Menakar Peluang Indonesia Jatuh ke Jurang Resesi dan Jadi Pasien IMF

Kemampuan Indonesia dalam menghadapi berbagai ketidakpastian global dan resesi dianggap jauh dari kemungkinan menjadi pasien IMF. (Foto: Istock/fotosipsak)

PARBOABOA, Jakarta - Kemampuan Indonesia dalam menghadapi berbagai ketidakpastian global dan resesi dalam beberapa tahun terakhir telah membuatnya menjadi salah satu negara tangguh.

Bahkan, Indonesia dianggap jauh dari kemungkinan menjadi pasien International Monetary Fund (IMF). 

Hal ini didukung oleh data Badan Pusat Statistik (BPS), yang menunjukkan bahwa perekonomian Indonesia berdasarkan Produk Domestik Bruto (PDB), tumbuh mencapai 5,03 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) pada kuartal I-2023. 

Pada kuartal II-2023, perekonomian tumbuh mencapai 5,17 persen yoy. Sementara pada kuartal III-2023, pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,94 persen yoy.

Namun, pertumbuhan kuartal III telah menimbulkan kekhawatiran karena mengalami perlambatan dibandingkan periode sebelumnya. 

Amalia Adininggar, Pelaksana Tugas Kepala BPS, mengungkapkan bahwa pertumbuhan tahunan Indonesia tidak berhasil mempertahankan level di atas 5 persen seperti yang terjadi selama 8 kuartal berturut-turut. 

Ini terjadi di tengah tantangan pertumbuhan global yang lebih lambat dan masalah seperti perubahan iklim serta penurunan ekspor komoditas utama.

Meskipun beberapa negara mitra dagang utama Indonesia mengalami pertumbuhan yang lebih lambat pada kuartal III-2023 dibandingkan dengan kuartal II, seperti China dan India, angka pertumbuhan ini tetap lebih rendah dari proyeksi pemerintah yang sebelumnya memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan mencapai di atas 5 persen.

Di sisi lain, Bank Indonesia (BI) mengumumkan bahwa cadangan devisa Indonesia pada akhir Oktober 2023 tetap tinggi, meskipun mengalami penurunan dibandingkan dengan bulan sebelumnya. 

Pada akhir Oktober, cadangan devisa Indonesia mencapai 133,1 miliar dolar AS, sedikit lebih rendah daripada posisi pada akhir September 2023 yang mencapai 134,9 miliar dolar AS. 

Penurunan ini disebabkan oleh beberapa faktor, termasuk pembayaran utang luar negeri pemerintah yang memerlukan sejumlah dana dari cadangan devisa.

Belum lagi masalah pengangguran yang masih menjadi tantangan serius di Indonesia. Menurut laporan terbaru BPS, angka pengangguran telah mencapai 7,86 juta orang per Agustus 2023. 

Meskipun terus menurun, angka ini masih lebih tinggi dibandingkan periode sebelum pandemi pada Agustus 2019 yang mencatatkan 7,1 juta orang menganggur.

Lalu, Akankah Indonesia Jadi Pasien IMF?

Setiap negara tentu berpeluang menjadi pasien IMF, begitu juga dengan Indonesia. Namun, semua itu tergantung penguatan negara tersebut. 

Menurut Ekonom Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kondisi perekonomian Indonesia sangat dinamis, sehingga perlu penguatan fundamental ekonomi agar indonesia tidak masuk menjadi pasien IMF.

Pengukuran fundamental ekonomi tersebut salah satunya, didasarkan pada indikator pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Selain itu, pemerintah perlu mengejar ketertinggalan, karena pesaing di wilayah Asean seperti Vietnam dan Filipina masing-masing mencatatkan pertumbuhan 7,7 persen dan 7,4 persen pada kuartal yang sama.

Lebih lanjut, menurut Bhima, kerentanan pangan perlu dijawab dengan peningkatan alokasi subsidi pupuk, memastikan pangan lokal mampu mengurangi ketergantungan impor, dan bantuan pembiayaan lebih besar bagi petani tanaman pangan.

"Pemerintah harus melakukan percepatan koordinasi kebijakan dalam rangka antisipasi resesi maka sebaiknya dibentuk paket kebijakan khusus," ujar Bhima kepada PARBOABOA, Rabu (8/11/2023).

Kebijakan tersebut di antaranya, relaksasi pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) dari 11 persen menjadi 8 persen, penambahan alokasi dana perlinsos.

Selanjutnya, bantuan subsidi bunga lebih besar bagi usaha mikro kecil menengah (umkm), subsidi uang muka ditambah untuk properti, hingga subsidi upah bagi pekerja sektor informal.

"Hingga saat ini, respons terhadap ancaman resesi masih kurang terkoordinasi," ungkapnya.

Sebagai contoh, dana kompensasi untuk mengatasi kenaikan harga BBM terlihat belum efisien, meskipun masalahnya bukan terkait dengan inflasi akibat kenaikan harga BBM.

Namun demikian, pemerintah Indonesia telah berupaya keras dengan merancang serangkaian kebijakan fiskal dan moneter guna mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian global. 

Langkah-langkah stimulus ekonomi telah diambil dengan mengutamakan perlindungan terhadap industri inti, serta dengan meningkatkan investasi dalam infrastruktur dan teknologi.

Sebagai informasi, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengungkapkan sudah ada 96 negara yang sudah menjadi pasien IMF.

Adapun beberapa negara-negara yang telah menghadapi krisis utang atau gagal bayar pinjaman internasional, di antaranya Mesir, El Savador, Ghana, Lebanon, Malawi, Pakistan, Tunisia, Sri Lanka, Ukraina, dan Zambia.

Editor: Wenti Ayu
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS