PARBOABOA, Pematangsiantar – Bakal tumpaskah media massa akibat hantaman maha keras (disrupsi) oleh media sosial? Pertanyaan ini diajukan ke diriku beberapa kali termasuk di kelas Sekolah Jurnalisme Parboaboa Pematang Siantar, Sumatra Utara. Jawabanku? Bisa ya dan bisa tidak, kataku.
Tumpas jika saja langgam lama yang masih diandalkan. Maksudnya, informasinya hanya permukaan; tak menukik ke kedalaman dan menggapai kelengkapan. Omongan orang saja yang dijaring dan itu tak diverifikasi. Datanya miskin dan aspek visualnya diabaikan. Jelas, jika modelnya seperti itu kalah sudah dari medsos. Sementara yang terakhir ini telah semakin memperhatikan apa yang disebut sebagai standar jurnalisme.
Akan selamat meniti buih kalau saja kaum jurnalis bertobat dan selanjutnya senantiasa memperbaiki diri dengan memanfaatkan betul teknologi informasi yang terus berkembang. Meninggalkan talking news dan berpaling ke laporan mendalam serta laporan investigasi, itu antara lain yang perlu dilakukan. Juga, merambah dunia perkisahan. Cerita-cerita yang sarat nilai kemanusiaan akan disukai orang di mana pun dan kapan pun.
“Suguhan berita bergaya laporan langsung atau straight news masih relevankah?” tanya seorang peserta kelas yang di Siantar.
“Masih. Soalnya, itu tetap yang paling cocok untuk berita yang mesti segera diwartakan,” jawabku. “Hanya saja ada syarat tambahannya sekarang: berdata dan sudah diverifikasi termasuk lewat mekanisme cek fakta. Sebab, kalau tidak tak akan lebih baik dari yang di medsos.”
Di Sekolah Jurnalisme Parboaboa, Siantar, syarat-syarat untuk media massa kekinian yang sudah diterapkan di belahan dunia maju tersebut diajarkan juga. Selain peluasan jagat wawasan serta penyemaian standar jurnalisme, materi dalam program tiga bulan ini mencakup Pemanfaatan Teknologi Informasi, termasuk Kecerdasan Buatan (AI), dalam jurnalisme (Johannes Heru Margyanto, Kompas), Videografi di Era Multimedia (Andi Muhyidin, Pemred Republika.com), Jurnalisme Data (Anastasya Andriarti—pendiri Redaxi), Keamanan Digital untuk Jurnalis (Adi Marsiela), dan Jurnalisme Bencana (Ahmad Arif, Kompas).
Sebagai pelengkap, sebelum berfokus mengerjakan tugas akhir para peserta mendalami juga ilmu perfilman di markas Kelompok Studi dan Pengembangan Prakarsa Masyarakat (KSPPM) Parapat. Bergabung dengan awak KSPPM dan Aman Tano Batak, tiga hari mereka nanti digembleng sutradara-penulis skenario-aktor terkenal Ismail Basbeth yang khusus datang dari Yogyakarta.
Mempraktikkan
Selasa lalu (27/5/2025) giliran Johannes Heru Margyanto yang menyampaikan materi Pemanfaatan Teknologi Informasi di kelas Parboaboa. Lulusan STF Drijarkara, Jakarta (S-1) dan Universitas Paramadina, Jakarta (S-2 Jurusan Komunikasi) ini menjelaskan bahwa teks, foto, suara (radio), audio-visual (televisi), dan ilustrasi telah meluruh menjadi unsur saling melengkapi di media konvergensi atau media multi-platform yang kita rujuk sehari-hari dewasa ini. Media kekinian sangat mengandalkan search engine optimitization (SEO) dan medsos.
Materi Heru Margyanto yang paling memikat hati para peserta kelas adalah ihwal kecerdasan buatan (AI). Aplikasinya ada beberapa termasuk ChatGPT, DeepSeek, dan Grok. Tak hanya menjelaskan, lelaki yang tuturannya lamat-lamat ini mencontohkan juga.
