PARBOABOA, Jakarta – Kementerian Kesehatan melaporkan bahwa Indonesia menempati peringkat kedua di dunia dalam jumlah kasus penyakit tuberkulosis (TBC) terbanyak.
Berdasarkan data Global TB Report (GTR) tahun 2022, diperkirakan terdapat sekitar 969 ribu kasus TBC di Indonesia, dengan incidence rate atau temuan kasus sebanyak 354 per 100.000 penduduk.
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan, Imran Pambudi, mengatakan bahwa kelompok usia produktif, terutama pada usia 45-54 tahun, menjadi penyumbang kasus TBC terbanyak.
Lebih lanjut, Imran mengakui bahwa Kasus TBC di Indonesia telah mengalami peningkatan yang signifikan, dari 443.235 kasus pada tahun 2021 menjadi 717.941 kasus pada tahun 2022. Sedangkan data sementara untuk 2023 mencatat adanya 118.438 kasus.
Pada tahun 2022, jumlah kasus TBC sensitif obat paling banyak dialami oleh buruh sebanyak 54.800 orang, petani 51.900 orang, dan wiraswasta 44.200 orang.
Sedangkan untuk jumlah kasus TBC resisten obat, paling banyak ada di wiraswasta dengan 751 orang, buruh 635 orang, dan pegawai swasta badan usaha milik negara/daerah (BUMN/BUMD) 564 orang.
"Dilihat dari data kami maka kasus TB berdasarkan kasus paling banyak ada dari buruh, kemudian petani nelayan dan wiraswasta baru yang lain. Sepertinya sektor informal perlu kita sasar lebih bagus," ucap Imran.
TBC anak juga mengalami peningkatan signifikan, yakni dari 42.187 kasus pada tahun 2021 meningkat menjadi 100.726 kasus pada tahun 2022 dan 18.144 kasus pada tahun 2023.
Menurut Imran, peningkatan ini kemungkinan disebabkan oleh kurangnya diagnosis dan pengobatan pada orang dewasa, sehingga mereka dapat menularkan penyakit ini kepada keluarga terutama anak-anak yang lebih rentan.
“Jadi ini naik lebih dari 200 persen, saya kira ini cukup dampak dari PSBB (pembatasan sosial berskala besar), orang-orang yang belum terdiagnosis dan belum terobati maka menyebarkan kepada keluarga paling rentan anak-anak,” ucapnya.