PARBOABOA, Jakarta - Fenomena kawin kontrak lazim terjadi di beberapa wilayah, seperti misalnya di Cipanas Kabupaten Cianjur.
Liputan khusus PARBOABOA pada Senin (30/09/2024) menghadirkan kisah Naya dan Dinar, bukan nama sebenarnya, yang mengalami kawin kontrak.
Mereka dinikahi secara temporal oleh beberapa pria Timur Tengah seperti Arab Saudi, Kuwait, Bahrain dan Qatar. Akad nikahnya pun hampir mirip dengan pernikahan pada umumnya.
"Hanya saja, saksi-saksi serta penghulu yang terlibat merupakan pihak bayaran. Mereka biasanya adalah calo atau yang dikenal sebagai 'biong' oleh warga setempat," tulis PARBOABOA.
Meski begitu, baik Naya maupun Dinar menyebut, pekerjaan mereka sebagai istri kontrak tak begitu rumit. Mereka hanya memenuhi nafkah batin dan mood sang suami.
“Urusan dapur sepenuhnya diserahkan kepada pembantu. Kebutuhan keuangan pun tercukupi. Naya bahkan beberapa kali diajak suami berbelanja barang-barang mewah,” lanjut PARBOABOA.
Namun demikian, persoalan besar justru terjadi di akhir masa kontrak. Janji menerima mahar seperti yang ditentukan sejak awal ternyata tidak sesuai kesepakatan.
Naya yang semula menjanjikan menerima uang sebesar 10 juta rupiah, ternyata hanya menerima uang 4 juta rupiah. Ia kaget karena tak sesuai perjanjian awal.
Dari pihak 'biong', ia mendapat informasi bahwa uang tersebut dipotong untuk membayar saksi dan penghulu yang sebelumnya terlibat dalam akad nikah.
Ia kecewa, namun tak bisa berbuat banyak. Selepas menerima uang, ia akhirnya memutuskan untuk kembali ke kampung halamannya di Garut.
Kisah Naya membuka dugaan bahwa praktik kawin kontrak sesungguhnya tersembunyi di balik bisnis penjualan orang ( perdagangan manusia ).
Cahya Wulandari dan Sonny Saptoajie Wicaksono (2014) mendefinisikan perdagangan manusia sebagai perdagangan manusia untuk tujuan komersial, eksploitasi atau kerja paksa.
Tindakan tersebut terjadi dalam skema pengintaian, pengiriman, transmisi, penipuan, penipuan, dan perlindungan kekuasaan atau posisi rentan.
Frasa 'penipuan' umumnya menjadi karakter utama yang melandasi perdagangan manusia . Korban rentan mengalami penipuan karena diiming-imingi oleh biaya tertentu.
Bentuk-bentuknya pun beragam, mulai dari adopsi, pemesanan mempelai perempuan atau permintaan dari tempat-tempat tertentu untuk dijadikan istri kontrak (Syafaat, 2003:14).
Pertanyaannya kemudian, apa saja motif yang mendasari praktik kawin kontrak di Cipanas, Kabupaten Cianjur?
Motif Kawin Kontrak
Motif adalah alasan yang melatarbelakangi terjadinya suatu peristiwa. Kuswarno (2013) membaginya ke dalam dua bentuk, yakni motif masa lalu ( karena motif ) dan motif masa yang depan ( sesuai motif ).
Pertama , motif masa lalu ( karena motif ) adalah sekelompok penyebab yang melatari terjadinya kawin kontrak. Salah satu motif masa lalu adalah dorongan orang tua.
Penelitian Rubyasih (2014) menampilkan bahwa kepatuhan anak kepada orang tua membuka ruang terjadinya kawin kontrak. Anak kemudian menjadi korban karena 'dijual' orang tuanya sendiri.
Motif lainnya adalah kondisi ekonomi keluarga. Kisah Naya dan Dinar secara jelas menunjukkan bahwa kawin kontrak dilatarbelakangi oleh faktor ekonomi keluarga yang berkekurangan.
“Untuk memperbaiki gubuk di Garut. Soalnya sudah banyak yang rusak. Kasihan keluarga,” ungkap Naya kepada PARBOABOA.
Dorongan memenuhi kebutuhan keluarga akhirnya mendesak Naya untuk pindah ke Kota Santri, meski hanya berbekal pakaian di badan.
Begitu pula dengan Naya, tekanan ekonomi yang menghimpit keluarga membuat Dinar terpaksa menerima tawaran kontrak kawin.
Ia mengakui bahwa kawin kontrak memberikan bantuan signifikan bagi keuangan keluarganya. Rumah orang tua di Sukabumi bahkan direnovasi oleh suami keempatnya pada waktu itu.
Motif lain adalah pernah melakukan praktik serupa sebelumnya. Perempuan korban kawin kontrak cenderung mengulangi perbuatannya ketika dianggap sebagai profesi yang menguntungkan.
Baik Naya maupun Dinar mengalami hal serupa. Naya terlibat praktik kawin kontrak sebanyak 2 kali, meskipun sebelumnya pernah dikecewakan. Sedangkan Dinar baru saja 4 kali terlibat praktik ini.
Pengalaman pernah menjalani kawin kontrak, tak dipungkiri membuat perempuan merasa nyaman. Apalagi bayaran yang diperoleh sangat lumayan, untuk tidak menyebut luar biasa.
Kedua , motif masa depan ( motif berurutan ) yaitu motif yang mendorong individu untuk melakukan kawin kontrak dengan harapan mencapai manfaat tertentu di masa depan.
Motif masa depan terurai ke dalam beberapa hal lagi, seperti upaya menghindari zina. Kawin kontrak menjadi pembenaran untuk melakukan hubungan badan agar tidak disebut zina.
Motif ini dapat ditemukan, baik dari pihak laki-laki maupun perempuan yang terlibat dalam perkawinan kontrak.
Meskipun demikian, perkawinan tersebut sebenarnya merupakan rekayasa. Perkawinan dilakukan dengan tata cara Islam, namun orang-orang yang berperan merupakan “tim” khusus yang dipersiapkan mengurus perkawinan.
Sekalipun suami istri menjalankan hak dan kewajiban layaknya pasangan dalam perkawinan sah, ada unsur batas waktu serta ke materi yang justru bertolak belakang dengan prinsip Islam.
Tujuan menyenangkan orang tua juga termasuk dalam motif masa depan. Perempuan terpaksa melakukan kawin kontrak karena keinginan untuk menyenangkan orang tua.
Terakhir, sebagai profesi untuk mendapatkan banyak uang dalam waktu singkat. Besarnya jumlah mahar yang diberikan laki-laki Arab tak jarang menjadi alasan terjadinya kawin kontrak.
Selain itu, kebiasaan laki-laki Arab yang memanjakan istri mereka dengan barang-barang mewah menjadi tambahan keuntungan bagi perempuan yang melakukan praktik tersebut.
Namun, tanpa disadari, perempuan yang terlibat dalam kawin kontrak sebenarnya terjebak dalam praktik perdagangan perempuan ( women trafficking ) dengan risiko besar, termasuk penyakit tertular menular seksual atau HIV/AIDS.
Dengan mengetahui motif-motif tersebut, perempuan diharapkan lebih waspada terhadap intrik jahat calo dan pelaku agar tidak terjebak dalam praktik serupa.
Editor: Defri Ngo