PARBOABOA, Libreville – Dalam beberapa tahun terakhir, negara-negara di wilayah Afrika Barat dan Tengah telah merasakan guncangan akibat krisis politik dan insiden kudeta.
Baru-baru ini, negara Gabon yang terletak di wilayah Afrika Tengah menjadi sorotan akibat terjadinya kudeta militer. Insiden ini terjadi usai Ali Bongo yang telah dua periode memerintah Gabon, kembali terpilih menjadi presiden.
Pada Rabu (30/8/2023) dini hari, sejumlah perwira senior militer yang mengklaim mewakili pasukan keamanan dan pertahanan, secara tiba-tiba mengambil alih kekuasaan. Mereka mengumumkan kudeta ini melalui saluran televisi nasional, Gabon 24.
Dalam pengumumannya, militer turut mengumumkan pembatalan hasil pemilihan umum karena dianggap kurang transparan dan kredibel.
Mereka bahkan mengumumkan pembubaran lembaga-lembaga negara, termasuk pemerintahan, senat, majelis nasional, mahkamah konstitusi, dan lembaga pemilihan umum serta menutup seluruh perbatasan negara sampai ada pemberitahuan lebih lanjut.
Hingga saat ini, belum ada laporan adanya kekerasaan dalam proses pengambilalihan kekuasaan oleh militer. Namun, saat pengumuman militer berlangsung, sempat terdengar suara tembakan keras di ibu kota Gabon, Libreville.
Militer menjelaskan bahwa keluarga Bongo telah memerintah Gabon selama 56 tahun sejak ayah Ali Bongo, Omar Bongo, naik tahta pada tahun 1967. Namun, kenyataannya, sebagian besar rakyat masih hidup dalam kemiskinan.
Hal ini menjadi ironis mengingat Gabon memiliki sumber daya alam yang melimpah seperti minyak dan mangan.
Setelah pengumuman kudeta, sempat tak diketahui keberadaan Ali Bongo. Namun belakangan, militer mengumumkan jika Ali Bongo menjadi tahanan rumah.
Pemilu 2023 di Gabon
Sebelum terjadi kudeta, Gabon baru saja menggelar pemilihan umum pada Sabtu (26/8/2023). Pemilihan umum tersebut mencakup pemilihan presiden, legislatif, dan lokal secara bersamaan untuk pertama kalinya.
Namun, saat pemilihan berlangsung, pemerintah Gabon malah memutus akses internet dan memberlakukan jam malam mulai Minggu (27/8/2023) karena alasan keamanan.
Observatorium internet Netblocks mengonfirmasi bahwa penutupan internet berskala nasional diberlakukan di seluruh Gabon.
Tindakan ini kemudian memunculkan dugaan bahwa pemerintah sangat membatasi masyarakat untuk berkomunikasi selama masa pemilu.
Hingga akhirnya, pada Rabu dini hari, pemerintah Gabon mengumumkan bahwa Ali Bongo telah memenangkan pemilihan.
Ali Bongo berhasil meraih 64,27 persen suara, sementara penantang utama, Albert Ondo Ossa, menduduki posisi kedua dengan 30,77 persen suara.
Profil Ali Bongo
Ali Bongo lahir pada 9 Februari 1959 dan beragama Islam Sunni. Dia merupakan putra dari Omar Bongo, presiden sebelumnya yang memerintah Gabon sejak 1967 hingga meninggal pada 2009.
Masa muda dia habiskan dengan menempuh pendidikan di Prancis dengan mengambil kuliah hukum tepatnya di Sorbonne University. Dia juga memperoleh gelar doktor kehormatan hukum tahun 2018 dari Universitas Wuhan, China.
Dia mulai karier politiknya dengan bergabung dengan Partai Demokrat Gabon pada 1981.
Pada 1983, dia terpilih menjadi anggota Komite Sentral PDG pada Kongres Luar Biasa Ketiga partai tersebut.
Setahun kemudaian, dia masuk Biro Politik PDG. Tepat pada September 1986, dia terpilih menjadi anggota Biro Politik pada kongres partai.
Dalam dunia pemerintahan, Bongo pernah menjabat sebagai Menteri Luar Negeri dari 1989-1991 dan Menteri Pertahanan periode 1999–2009.
Bongo berhasil meneruskan tampuk pimpinan ayahnya menjadi presiden dalam pemilu 2009.