PARBOABOA, Jakarta - Anggapan umum bahwa pendidikan tinggi selalu diikuti dengan angka kelahiran rendah, ternyata tidak selalu benar.
Sebuah studi terbaru dari International Institute for Applied Systems Analysis (IIASA) membuka wawasan baru tentang dinamika antara pendidikan dan fertilitas.
Penelitian ini menyelidiki anggapan yang sering dikaitkan dengan penurunan tingkat kelahiran di kalangan perempuan berpendidikan tinggi. Namun, hasil studi IIASA menunjukkan bahwa realitasnya lebih kompleks.
IIASA memperkenalkan metodologi baru untuk merekonstruksi data kesuburan dan pendidikan, khususnya di negara-negara berkembang yang kerap kekurangan data yang akurat.
Metodologi ini bertujuan untuk menghasilkan analisis yang lebih tepat tentang pengaruh pendidikan terhadap fertilitas.
Dipimpin oleh Afua Durowaa dari Institut Demografi Wina, tim peneliti IIASA menemukan bahwa walaupun ada korelasi antara pendidikan tinggi dan penurunan kelahiran, hal ini tidak selalu berlaku di semua masyarakat.
Mereka menemukan bahwa di beberapa tempat, seperti di Sub-Sahara Afrika pada awal tahun 1980-an, perempuan berpendidikan tinggi justru memiliki tingkat fertilitas yang lebih tinggi dibandingkan mereka dengan pendidikan lebih rendah.
Selain itu, perempuan dengan pendidikan rendah dalam masyarakat sering mengikuti tren yang sama seperti perempuan berpendidikan tinggi dalam hal tingkat kelahiran.
Temuan ini menggugat anggapan lama dan menunjukkan bahwa faktor-faktor seperti latar belakang sosial juga berperan dalam menentukan tingkat kelahiran.
Pendidikan Lebih Tinggi Justru Tingkatkan Kelahiran di Tiongkok
Peneliti asal China, Dr. Shuang Chen, mengungkap bahwa di Tiongkok, pendidikan yang lebih tinggi bagi perempuan tidak selalu berarti mereka memiliki lebih sedikit anak.
Ada beragam faktor lain seperti latar belakang keluarga, sosial, yang memengaruhi rendahnya tingkat kelahiran.
Sebaliknya, pendidikan lebih tinggi bisa justru meningkatkan angka kelahiran.
Pasalnya, pendidikan tidak selalu meningkatkan usia pernikahan pertama perempuan.
Pendidikan tinggi bisa justru membantu perempuan menggabungkan karier dan pengasuhan anak dengan lebih mudah.
Tak hanya itu, pendidikan tinggi dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk membiayai pengasuhan anak.
Dr. Chen menyebut, perlu peran keluarga dan kebijakan yang memudahkan perempuan menggabungkan pekerjaan dengan kehidupan keluarga yang bisa meningkatkan tingkat kelahiran.
Meskipun studinya berfokus pada Tiongkok, ia mengklaim temuanya relevan untuk negara-negara berkembang lainnya dengan tingkat kelahiran rendah.
Ia menegaskan perlunya lebih banyak penelitian untuk memahami dampak pendidikan perempuan pada tingkat kelahiran.
Peneliti dari Negeri Tirai Bambu itu berharap, temuannya dapat mengoreksi kesalahpahaman bahwa pendidikan yang lebih tinggi selalu mengakibatkan kelahiran lebih rendah.