PARBOABOA, Jakarta - Masoud Pezeshkian, seorang ahli bedah jantung yang moderat dan dikenal low-profile resmi terpilih menjadi Presiden Iran.
Ia akan menjadi presiden kesembilan di Iran, setelah Ebrahim Raisi.
Pezeshkian mengalahkan Saeed Jalili dalam putaran kedua Pilpres Iran yang berlangsung, Jumat pekan lalu.
Saat ini ia menjadi tumpuan harapan jutaan warga Iran yang mendamba pengurangan pembatasan kebebasan sosial dan kebijakan luar negeri yang pragmatis.
Mereka juga berharap Pezeshkian mampu mengembalikan pluralisme politik dalam negeri dan berakhirnya isolasi Iran di luar negeri.
Selama ini, pluralisme di Iran dibatasi Pemimpin Tertinggi mereka, Ayatollah Ali Khamenei.
Kepala Universitas Ilmu Kedokteran Tabriz Iran ini menang dengan basis konstituen kelas menengah perkotaan dan generasi muda.
Mereka adalah kaum yang mengalami kekecewaan besar imbas penindasan serta pembungkaman perbedaan pendapat publik terhadap ortodoksi Islam selama bertahun-tahun.
Pezeshkian juga didukung kubu reformis yang dipimpin mantan Presiden Mohammad Khatami dalam pemilu.
Ahli bedah jantung berusia 69 tahun itu juga berjanji meredakan ketegangan dengan sejumlah negara berpengaruh dunia.
Ia juga disebut akan menghidupkan kembali negosiasi perjanjian nuklir tahun 2015 yang sempat terhenti, termasuk meningkatkan prospek liberalisasi sosial dan pluralisme politik.
Selain di dalam negeri, sosok Pezeshkian juga disambut negara-negara besar dan berpengaruh dunia.
Harapannya, pengganti Ebrahim Raisi yang meninggal karena kecelakaan helikopter ini, dapat mengambil jalan damai untuk keluar dari ketegangan terkait program nuklir yang berkembang pesat di negara itu.
Tak hanya itu, sebagai anggota parlemen sejak 2008, Pezeshkian juga mendukung hak-hak sesama etnis minoritas.
Kombatan perang Iran-Irak pada 1980 ini juga pernah mengkritik penindasan yang dilakukan oleh para ulama terhadap perbedaan pendapat politik dan sosial.
Di 2022 lalu, Pezeshkian bahkan menuntut klarifikasi dari pihak berwenang tentang kematian Mahsa Amini yang memicu kerusuhan selama berbulan-bulan di Iran.
Mahsa merupakan seorang perempuan yang meninggal dalam tahanan setelah ditangkap karena diduga melanggar undang-undang yang membatasi pakaian perempuan.
Presiden terpilih Iran, Pezeshkian juga berjanji menghidupkan kembali perekonomian yang lesu akibat salah urus dan berbagai sanksi dari Amerika Serikat.
Diketahui, pada 2018, Presiden AS saat itu, Donald Trump, membatalkan perjanjian nuklir karena tak kunjung terciptanya negosiasi.
Imbasnya, AS menerapkan sanksi ekonomi terhadap Iran dan mendorong negara itu semakin melanggar sejumlah pembatasan dalam perjanjian nuklir tersebut.
Namun, sejumlah warga meragukan Menteri Kesehatan Iran periode 2001-2005 ini mampu melawan teokrasi atau prinsip ilahi yang saat ini berkuasa di Iran, mengingat kekuasaan presiden terpilih seringkali dibatasi kekuasaan Ayatollah Ali Khamenei, pemimpin tertinggi Iran.
Selama ini, Iran berada di bawah sistem pemerintahan ganda, yaitu pemerintahan ulama dan republik.
Dengan sistem tersebut, presiden tidak dapat melakukan perubahan besar terkait kebijakan program nuklir Iran atau mendukung kelompok milisi di Timur Tengah, karena Khamenei mengambil alih semua urusan negara.
Namun, presiden terpilih dapat memengaruhi kebijakan Iran dan akan terlibat dalam memilih penerus Khamenei.
Dalam kampanyenya, Pezeshkian juga mengaku akan setia pada pemerintahan teokratis Iran dan tidak berniat menghadapi kelompok keamanan yang kuat dan para ulama yang berkuasa.
Masoud Pezeshkian meraih 16.384.403 suara, mengalahkan Saeed Jalili dari partai konservatif yang hanya meraih 13.538.179 suara di putaran kedua.
Pelantikannya sendiri akan berlangsung pada 4 atau 5 Agustus di hadapan parlemen Iran.
Adapun masa jabatan Presiden Iran ini berlangsung selama 4 tahun dan dapat diperpanjang selama 1 kali. Artinya, Masoud Pezeshkian akan memimpin Iran untuk periode 2024-2028.
Editor: Kurniati