Sah! MK Putuskan Pemilu 2024 Tetap Gunakan Sistem Proporsional Terbuka

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman saat membacakan putusan permohonan perubahan sistem pemilu proporsional terbuka jadi tertutup, Kamis (15/6/2023). (Foto: Humas MK)

PARBOABOA, Jakarta - Mahkamah Konstitusi menolak permohonan perubahan sistem pemilu proporsional terbuka menjadi tertutup yang teregistrasi dengan nomor 114/PPU/XX/2022.

"Amar putusan, mengadili: dalam provisi, menolak permohonan provisi para pemohon. Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," ujar Hakim Ketua MK, Anwar Usman dalam sidang putusan di Jakarta, Kamis (15/6/2023).

Majelis beranggapan, sistem pemilu proporsional terbuka yang termuat Pasal 168 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tidak bertentangan dengan Pasal 18 ayat (3) dan Pasal 19 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sebagaimana didalilkan pemohon.

Pemohon yaitu Demas Brian Wicaksono yang merupakan kader PDI Perjuangan, Yuwono Pintadi, kader Partai NasDem, Fahrurrozi, Ibnu Rachman Jaya, Riyanto, dan Nono Marijono, mendalilkan sistem proporsional terbuka membuat peran partai politik (Parpol) terdistorsi dan dikesampingkan. Pemohon menilai, calon DPR atau DPRD terpilih adalah yang mendapat suara terbanyak, bukan ditentukan oleh partai politik.

Majelis Hakim beranggapan, dalil pemohon berlebihan. Sebab, sampai sejauh ini Parpol masih dan tetap memiliki peran sentral yang memiliki otoritas penuh di proses seleksi dan penentuan bakal calon termasuk penentuan nomor urut calon anggota legislatif sebagaimana termuat dalam Pasal 241, Pasal 243, dan Pasal 246 UU Nomor 7 Tahun 2017.

Selain itu, menurut majelis, parpol juga punya kewenangan untuk mengevaluasi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antar waktu (PAW) yang diatur dalam Pasal 240 ayat (1) dan Pasal 356 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2019 tentang MD3.

Selanjutnya, pemohon mendalilkan bahwa penyelenggaraan pemilu dengan sistem proporsional terbuka telah memperluas terjadinya politik uang (money politics) dan tindak pidana korupsi.

Mahkamah berpendapat, sistem pemilu apapun, baik terbuka atau tertutup, sama-sama berpotensi terjadinya politik uang.

"Misalnya, dalam sistem proporsional tertutup, praktik politik uang sangat mungkin terjadi di antara elite partai politik dengan para calon anggota legislatif yang berupaya dengan segala cara untuk berebut 'nomor urut calon jadi' agar peluang atas keterpilihan semakin besar," kata hakim anggota, Saldi Isra yang membacakan pertimbangan putusan secara bergantian dengan tujuh hakim lain.

Begitu juga dengan sistem proporsional terbuka, memiliki peluang terjadinya politik uang. Dalam hal ini, bakal calon yang memiliki sumber daya finansial besar dapat memanfaatkannya untuk mempengaruhi pemilih.

Dengan keputusan MK ini, maka pemilu yang digelar di 2024 mendatang akan berdasarkan sistem proporsional terbuka, di mana rakyat bebas memilih anggota DPR atau DPRD mereka inginkan.

Meski begitu, hakim konstitusi Arief Hidayat menyatakan pendapat berbeda (Dissenting Opinion) terhadap putusan tersebut. Ia mengusulkan bahwa Indonesia sebaiknya menganut sistem pemilu proporsional terbuka terbatas.

"Setelah lima kali menyelenggarakan Pemilu, dilakukan evaluasi, perbaikan dan perubahan pada sistem proporsional terbuka yang telah 4 kali diterapkan, yakni pada Pemilu 2004, 2009, 2014, dan 2019. Peralihan sistem pemilu dari proporsional terbuka ke proporsional terbuka terbatas diperlukan," ujar hakim Arief.

Menurut Arief, dari perspektif filosofis dan sosiologis, pelaksanaan sistem proporsional terbuka selama ini ternyata didasarkan pada demokrasi yang rapuh, karena para calon anggota legislatif bersaing tanpa etika dan menghalalkan segala cara agar terpilih.

Hakim Arief lantas mengusulkan sistem proporsional terbuka terbatas dapat dilaksanakan pada Pemilu 2029 mendatang, bukan di Pemilu 2024.

"Berdasarkan pertimbangan itu, saya berpendapat bahwa permohonan pemohon beralasan menurut hukum untuk sebagian oleh karenanya harus dikabulkan sebagian.

Adapun para hakim konstitusi yang membacakan putusan ini di antaranya Anwar Usman selaku ketua merangkap anggota, Saldi Isra, Arief Hidayat, Suhartoyo, Mahanan M.P. Sitompul, Enny Nurbaningsih, Daniel Yusmic P. Foekh, dan M. Guntur Hamzah.

Editor: Kurnia
TAG :
Baca Juga
LIPUTAN KHUSUS