Ia meminta hadirin mempraktikkan aplikasi itu untuk membuat sebuah artikel—tentang bagaimana citraan Teleskop Luar Angkasa James Webb (JWST) menentang teori Big Bang—berikut ilustrasinya. Dari Jakarta, secara daring ia pun memeriksa dan mengomentari artikel dan ilustrasi yang dikirim melalui grup WA.
Satu saja yang hendak dipastikannya: apakah para peserta kelas telah berubah menjadi budak AI atau masih tetap menjadi manusia yang masih mengandalkan akal budinya sehingga menjadikan aplikasi sebagai alat bantu semata.
Esoknya, Rabu (28/5/2025), Andi Muhyidin yang mengajar. Titik tekannya lebih ke penggunaan video-video pendek untuk memikat publik. Cukup 2 atau 1 menit saja dan idenya tak perlu serba hebat. Peristiwa atau features tak masalah. Yang penting, menurut lulusan FISP UI, bangunan cerita kokoh. Ia mengenalkan struktur cerita lima penggal: Intro/hook, Problem, Solution, Call to Action, dan Outro.
Sebelum mengujungi sesi, jurnalis yang pernah 14 tahun berkarir di sejumlah stasiun TV-- RCTI, Astro TV, TVOne, BeritaSatu TV, dan CNN Indonesia—sebelum menjadi chief digital di Republika menugasi peserta membuat sebuah video terencana lima babak. Topiknya bebas. Ia meminta agar karya itu nanti dikirim agar ia komentari. Besok siangnya instruksi itu dijalankan oleh para peserta. Mereka turun ke lapangan untuk menghasilkannya.
Jurnalisme data, seperti halnya AI dan videografi merupakan materi yang dinanti para peserta kelas. Anastasya Andriarti membawakannya hampir 4 jam. Tak hanya menjelaskan konsep dan memperkenalkan aneka aplikasi yang merupakan alat bantu, jurnalis yang pernah bergabung dengan Beritasatu TV, MNC TV, StarANTV, dan SCTV juga mengajak hadirin mempraktikkan.
Bagaimana kiat memanfaatkan data yang tersedia dalam jumlah maha banyak di pelbagai situs dalam negeri (terutama milik Badan Pusat Statistik) dan global, itu dicontohkannya. Peserta lantas menjalankan langkah-langkah itu. Karena merupakan bagian dari Generasi Z, tak sulit bagi mereka mengikuti instruksi yang bagiku terasa serba cepat.
Waktu yang hampir 4 jam tak terasa lampau. Para kaum muda itu ingin belajar lebih banyak lagi. Diskusi masih terus berlanjut kendati sudah kuingatkan berkali-kali bahwa waktunya telah habis.
Belajar jurnalisme data tentu saja tak cukup 4 jam. Untuk pengenalan belaka pun perlu waktu yang lebih banyak; apalagi untuk pendalaman.
“Kalau kawan-kawan masih ingin belajar, saya bersedia memberi kelas tambahan. Tentu saja nggak berbayar. Nanti kita atur waktunya,” ucap lulusan program Nieman Foundation for Journalism, Universitas Harvard yang meraih gelar master manajemen komunikasi di Universitas Indonesia.
Hadirin bertambah girang. Mereka meminta nomor kontak dan itu diberikan.
Sekolah Jurnalisme Parboaboa Siantar Angkatan-2 berkerja sama dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Sebab itulah pemateri di bulan kedua yang segera akan berakhir merupakan orang AJI. Mereka adalah Andi Muhyidin, Johannes Heru Margyanto, Anastasia, Ikaningtyas, Adi Marsiela, Ahmad Arief, Rin Hindryati, dan P. Hasudungan Sirait. Dua yang terakhir ini merupakan kru Parboaboa.com.
Penulis: P. Hasudungan Sirait