PARBOABOA, Siantar – Pada Minggu (10/10), seluruh dunia baru saja merayakan Hari Kesehatan Mental Sedunia. Mirip dengan tahun 2020, perayaan Hari Kesehatan Mental Sedunia diperingati dengan suasana Covid-19.
World Mental Health Day (WMHD) atau Hari Kesehatan Mental Sedunia ini diperingati setiap tanggal 10 Oktober. WMHD pertama kali di inisiasi pada tahun 1992 oleh World Federation For Mental Health (WFMH) dengan membawa misi meningkatkan pengetahuan dan kesadaran mengenai kesehatan mental dunia.
Di Indonesia sendiri, WMHD mulai di tetapkan pada tahun 1993 dengan misi untuk menghormati hak ODMK (Orang dengan Masalah Kejiwaan) dan memperluas program pencegahan masalah kesehatan jiwa. Hingga kini, WMHD dijadikan ajang berbagai kalangan dan lembaga untuk melakukan gerakan atau champaign yang menagngkat isu kesehatan mental dan membangun awareness masyarakat luas mengenai kesehatan mental.
Jadi, mental yang sehat itu gimana sih?
Kesehatan mental adalah kondisi dimana batin kita berada dalam keadaan tentram dan tenang, sehingga memungkinkan kita dapat menikmati kehidupan sehari-hari dan menghargai orang lain di sekitar.
Seseorang yang bermental sehat dapat menggunakan kemampuan atau potensi dirinya secara maksimal dalam menghadapi tantangan hidup, serta menjalin hubungan positif dengan orang lain.
Sebaliknya, orang yang kesehatan mentalnya terganggu akan mengalami gangguan suasana hati, kemampuan berpikir, serta kendali emosi yang pada akhirnya bisa mengarah pada perilaku buruk.
Kesehatan mental dipengaruhi oleh peristiwa dalam kehidupan yang meninggalkan dampak yang besar pada kepribadian dan perilaku seseorang. Peristiwa-peristiwa tersebut dapat berupa kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan anak, atau stres berat jangka panjang.
Jika kesehatan mental terganggu, maka timbul gangguan mental atau penyakit mental. Gangguan mental dapat mengubah cara seseorang dalam menangani stres, berhubungan dengan orang lain, membuat pilihan, dan memicu hasrat untuk menyakiti diri sendiri.
Nah, gangguan mental atau penyakit mental dapat diawali dengan beberapa gejala berikut:
- Berteriak atau berkelahi dengan keluarga dan teman-teman.
- Delusi, paranoia, atau halusinasi.
- Kehilangan kemampuan untuk berkonsentrasi.
- Ketakutan, kekhawatiran, atau perasaan bersalah yang selalu menghantui.
- Ketidakmampuan untuk mengatasi stres atau masalah sehari-hari.
- Marah berlebihan dan rentan melakukan kekerasan.
- Memiliki pengalaman dan kenangan buruk yang tidak dapat dilupakan.
- Memiliki pikiran untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain.
- Menarik diri dari orang-orang dan kegiatan sehari-hari.
- Mendengar suara atau mempercayai sesuatu yang tidak benar.
- Mengalami nyeri yang tidak dapat dijelaskan.
- Mengalami perubahan suasana hati drastis yang menyebabkan masalah dalam hubungan dengan orang lain.
- Merasa bingung, pelupa, marah, tersinggung, cemas, kesal, khawatir, dan takut yang tidak biasa.
- Merasa sedih, tidak berarti, tidak berdaya, putus asa, atau tanpa harapan.
- Merokok, minum alkohol lebih dari biasanya, atau bahkan menggunakan narkoba.
- Perubahan drastis dalam kebiasaan makan, seperti makan terlalu banyak atau terlalu sedikit.
- Perubahan gairah seks.
- Rasa lelah yang signifikan, energi menurun, atau mengalami masalah tidur.
- Tidak dapat melakukan aktivitas sehari-hari seperti merawat anak atau pergi ke sekolah atau tempat kerja.
- Tidak mampu memahami situasi dan orang-orang.
Gangguan kesehatan mental tak selalu menuju arti “gila”. Oleh karena itu, jika kamu atau kerabat menunjukkan gejala-gejala yang telah disebutkan di atas secara terus-menerus dan tidak membaik, sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter spesialis jiwa atau psikiater untuk mendapatkan pemeriksaan dan penanganan lebih lanjut.
Beberapa pilihan pengobatan yang akan dilakukan dokter dalam menangani gangguan mental, antara lain:
1. Psikoterapi. Psikoterapi merupakan terapi bicara yang memberikan media yang aman untuk pengidap dalam mengungkapkan perasaan dan meminta saran. Psikiater akan memberikan bantuan dengan membimbing pengidap dalam mengontrol perasaan. Psikoterapi beserta perawatan dengan menggunakan obat-obatan merupakan cara yang paling efektif untuk mengobati penyakit mental. Beberapa contoh psikoterapi, antara lain cognitive behavioral therapy, exposure therapy, dialectical behavior therapy, dan sebagainya.
2. Obat-obatan. Pemberian obat-obatan untuk mengobati penyakit mental umumnya bertujuan untuk mengubah senyawa kimia otak di otak. Obat-obatan tersebut berupa golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin-norepinephrine reuptake inhibitor (SNRIs), dan antidepresan trisiklik. Obat-obatan ini umumnya dikombinasikan dengan psikoterapi untuk hasil pengobatan yang lebih efektif.
3. Rawat inap. Rawat inap diperlukan jika pengidap membutuhkan pemantauan ketat terhadap gejala-gejala penyakit yang dialaminya atau terdapat kegawatdaruratan di bidang psikiatri, misalnya percobaan bunuh diri.
4. Support group. Support group umumnya beranggotakan pengidap penyakit mental yang sejenis atau yang sudah dapat mengendalikan emosinya dengan baik. Mereka berkumpul untuk berbagi pengalaman dan membimbing satu sama lain menuju pemulihan.
5. Stimulasi otak. Stimulasi otak berupa terapi elektrokonvulsif, stimulasi magnetik transkranial, pengobatan eksperimental yang disebut stimulasi otak dalam, dan stimulasi saraf vagus.
6. Pengobatan terhadap penyalahgunaan zat. Pengobatan ini dilakukan pada pengidap penyakit mental yang disebabkan oleh ketergantungan akibat penyalahgunaan zat terlarang.
7. Membuat rencana bagi diri sendiri, misalnya mengatur gaya hidup dan kebiasaan sehari-hari, untuk melawan penyakit mental. Rencana ini bertujuan untuk memantau kesehatan, membantu proses pemulihan, dan mengenali pemicu atau tanda-tanda peringatan penyakit.