PARBOABOA, Pematang Siantar – QRIS (Quick Response Code Indonesian Standard) merupakan salah satu solusi pembayaran digital yang sangat populer di Indonesia.
Berdasarkan data dari Asosiasi Sistem Pembayaran Indonesia (ASPI), pada Desember 2022, QRIS telah digunakan oleh lebih dari 28,76 juta pengguna.
Jumlah ini meningkat sebesar 4,6% dibandingkan dengan November 2022 (month-on-month/mom) dan pertumbuhan sebesar 92,5% jika dibandingkan dengan awal tahun sebelumnya (year-to-date/ytd).
Namun, di Kota Pematang Siantar, Sumatra Utara, kehadiran QRIS tampaknya belum mendapatkan respon yang positif. Melia Sirait (69), seorang ibu rumah tangga, mengaku kesulitan dalam menggunakan pembayaran digital tersebut.
Kendala ini disebabkan oleh kurangnya pemahaman Melia terhadap perkembangan teknologi, yang membuatnya merasa bingung saat menggunakan QRIS untuk bertransaksi.
“Kalau disuruh milih bayar pakai qris atau uang tunai, aku lebih milih bayar pakai uang tunai,” tuturnya kepada Parboaboa, Selasa (5/9/2023).
Hal senada juga disampaikan oleh seorang pedagang kaki lima bernama Riani (47). Ia mengaku belum mengadopsi sistem pembayaran digital ini lantaran nominal pembelanjaan di tempatnya cenderung masih kecil.
Selain itu, mayoritas pelanggannya adalah orang tua dan anak-anak yang notabene belum terbiasa dengan teknologi, terutama dalam sistem pembayaran digital.
Kendati demikian, peminat QRIS di Pematang Siantar juga sudah cukup banyak. Kemudahan bertransaksi dalam proses jual beli ini dirasakan oleh salah satu pedagang toko grosir bernama Delpina Situmorang (47).
Menurut Delpina, dirinya sangat terbantu selama dua tahun menggunakan QRIS. Terutama ketika ada pelanggan yang berbelanja dalam jumlah besar, proses pembayaran menjadi lebih cepat.
Selain itu, ia mengaku tidak lagi harus mencari dan menukarkan uang kecil untuk memberikan kembalian kepada pelanggan.
“Ini cukup membantu ya, jadi gak perlu lagi capek awak mencari kembalian,” ungkapnya.
Salah satu mahasiswi Universitas Simalungun (USI), Windah Lubis (22) juga mengakui bahwa kehadiran QRIS telah mempermudah dirinya dalam proses bertransaksi.
Namun, sebagai anak kos yang mendapatkan jatah bulanan berupa uang tunai dari orangtuanya, Windah harus sering ke minimarket untuk top-up QRIS. Hal ini membuat dirinya cukup kesulitan.
Di sisi lain, Pengamat Ekonomi, Darwin Damanik, mengatakan bahwa pembayaran secara digital ini sudah cukup diminati di Pematang Siantar.
Tidak hanya di dominasi oleh anak muda, tapi orang tua pun juga sudah mulai paham akan penggunaan QRIS.
Hanya saja, menurutnya, para orang tua masih memerlukan lebih banyak waktu untuk beradaptasi dengan penggunaan uang digital ini.
“Nah, inilah yang menjadi PR (tugas) bagi Bank Indonesia untuk memberkan edukasi/sosialisasi yang lebih interns atau mengertikan khusus orang tua terhadap uang digital ini,” tutupnya.