Melihat Kemungkinan Wacana Dua Poros Koalisi di Pilpres 2024

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Ray Rangkuti dan Wakil Ketua Umum PAN Viva Yoga Mauladi. (Foto: PARBOABOA/Andy Tandang)

PARBOABOA, Jakarta - Wacana Pilpres 2024 hanya akan diikuti dua poros koalisi pengusung mulai mencuat ke publik beberapa hari ini.

Wacana ini pertama kali digulirkan Waketum PKB, Jazilul Fawaid, usai Demokrat bergabung ke Koalisi Indonesia Maju (KIM) dan mendukung Prabowo Subianto.

Analisis Jazilul berangkat dari konstelasi politik di internal sejumlah koalisi yang hingga hari ini belum menentukan calon wakil presiden (cawapres).

Menurut Jazilul, sebetulnya tidak ada kesulitan untuk memutuskan cawapres jika melihat peta capres dan partai pendukung yang tidak berubah. Tetapi yang sulit itu, kata Jazilul, membuat Pilpres hanya diikuti dua poros.

Wacana tersebut terus dihembuskan hingga berlanjut pada munculnya ide peleburan koalisi antara Prabowo Subianto dan Ganjar Pranowo.

Direktur Eksekutif Lingkar Madani, Ray Rangkuti, masih belum yakin wacana dua poros bakal terjadi di Pilpres 2024 mendatang.

Menurutnya, elektabilitas Prabowo dan Ganjar di sejumlah survei masih cukup tinggi, hanya selisih dua atau tiga persen di margin error.

"Menyatukan keduanya malah jadi aneh. Orang yang sama-sama memiliki kemampuan untuk dapat memenangkan Pilpres malah disatukan dalam satu perahu. Itu gak masuk logika kompetisi kita," ungkap Ray di Kantor Formappi, Matraman, Jakarta Timur, Rabu (27/9/2023).

Di sisi lain, dengan selisih elektabilitas yang cukup tipis antara Prabowo dan Ganjar, kata Ray, akan menyulitkan kedua poros untuk menentukan sosok cawapres.

Ray mengatakan, kedua poros, baik dari Koalisi Indonesia Maju maupun PDIP, tentu tak mudah untuk legowo menerima jagoannya dipasangkan sebagai cawapres.

"Bukan hanya wakil presiden itu komposisinya tidak terlalu kuat, tetapi ini berkaitan juga dengan marwah partai politik yang mengusungnya," kata Ray.

PDIP, misalnya, partai dengan perolehan kursi dan suara terbanyak yang mampu meloloskan sendiri calon presidennya malah mendapatkan posisi kedua di koalisi itu.

"Misalnya, masa sih PDIP mau harus menjadi orang kedua di dalam koalisinya Pak Prabowo. Rasanya itu tak pernah terbayang oleh kita," katanya.

Di sisi lain, kata Ray, tidak ada ancaman serius yang mengharuskan keduanya bersatu, kecuali dengan membangun asumsi, bahwa di luar sana ada kekuatan yang dapat mengancam cita-cita politik kaum nasionalis.

Namun, narasi itu tidak terlalu kuat, karena hingga saat ini tiga pasangan capres, kata Ray, semuanya mengambil ceruk pemilih di kelompok-kelompok nasionalis itu.

Ray memamparkan, kalau pun diandaikan Anies merupakan perwakilan kelompok Islam politik, tapi faktanya dia lebih banyak masuk ke tengah ketimbang berada di kanan.

Artinya, Anies akan lebih banyak mengangkat isu-isu yang berkaitan dengan nasionalisme dibandingkan dengan isu sektoral primordial.

"Anies juga kelihatan mencegah-isu-isu itu, untuk ketemu tokoh-tokoh itu, Anies Baswedan kelihatannya belum mau. Jadi lebih banyak masuk ke kampus-kampus berhubungan dengan kelompok nasionalis," kata Ray.

Selain itu, kalau pun dua poros koalisi itu terbentuk, kata Ray, mengandaikan adanya satu kekuatan politik besar yang memaksa hal itu terjadi.

"Nah, siapa dia, yang bisa memaksa Pak Prabowo, siapa dia yang bisa memaksa Ibu Mega. Kondisi yang kayak gini menurut saya sulit gitu," terang Ray.

Publik bahkan tidak pernah mendengar ada satu kekuatan besar dalam pengertian struktural yang bisa memaksa Megawati kecuali  melihat keriuhan cuitan publik di media sosial.

"Hal ini bisa dilihat dari keputusan Mega yang memilih Ganjar daripada Puan setelah melihat suara publik," katanya.

Ray juga mempertanyakan apakah para pendukung kedua poros koalisi ini menginginkan penyatuan Ganjar dan Prabowo. 

"Khususnya di pendukung Pak Prabowo kelihatannya akan sulit menerima bahwa Pak Prabowo akan dipersatukan dengan Ganjar, begitu juga di pemilih Ganjar akan sulit menerima jika dipasangkan dengan Prabowo," kata Ray.

Selain itu, pemilih Prabowo juga akan kesulitan memilih Ganjar, begitu pun sebaliknya, pemilih Ganjar akan sulit pindah memilih ke Prabowo. 

"Alih-alih mendukung hal tersebut mereka mungkin akan memilih jalan gol put atau jalan ketiga karena kecewa dengan hal ini," tegasnya.

Senada,  Wakil Ketua Umum PAN, Viva Yoga Mauladi, juga menepis soal wacana dua poros koalisi di Pilpres 2024.

"Seperti melukis di langit, seperti pungguk merindukan bulan, menggatang asap," katanya.

Menurutnya, konfigurasi Pilpres sebetulnya sudah selesai terbentuk. Sayangnya, sesuatu yang sudah selesai, kata dia, kemudian diamplifikasi seolah-olah akan terjadi proses koalisi yang tidak akan pernah selesai. 

"Sejak Partai Demokrat secara resmi mendeklarasikan dukungan ke Prabowo, menurut saya proses untuk penentuan koalisi di Pilpres itu sudah selesai sebenarnya," katanya dalam kesempatan yang sama.

Viva mengatakan, Koalisi Indonesia Maju saat ini sedang menunggu pendaftaran ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang akan dibuka pada 19 Oktober 2023. 

Sementara itu, Pengamat Politik dari Formappi, Lucius Karus, masih menyimpan keraguan bahwa koalisi yang terbentuk saat ini sudah final.

Menurutnya, masih ada potensi peta koalisi di Pilpres berubah di waktu yang tersisa hampir sebulan ini.

"Potensi koalisi itu masih berubah. Masih banyak sekali kondisi labil menuju hari pendaftaran capres cawapres. Ruang bagi kemungkinan perubahan peta politik itu masih terbuka," kata Lucius.

Lucius melihat belum adanya perubahan elektabilitas yang signifikan khsusunya dari Prabowo dan Ganjar, meskipun sudah melakukan sejumlah manuver.

"Di Pak Prabowo misalnya sudah ada begitu banyak partai yang jadi anggota koalisi tidak memberikan efek pada semakin bertambahnya elektabilitas," kata Lucius.

Hal yang sama terjadi di kubu Ganjar yang meski sudah melakukan sosialisasi dan turun ke akar rumput, tapi elektabilitasnya cenderung stagnan. 

Kalau pertimbangan elektabilitas itu menjadi sangat penting, kata Lucius, ini menjadi bahan refleksi bagi anggota koalisi yang sudah punya capres.

"Peluang utak-atik peta koalisi itu masih mungkin di waktu tersisa di hari pendafataran," katanya.

Editor: Andy Tandang
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS