PARBOABOA, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menegaskan bahwa kesepakatan pembelian produk energi dan pertanian dari AS tidak akan memicu lonjakan impor di dalam negeri.
Pernyataan ini merespons komitmen Indonesia dalam perjanjian dagang yang mencakup pembelian energi senilai 15 miliar dolar AS, produk pertanian senilai 4,5 miliar dolar AS, serta 50 unit pesawat Boeing.
Komitmen ini merupakan bagian dari kesepakatan penurunan tarif impor barang Indonesia dari 32% menjadi 19%.
Airlangga menjelaskan bahwa tidak ada penambahan volume impor secara keseluruhan. Menurutnya, pembelian tersebut lebih merupakan pengalihan sumber impor yang selama ini tersebar di berbagai negara, kini diarahkan sebagian ke AS.
Hal ini berlaku baik untuk sektor energi maupun pertanian, dan dilakukan berdasarkan kebutuhan aktual dalam negeri.
Ia menambahkan bahwa selama ini Indonesia memang telah mengimpor berbagai produk energi dan pangan seperti gandum dan kedelai.
Dengan adanya kesepakatan ini, arah sumber impor akan difokuskan sebagian ke AS, tanpa menambah kuantitas pembelian secara keseluruhan.
Penjelasan lebih lanjut disampaikan oleh Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso pada Jumat (18/7/2025) lalu.
Ia menyebutkan bahwa komoditas pertanian yang akan dibeli dari AS meliputi kedelai, susu kedelai, gandum, dan kapas. Total nilai pembelian sektor ini diperkirakan sekitar 4,5 miliar dolar AS.
Susiwijono menekankan bahwa pembelian tersebut bukan dilakukan oleh pemerintah, melainkan oleh pelaku usaha swasta.
Pemerintah hanya berperan memfasilitasi komunikasi dengan asosiasi dan pelaku bisnis agar kebutuhan domestik terhadap produk-produk tersebut dapat dipenuhi dari sumber yang telah disepakati, yakni AS.
Menurutnya, pembelian ini bukanlah pengeluaran baru atau tambahan, melainkan sekadar pengalihan sumber pasokan.
Pemerintah telah menjalin nota kesepahaman (MoU) dengan sejumlah perusahaan dan asosiasi, seperti FKS Group untuk kedelai, Cargill Indonesia untuk susu kedelai, serta asosiasi tekstil untuk pengadaan kapas.
Susiwijono menegaskan bahwa tidak ada dana publik yang dikeluarkan dalam proses ini.
Seluruh transaksi dilakukan oleh sektor swasta berdasarkan kebutuhan pasar dalam negeri, dan pemerintah hanya bertindak sebagai fasilitator agar realokasi pasokan berjalan efektif.