Komunitas Siantar Hip-hop Soul, Gerakan Jiwa dan Ekspresi untuk Menyuarakan Aspirasi

Berdiri sejak tahun 2012, SHS telah menjadi panggung bagi para pelaku hip hop di Pematang Siantar dan memberikan ruang bagi siapa pun untuk menyuarakan aspirasi. (Foto: Instagram/siantarhiphopsoul)

PARBOABOA, Pematang Siantar - Di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, aliran musik hip hop tak sekadar menjadi gelombang suara, namun sebuah gerakan jiwa dan ekspresi yang beragam melalui komunitas Siantar Hip Hop Soul (SHS). 

Berdiri sejak tahun 2012, SHS telah menjadi panggung bagi para pelaku hip hop di Pematang Siantar dan memberikan ruang bagi siapa pun untuk menyuarakan aspirasi mereka.  

Menurut salah satu anggota SHS, Amor Licentia (26), terdapat lima elemen yang kukuh dan kuat  dari budaya hip hop, yaitu DJ, MC, Beatbox, Rap dan Gravity.

Adapun keunikannya terletak pada fakta bahwa elemen Gravity, seperti mural, juga dianggap sebagai bagian integral dari hip hop.

"Dalam hip hop ada cerita, dalam hip hop ada prosa, berjuta kata arti, mengajak, menghujat, dan menjelaskan kedamaian dan cinta," ujar Amor.

Tidak hanya itu, proses kreatif dalam pembuatan lirik rap pun melibatkan refleksi terhadap isu-isu sosial. 

Tema yang sering diangkat mencakup realitas kehidupan sehari-hari, dengan penekanan khusus pada ketajaman pena anak-anak Siantar dalam menyikapi kepemerintahan di kota.

“Salah satu lagu yang terkenal berjudul ‘Siantar Ngeri Kali.’ Lagu ini mencerminkan potensi besar anak muda di Pematang Siantar yang belum memiliki wadah dan tempat untuk menyalurkan kreativitas mereka,” ungkapnya.

Tantangan Terbesar SHS

Amor mengungkapkan, hingga saat ini, salah satu tantangan terbesar yang dihadapi oleh komunitas ini adalah minimnya wadah yang dapat menopang dan mengembangkan potensi kreatif anggotanya.

"Sampai saat ini belum ada wadah untuk SHS, salah satunya karena kurang kepedulian pemerintah,” ungkapnya.

Selain itu, kurangnya daya tarik masyarakat akibat modernisasi dan kemudahan belajar instan melalui teknologi juga menjadi penghalang perkembangan komunitas ini.

Menurut Amor, orang-orang lebih memilih mempelajari hal-hal baru melalui internet daripada menggali pengetahuan dari cetakan fisik seperti buku.

"Hip-hop itu bentuknya street dan struggle, kita belajar dan tumbuh di tengah ruang lingkup sosial, bukan di ruang lingkup internet," katanya.

Dalam mengatasi tantangan ini, SHS pun mempertahankan esensi hip-hop sebagai bentuk seni yang berasal dari jalanan dan perjuangan.

"Dulu kami mempelajarinya dalam bentuk cetak fisik seperti buku bukan PDF, sehingga keasliannya dapat terasa," tambahnya.

Meski zaman terus berubah, Amor dan anggota SHS lainnya tetap setia pada pendekatan lama dalam belajar dan mengembangkan diri.

Dia menyatakan bahwa dalam musik hip hop, khususnya dengan elemen rap, terdapat suatu pendekatan yang disebut ‘distract’. Ini merupakan bentuk respons ketika seseorang tidak setuju atau tidak menyukai sesuatu dalam karya musik tersebut.

Sebagai alternatif, respons tersebut disampaikan melalui karya seni, di mana satu karya akan dibalas dengan karya lainnya sebagai cara untuk berkomunikasi dan mengekspresikan pendapat atau perasaan.

