Masalah Akses Air Bersih di Jakbar: Minimnya Pelayanan hingga Privatisasi

Pemenuhan terhadap akses air bersih dan layak dikonsumsi masih menjadi masalah mendasar di DKI Jakarta. (Foto: PARBOABOA/Faisal Bachri)

PARBOABOA, Jakarta - Pemenuhan terhadap akses air bersih dan layak masih menjadi masalah mendasar di DKI Jakarta.

Seperti yang dialami Gustri, warga Pesing Poglar RT02/RW02, Jakarta Barat ini mengeluhkan minimnya akses air bersih dan layak konsumsi di wilayah itu.

Apalagi menurut Gustri, kondisi tersebut telah berlangsung lama.

"Untuk memenuhi kebutuhan konsumsi, saya terpaksa membeli air," katanya kepada PARBOABOA.

Sedangkan untuk kebutuhan sanitasi, Gustri mengaku harus menampung air yang hanya keluar di jam-jam tertentu.

“Padahal air itu kan kebutuhan utama. Enggak bisa kalo itung-itungan harga. Di rumah, air siang nyala trus kadang malam. Nanti ada lagi kalo malam jam 11. Jadi ada di jam-jam sekian,” jelas dia.

Kondisi serupa juga dialami Nino, warga RT 11 RW 03, Kampung Kalimati, Jakarta Barat yang mengakui air hanya mengalir di jam-jam tertentu.

“Kadang siang ditampung. Udah pada tahu, air mati magrib, ditampung. Kalo baru nyala, bau kaporit, tunggu dulu sepuluh menit baru ilang,” ucapnya.

Nino mengatakan, biaya yang dikeluarkan untuk kebutuhan air bersih di rumahnya mencapai Rp50 ribu per bulan.

“Enggak terlalu masalah banget, masih bisa teratasi kalau enggak sepenuhnya mati. Apakah bisa nyala terus atau harus bergantian? Ini prosedur atau kenapa?" tanyanya.

Sementara di Rusunawa Pesakih, Jakarta Barat, juga mengeluhkan hal yang sama. Di rusunawa tersebut, air PDAM bahkan tidak bisa dikonsumsi.

Warga Kampung Kalimati, Jakarta Barat mengeluhkan minimnya akses air bersih yang layak dikonsumsi. (Foto: PARBOABOA/Faisal Bachri) 

Seperti yang disampaikan Ketua RT Blok F Rusunawa Pesakih, Rudi.

“Perlahan mulai membaik karena udah dicampur-olah, tapi tetap enggak bisa. Layak buat mandi aja,” imbuhnya.

Hal tersebut membuat Rudi harus mengeluarkan biaya sekitar Rp350 ribu hanya untuk kebutuhan air bersih. Ia merinci, untuk bayaran PDAM berkisar Rp90 ribu hingga Rp110 ribu per bulan.

"Untuk keperluan masak dan minum, terpaksa membeli air galon isi ulang," katanya.

Sementara itu, peneliti Koalisi untuk Hak Atas Air (Kruha), Sigit Karyadi Budiono mengatakan, Pemprov DKI Jakarta seringkali melakukan pelanggaran hak warga atas air secara sistematis.

Bahkan kondisi tersebut bisa mendorong impunitas terhadap perusahaan yang menguasai bisnis ini.

“Korporasinya kebal dari hukuman negara,” katanya kepada PARBOABOA.

Tidak hanya itu, biasnya infrastruktur air bersih juga kerap diabaikan pemerintah.

“Ini udah negara enggak niat melakukan layanan publik dengan benar. Ketika dulu di Jakarta ada gugatan, memang, ada momen untuk memperbaiki layanan air secara menyeluruh. Tapi enggak dilakukan, justru malah melanjutkan proses privatisasi dan lain sebagainya,” kata Sigit.

Ia mencontohkan, di Jakarta Utara, warga harus menunggu air mengalir di jam-jam tertentu.

"Selain itu, terdapat distribusi air master meter yang menyebabkan komersialisasi air lebih parah," imbuh Sigit.

PARBOABOA berupaya menghubungi Direktur Utama PAM Jaya, Arief Nasruddin. Namun hingga berita ini dipublikasikan, belum ada jawaban dari yang bersangkutan.

Editor: Kurniati
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS