PARBOABOA, Jakarta - Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam mengatakan, pemberhentian Dokter Bedah Saraf Zainal Muttaqin dari RSUP Kariadi Semarang, sebagai upaya pembungkaman yang dilakukan pemerintah.
Pemberhentian yang terjadi karena Zainal kerap mengkritik Kementerian Kesehatan itu, kata Ari mencederai proses demokrasi yang didengungkan oleh pemerintah sendiri selama ini. Karena UUD 1945 menjamin kebebasan berbicara dan berpendapat.
“Mudah-mudahan tindakan-tindakan represif seperti ini tidak berlanjut yang akan memperkeruh keadaan dan yang akan dirugikan adalah pasien-pasien dan peserta didik beliau dan masyarakat pada umumnya,” katanya.
Sementara itu, Ketua IDI Wilayah Jawa Tengah, Djoko Handojo mengatakan masalah kritik yang disampaikan oleh Zainal harusnya didiskusikan secara kekeluargaan terlebih dahulu oleh oleh semua pihak yang terlibat.
Masalah tersebut menurutnya tidak seharusnya diselesaikan dengan pemberhentian, karena Zainal mempunyai pengorbanan yang sangat besar dalam menangani pasien-pasien yang membutuhkan bantuan operasi saraf selama masa kritis pandemi COVID-19 lalu.
“Janganlah jasa-jasa beliau dan juga tenaga kesehatan lainnya juga organisasi profesi dilupakan hanya karena kritik yang bertujuan agar pemerintah kita menjadi lebih baik lagi,” ujarnya.
Djoko mengatakan, Muttaqin sendiri merupakan satu dari lima pakar bedah epilepsi di Indonesia yang berperan dalam penyembuhan pasien epilepsi di Indonesia.
Oleh karena itu, menurutnya, sepatutnya pemerintah maupun pihak RS Kariadi bisa menghargai jasa Dokter Zainal, baik sebelum dan selama Pandemi COVID, maupun masa-masa sekarang ini.
“Apalagi pemerintah Indonesia mengusung prinsip demokrasi yang berasaskan Pancasila,” pungkasnya.