“Celana ketat, pinggul sampai pantat, nampak tuh boxer ada gambar uwak Somat, bajunya pun gantung sampai nampak pusat, mending pakai sarung kayak orang habis sunat,” tegas Amor saat diwawancarai PARBOBOA, Senin (13/11/2023).

Amor mengakui pandangan masyarakat terhadap musik hip hop di Siantar juga menjadi elemen penting dalam keberlanjutan SHS. 

“Karena beatbox itu menciptakan ritme dan nada yang indah tanpa menggunakan instrumen, hanya dengan suara dari mulut, dianggap sebagai suatu keunikan yang patut diapresiasi masyarakat Siantar,” katanya.

Perkembangan Teknologi Digital Menciptakan Perubahan

Komunitas Hip Hop Siantar tidak hanya menciptakan karya seni yang menggugah, tetapi juga mempertimbangkan aspek-aspek khusus yang membuat mereka unik di tengah kota ini.

Dampak teknologi dan media sosial terhadap perkembangan komunitas hip-hop di Siantar juga menciptakan perubahan.

Amor merinci bahwa dengan platform digital, proses berkarya menjadi lebih mudah, memungkinkan mereka untuk mempublikasikan karya mereka tanpa kesulitan mencetak CD berkeping-keping seperti dulu.

Namun, di samping kemudahan tersebut, ada sisi negatifnya, di mana generasi sekarang cenderung acuh tak acuh terhadap lingkungan hip hop mereka sendiri.

"Hip-hop ini sifatnya menyeluruh, bukan pengkotak-kotakan, karena hip hop adalah lingkaran yang melibatkan semua orang, tanpa memandang batasan,” ungkapnya.

Adapun kontribusi SHS terhadap pertumbuhan seni dan budaya di Pematang Siantar terlihat melalui terbentuknya Siantar Hip Hop Soul (SHS), yang menjadi salah satu bentuk kontribusi terbesar mereka.

Sejak tahun 2014, periode emas komunitas ini, dapat dilihat dari penyebaran budaya hip hop ke masyarakat di Siantar.

“Bahkan  banyak orang mutar lagu dari SHS di warnet, dan hingga pakaiannya dipakai tukang parkir,” katanya.

Ia berharap ke depannya, komunitas ini terus berkarya dengan integritas dan eksistensi sebagai hip- hopers sejati.

Namun, mereka juga berharap pemerintah kota Pematang Siantar memberikan dukungan dengan menyediakan fasilitas umum untuk tempat berkumpul dan pergelaran seni.

Harapannya adalah agar karya-karya mereka, terutama yang berkaitan dengan Siantar, dapat diapresiasi melalui panggung yang disediakan oleh pemerintah.

"Kami membutuhkan panggung untuk menunjukkan kreativitas kami. Saat ini belum ada tempat yang cukup untuk kami," ungkapnya.

Adanya Tantangan Baru

Namun, komunitas hip-hop ini juga menghadapi tantangan internal. Mereka telah membatasi penerimaan anggota baru karena adanya insiden di masa lalu di mana orang yang bukan anggota komunitas menciptakan kerusuhan dan mengaku sebagai bagian dari komunitas ini.

Stereotip negatif yang melekat pada hip hop, seperti hubungannya dengan gangsterisme dan narkoba, membuat mereka berhati-hati dalam merekrut anggota baru untuk menjaga reputasi dan tujuan positif komunitas ini.

“Sekarang kami hanya tersisa empat orang saja, dari seribuan anggota dulunya. Saat ini kami lebih menutup diri,” tutupnya.

Sementara itu, Fandi Ramadhan (26) sebagai salah satu mantan anggota SHS juga memberikan tanggapan mengenai hip-hop.

“Saya sudah lama tidak bermain hip-hop, karena ada kesibukan lain yang harus saya prioritaskan,” katanya kepada PARBOABOA.

Namun Fandi sampai saat ini masih sering mendengarkan musik hip-hop baik lokal maupun luar. Ia juga berharap agar SHS tetap mempertahankan kesolidaritasan dan semakin berkembang.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS