Mengungkap Makna Kunjungan Strategis Xi Jinping ke Asia Tenggara

Presiden Tiongkok Xi Jinping dikabarkan akan memulai perjalanan diplomatik penting ke Asia Tenggara (Foto: IG/@xi.jinping_cn).

PARBOABOA, Jakarta - Di tengah ketegangan global yang kian memanas akibat kebijakan tarif Amerika Serikat, Presiden Tiongkok Xi Jinping memulai perjalanan diplomatik penting ke Asia Tenggara. 

Langkah ini dipandang sebagai strategi Beijing untuk memperkuat posisi sebagai mitra ekonomi yang terpercaya di kawasan, sekaligus merespons perubahan dinamika perdagangan internasional.

Para pengamat melihat lawatan ini sebagai respons langsung terhadap kebijakan tarif yang diberlakukan Presiden AS Donald Trump, yang memberikan tekanan besar terhadap sejumlah negara Asia Tenggara. 

Carlyle Thayer, profesor emeritus dari UNSW Canberra pada Kamis (10/04/2025) menyebut bahwa alasan utama Xi melawat ke Asia Tenggara dikarenakan kawasan ini merupakan mitra dagang utama Tiongkok.

Senada dengan Thayer, Lim Tai Wei dari Universitas Soka menyatakan bahwa negara-negara yang paling terkena dampak tarif AS menjadi prioritas dalam kunjungan ini. 

Sebagai contoh, Lim menyebut Kamboja yang terkena dampak hingga 49%, Vietnam 46%, dan Malaysia 24%. Karena itu, wajar bila negara-negara tersebut menjadi tujuan utama Xi.

Dalam keterangan resmi yang diunggah pemerintah Tiongkok, Xi dijadwalkan berkunjung ke Malaysia pada 15–17 April 2025, serta diperkirakan akan melanjutkan kunjungan ke Vietnam dan Kamboja. 

Ini adalah perjalanan luar negeri pertamanya sejak Desember 2023, sekaligus menjadi lawatan tiga negara terbesar sejak ia menjabat pada 2013.

Dalam pernyataannya awal pekan ini, Xi menekankan pentingnya memperkuat kemitraan strategis dengan negara-negara tetangga melalui peningkatan rantai pasokan serta pengelolaan perbedaan secara bijaksana.

Meski demikian, Lim memperingatkan bahwa sambutan dari negara-negara tujuan kemungkinan akan bersifat diplomatis dan penuh kehati-hatian. 

Pernyataan mereka dinilai akan cenderung umum dan diplomatis, mengingat negosiasi tarif impor dengan AS masih berlangsung.

Saat ini, ASEAN telah menjadi mitra dagang terbesar bagi Tiongkok, dengan total nilai perdagangan pada 2024 mencapai US$ 962,98 miliar, atau jauh di atas nilai perdagangan antara AS dan ASEAN yang berada di angka US$ 476,8 miliar.

Namun, persepsi publik terhadap dua kekuatan besar dunia ini masih terbagi. Survei ISEAS (Yusof Ishak Institute) menunjukkan bahwa meskipun China tetap dianggap sebagai kekuatan ekonomi-politik paling dominan, Amerika Serikat kini sedikit lebih disukai sebagai pemimpin kawasan.

Kunjungan Xi kali ini diperkirakan akan difokuskan pada penguatan kerja sama perdagangan, walau kecil kemungkinan akan ada penandatanganan kesepakatan besar. 

Lim menerangkan, Xi jarang tampil sebagai negosiator kesepakatan bisnis. Lawatannya lebih bersifat simbolis dan menunjukkan bahwa Tiongkok punya banyak teman.

Ia juga menambahkan bahwa Xi akan berusaha menggambarkan China sebagai mitra yang stabil dan konsisten, sebagai pembeda dari pendekatan Amerika Serikat yang dinilai makin sulit diprediksi. 

Hal ini terutama disebabkan kebijakan Trump yang belakangan menaikkan tarif impor terhadap China hingga 125%.

Tiongkok juga diperkirakan akan menekankan pentingnya menjaga kelancaran rantai pasokan dan mendorong kolaborasi dalam kerangka Kemitraan Ekonomi Komprehensif Regional (RCEP). 

Selain itu, Beijing ingin mengetahui lebih jauh bagaimana strategi ASEAN dalam menyikapi proteksionisme dagang dari Amerika Serikat.

Di antara negara-negara yang dikunjungi, Kamboja menjadi titik penting, terlebih karena ini merupakan kunjungan pertama Xi sejak Hun Manet menjabat sebagai Perdana Menteri.

Sementara itu, Vietnam menghadapi dilema tersendiri karena sengketa wilayah di Laut China Selatan. Namun, tekanan tarif dari Amerika bisa membuka ruang bagi Tiongkok untuk mempererat hubungan dengan Hanoi. 

Terkait hal ini, Lim menyebut bahwa Vietnam akan terus menerapkan "diplomasi bambu", fleksibel tetapi kuat untuk menjaga keseimbangan antara AS dan China.

Malaysia, sebagai ketua ASEAN tahun ini, juga memainkan peran strategis. Dengan sejumlah proyek infrastruktur berskala besar yang didukung Tiongkok, negara ini dianggap penting dalam membangun dukungan politik kawasan terhadap Beijing.

Di sisi lain, Amerika Serikat baru-baru ini memberikan jeda tarif selama 90 hari untuk beberapa negara, tetapi tetap menaikkan tarif terhadap produk dari Tiongkok. 

Hal ini justru memperkuat citra Beijing sebagai pembela perdagangan global yang terbuka, sebuah peran yang sebelumnya melekat pada Washington.

Karuppannan, mantan diplomat Malaysia mengafirmasi bahwa posisi Beijing yang kini justru memperjuangkan sistem perdagangan terbuka, sementara Washington mulai menerapkan proteksionisme. 

Ia menyindir perubahan peran global, di mana China yang dulunya dituding tertutup kini justru membuka diri terhadap dunia, sementara AS malah menarik diri dan menutup akses dagangnya.

Bagaimana dengan Indonesia?

Sebelumnya, Presiden China Xi Jinping dikabarkan telah melakukan panggilan telepon dengan Presiden terpilih Indonesia, Prabowo Subianto pada Minggu (13/04/2025).

Keduanya memanfaatkan kesempatan tersebut untuk bertukar pandangan serta saling mengucapkan selamat atas peringatan 75 tahun hubungan diplomatik antara Indonesia dan China.

Mengutip laporan dari Xinhua, Xi menyampaikan kepada Prabowo bahwa hubungan kedua negara telah menunjukkan kemajuan luar biasa. Ia menilai ikatan bilateral dan kerja sama yang terjalin antara rakyat China dan Indonesia kian solid.

Xi juga menekankan pentingnya kemitraan kedua negara dalam konteks global. 

Sebagai dua negara berkembang utama yang memiliki peran besar di kawasan Global South, menurut Xi, kolaborasi antara China dan Indonesia memiliki dampak strategis dan relevansi internasional yang signifikan.

Presiden China tersebut menambahkan bahwa ia menaruh perhatian besar terhadap arah hubungan bilateral dengan Indonesia. 

Ia menyatakan kesiapannya untuk memperkuat kerja sama mendalam dengan pemerintahan Prabowo dan meningkatkan sinergi di berbagai forum multilateral.

Sementara itu, Prabowo menegaskan bahwa hubungan persahabatan dan kerja sama antara Indonesia dan China telah berkembang kuat, terutama dalam lima sektor utama, yakni politik, ekonomi, pertukaran sosial dan budaya, kelautan, serta keamanan. 

Ia juga mengutarakan harapannya agar kerja sama kedua negara semakin erat di masa depan, sehingga dapat berkontribusi positif terhadap perdamaian dan stabilitas dunia.

Editor: Defri Ngo
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS