PARBOABOA, Jakarta – Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker), Anwar Sanusi menyebut bahwa menjelang pengesahan RUU PPRT, pemerintah tengah menyiapkan Daftar Inventaris Masalah (DIM).
Ia mengklaim jika pihaknya mendapatkan banyak masukan terkait DIM dan akan melakukan klasterisasi atau pengelompokan terhadap hal tersebut.
Pernyataan itu Anwar sampaikan dalam acara Temu Media bertajuk ‘Bersiap Menyambut Undang-Undang Perlindungan PRT’ yang diselenggarakan Jala PRT bersama Konde dengan didukung Voice, di Jakarta, Selasa (04/04/2023).
"Ada beberapa aspek di sini, ada lima hal yang jadi concern mulai dari bias kelas, isu diskriminasi, tidak ada pengakuan sebagai pekerja. Ini yang harus kita respons," katanya di lokasi, Selasa.
Selain DIM, lanjutnya, Surat Perintah Presiden (Surpres) juga termasuk dalam list yang tengah disiapkan oleh Kemnaker.
Kendati demikian, dirinya mengakui bahwa Surpres untuk pembahasan RUU PPRT itu masih dalam proses, dan belum dapat dipastikan waktu penerbitannya.
"Pemerintah berharap pembahasan akan segera dilakukan. Segera kita selesaikan dan kita dorong ke DPR, bisa segera kita bahas," ucapnya.
Sementara itu, Koordinator Jala PRT, Lita Anggraini mengatakan jika info terakhir yang diterimanya, Surpres tersebut telah sampai di meja Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Kemudian, jika Jokowi mengirimkan Surpres kepada DPR maka pemerintah bersama DPR baru akan membahas DIM.
Lalu, pemerintah nantinya menyiapkan DIM untuk dibahas secara formal dengan Baleg DPR.
Jika Baleg menyetujui semua pembahasan DIM, maka akan diambil keputusan tingkat pertama atau pandangan mini Fraksi.
Pembahasan RUU PPRT selanjutnya berpindah ke Badan Musyawarah (Bamus) DPR untuk mengagendakan Paripurna DPR.
Dalam rapat paripurna DPR itu akan diambil keputusan tingkat kedua yaitu, pandangan akhir masing-masing Fraksi.
Pengesahan RUU PPRT kemudian dapat dilakukan setelah semua fraksi menyepakatinya.
Adapun materi dalam RUU PPRT yang substansial di antaranya terkait norma perlindungan PRT, termasuk lingkup pekerjaan dan hak pekerja.
“Sehari PRT berhak atas jam kerja 8 jam, karena banyak PRT yang bekerja lebih dari 16 jam, bahkan ada babysitter hanya tidur 3 jam,” tuturnya.
Sejumlah hak PRT lain yang diatur yaitu hak atas libur mingguan, cuti, upah, dan tunjangan hari raya (THR).
“Upah berdasarkan kesepakatan karena ada masyarakat yang upah di bawah minimum. Banyak kelas menengah ke bawah yang butuh PRT untuk mengasuh anak, tetapi kita berharap pemberi kerja melihat kebutuhan PRT untuk pengupahan,” jelasnya.
Editor: Maesa