PARBOABOA, Jakarta - Korea Selatan (Korsel) menjadi negara di dunia pertama yang mengerahkan senjata laser di bidang militer.
Senjata ini akan digunakan Korsel untuk menembak jatuh pesawat nirawak atau drone yang sering ditembakkan negara tetangga mereka, Korea Utara.
Rencana penggunaan senjata modern itu dikemukakan karena belakangan, drone dari Korut seringkali melintasi perbatasan mereka.
Diketahui, ada sekitar lima drone Korea Utara yang terdeteksi mengudara hingga melintasi perbatasan Korsel, sejak Desember tahun lalu.
Korsel kemudian membalas provokasi drone dari Korut di perbatasan mereka menggunakan senjata laser.
Badan pengadaan senjata Korsel, DAPA menyebut senjata laser yang dikembangkan militer Korsel dengan Hanwha Aerospace itu sebagai "Proyek StarWars".
Juru bicara DAPA, dilansir dari Reuters menjelaskan, senjata laser itu nantinya akan menembak jatuh drone-drone yang sedang mengudara.
Caranya ialah membakar mesin atau peralatan listrik lain yang ada pada drone tersebut dengan menggunakan pancaran cahaya selama 10 hingga 20 detik.
Penggunaannya pun terbilang murah. Hanya sekitar 2.000 Won atau setara Rp23.000 untuk satu kali tembakan.
Hasil tembakan dari laser Star Wars ini pun sangat presisi, senyap, bahkan tak terlihat.
Militer Korsel menyebut, senjata laser akan menjadi game changer di medan perang masa depan.
Diketahui, baik Korsel maupun Korut sama-sama telah melanggar kesepakatan gencatan senjata.
Berdasarkan laporan Amerika Serikat, kedua negara saling mengirimkan drone ke wilayah udara masing-masing.
Provokasi Korut-Korsel
Drone atau pesawat nirawak ini menjadi bagian dari aksi propaganda antara Korut dan Korsel yang belakangan semakin memanas.
Sejumlah aksi propaganda itu, mulai dari aktivis Korsel yang mengirimkan balon udara berisi musik K-pop, selebaran propaganda anti-Kim Jong Un dan uang dollar.
Diketahui, Korut sangat menghindari segala bentuk propaganda. Pemimpin mereka, Kim Jong Un tidak ingin tentara dan masyarakatnya terpengaruh hingga mengubah pandangan mereka mengenai sistem negara terisolasi itu.
Balon berisi selebaran dari Korsel kemudian dibalas Korut dengan mengirim balon berisi sampah seperti plastik, puntung rokok, kertas sampah, kain bekas, pupuk kandang hingga kotoran manusia.
Balon sampah Korut ini juga sukses mengganggu ratusan aktivitas penerbangan di Korsel. Termasuk penerbangan mancanegara mereka.
Aksi ini disebut Korsel sebagai provokasi yang tercela dan tidak logis. Namun, Korsel tak patah arang membalas aksi propaganda tersebut.
Negara itu lantas memasang puluhan speaker atau pengeras suara di kawasan perbatasan mereka.
Pengeras suara ini menyiarkan pesan-pesan politik dan musik pop atau K-Pop dengan radius 10 kilometer. Tujuannya, membalas serangan balon sampah dari Korut.
Pemasangan speaker yang jangkauannya hingga ke Kota Kaesong di Korut ini merupakan bagian dari perang psikologis yang dilancarkan Korsel.
Tak sampai di situ, Korut kemudian membalas Korsel lewat mengerahkan puluhan tentaranya melintasi garis demarkasi militer, atau garis perbatasan kedua negara.
Korut juga disebut membangun tembok dan jalan di zona demiliterisasi tersebut.
Sejumlah aksi propaganda inilah yang membuat hubungan kedua negara yang sempat membaik ini kembali renggang.
Kedua negara yang berbatasan darat itu secara teknis masih berperang hingga kini.
Perang Korea yang terjadi pada 1950-1953 silam hanya berakhir dengan gencatan senjata, bukan sebuah kesepakatan damai.
Editor: Kurniati