Mengenal UU Deforestasi, Aturan Eropa yang Diminta Jokowi untuk Dihapus

Jokowi meminta kepada Perdana Menteri Belanda untuk menghapus kebijakan Anti Deforestasi di sela KTT G20 di India pada Sabtu (9/9/2023). (Foto: Instagram/smindrawati)

PARBOABOA, Jakarta - Dalam pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Belanda, Mark Rutte dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 di New Delhi, India, pada 9 September 2023 lalu, Jokowi meminta Pemerintah Uni Eropa (UE) untuk menghapus kebijakan Anti Deforestasi.

Kebijakan ini dinilai merugikan Indonesia karena berpotensi memperlambat perdagangan komoditas seperti sawit, kakao, kopi, dan lain sebagainya.

Selain meminta dihapusnya deforestasi, Jokowi juga meminta dukungan dari Belanda dalam pengembangan teknologi rendah karbon dan upaya untuk bergabung sebagai anggota Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (Organization for Economic Cooperation and Development/OECD).

Presiden Jokowi berharap agar Belanda dapat mendukung upaya tersebut, baik dalam pengembangan teknologi rendah karbon maupun upaya untuk menjadi anggota OECD.

Namun, Apa Sebenarnya UU Anti Deforestasi?

Pada 16 Mei 2023, Uni Eropa (UE) resmi menerapkan undang-undang ini dengan tujuan memastikan bahwa produk yang masuk ke UE berasal dari sumber yang legal dan tidak menyebabkan deforestasi atau kerusakan hutan.

Undang-undang ini juga bertujuan untuk memastikan bahwa konsumsi dan perdagangan di UE tidak berkontribusi terhadap deforestasi di manapun.

Deforestasi sendiri adalah proses penghilangan atau pengurangan luas hutan secara signifikan di suatu wilayah atau daerah.

Ini terjadi ketika pohon-pohon dan vegetasi hutan ditebang atau dibakar dengan tujuan untuk mengubah lahan hutan menjadi penggunaan lahan lain, seperti perkebunan, pertanian, pemukiman, atau industri.

Implementasi undang-undang ini telah berdampak pada ekspor produk sawit ke UE, menyebabkan penurunan harga sawit di pasar global.

Hal ini disebabkan oleh salah satu pasal dalam undang-undang yang dinilai merugikan petani sawit, karena aturannya dianggap tidak adil karena hanya menargetkan petani di luar Eropa.

Editor: Atikah Nurul Ummah
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS