dinyatakan termasuk hak-hak demokratis lainnya.
Ia juga menekankan, jika terbukti iklan videotron tidak didasarkan pada aturan yang jelas, maka media juga perlu mempertimbangkan dampaknya akan kebebasan berpendapat dan keadilan pemilu.
Bawaslu Harus Jemput Bola
Achmad menekankan bahwa seharusnya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), harus selalu menunjukkan netralitasnya dengan prinsip demokrasi dan tanpa adanya tekanan eksternal.
Apalagi katanya, masyarakat semakin memahami proses demokrasi sehingga lebih mampu mengidentifikasi potensi pelanggaran.
“Sehingga dapat melibatkan diri secara aktif dalam menjaga integritas sistem politik,” paparnya.
Menurutnya, kini Bawaslu perlu menyelidiki lebih lanjut dengan memastikan setiap pelanggaran, tekanan, campur tangan apa pun yang mungkin terjadi dapat diatasi.
Selain itu, diperlukan juga perlindungan hukum terhadap pihak terdampak serta kemandirian lembaga pengawas menjadi kunci menjaga integritas pemilihan presiden.
“Kesimpulannya, Televisi videotron Anies Baswedan memberikan gambaran mengejutkan tentang pencitraan politik di Indonesia,” paparnya.