Komisi III DPR Setujui 10 Calon Hakim Agung dan Hakim Ad Hoc HAM untuk MA

Suasana rapat pleno pemilihan dan penetapan calon Hakim Agung oleh Komisi III DPR RI, Selasa (16/9/2025) (Foto: Tangkapan Layar Youtube TVR Parlemen)

PARBOABOA, Jakarta - Komisi III DPR RI resmi menyetujui 10 nama untuk menduduki jabatan hakim agung dan hakim ad hoc hak asasi manusia (HAM) di Mahkamah Agung (MA) tahun 2025. 

Keputusan itu diambil dalam rapat pleno di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (16/9/2025), setelah delapan fraksi menyampaikan pandangan mereka atas hasil uji kelayakan dan kepatutan yang digelar sejak pekan sebelumnya.

“Apakah nama-nama calon hakim agung dan hakim ad hoc HAM di MA itu dapat disetujui?” ujar Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, mengutip siaran langsung di youtube TVR Parlemen.

Pertanyaan itu langsung disambut dengan persetujuan oleh anggota komisi yang hadir. Dari 16 calon yang diajukan Komisi Yudisial, sebanyak 10 nama disetujui DPR. Mereka adalah:

  1. Suradi, Hakim Tinggi Badan Pengawasan MA, sebagai hakim agung Kamar Pidana.
  2. Ennid Hasanuddin, Hakim Tinggi MA, sebagai hakim agung Kamar Perdata.
  3. Heru Pramono, Hakim Tinggi MA, sebagai hakim agung Kamar Perdata.
  4. Lailatul Arofah, Hakim Tinggi Badan Pengawasan MA, sebagai hakim agung Kamar Agama.
  5. Muhayah, Wakil Ketua Pengadilan Tinggi Agama Samarinda, sebagai hakim agung Kamar Agama.
  6. Hari Sugiharto, Hakim Tinggi Ditjen Badan Peradilan Militer dan TUN, sebagai hakim agung Kamar TUN.
  7. Budi Nugroho, Hakim Pengadilan Pajak, sebagai hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak.
  8. Diana Malemita Ginting, Auditor Utama Itjen Kemenkeu, sebagai hakim agung Kamar TUN Khusus Pajak.
  9. Agustinus Purnomo Hadi, Hakim Ad Hoc Tipikor MA, sebagai hakim agung Kamar Militer.
  10. Mohammad Puguh Haryogi, dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Malang, sebagai hakim ad hoc HAM di MA.

Sementara enam calon lain tidak mendapat persetujuan, antara lain Alimin Ribut Sujono, Annas Mustaqim, dan Julius Panjaitan (Kamar Pidana), Triyono Martanto (Kamar TUN Khusus Pajak), serta Bonifasius Nadya Arybowo dan Agus Budianto (calon hakim ad hoc HAM).

“Selanjutnya, hasil persetujuan ini akan dilaporkan dalam rapat paripurna terdekat untuk diproses sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku,” lanjut Habiburokhman.

Ia juga menjelaskan bahwa berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang MA yang telah dimaknai Putusan MK Nomor 27/PUU-XI/2013, DPR tidak lagi memilih calon hakim agung, melainkan hanya memberi persetujuan atas nama yang diajukan Komisi Yudisial.

Proses Panjang

Selama proses uji kelayakan dan kepatutan, Komisi III menguji 16 calon yang terdiri atas 13 calon hakim agung dan 3 calon hakim ad hoc HAM. Para legislator menilai aspek kompetensi hukum, rekam jejak, hingga komitmen penegakan hukum berbasis HAM.

Fraksi-fraksi di DPR pun menyampaikan pandangannya. Fraksi PDIP menekankan pentingnya integritas, profesionalisme, serta kemampuan hakim memberi kepastian hukum. 

“Calon hakim agung dan hakim ad hoc haruslah pribadi berintegritas, kompeten, profesional, dan berkualitas sehingga mampu memutus perkara secara adil,” tegas Safaruddin, anggota Komisi III dari PDIP.

Fraksi Gerindra menilai fit and proper test kali ini mampu menghasilkan hakim yang menjaga wibawa MA dan memperkuat peradilan bersih serta independen. 

Sementara Fraksi NasDem menekankan syarat mutlak berupa integritas, moralitas, dan rekam jejak bersih dari korupsi maupun kepentingan politik.

Pandangan Fraksi PKS yang dibacakan Muhammad Nasir Djamil menyoroti tantangan MA dalam menghadapi tumpukan perkara. 

“MA harus menjadi institusi yang mampu memberi rasa keadilan, bebas dari berbagai masalah yang mencederai nilai keadilan,” ujarnya.

Sedangkan Fraksi Demokrat mengingatkan kembali kewajiban konstitusional DPR memilih hakim agung. Hinca Panjaitan menyebut keputusan ini sebagai langkah bersejarah, mengingat dalam 15 tahun terakhir 39 hakim terseret kasus korupsi. 

“Kita mau mendapat calon hakim agung yang memenuhi rasa keadilan masyarakat,” pungkasnya.

Dengan persetujuan ini, DPR berharap 10 nama yang telah disetujui dapat memperkuat MA sebagai benteng terakhir penegakan hukum, menghadirkan putusan yang berkeadilan, serta menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga peradilan.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS