PARBOABOA, Jakarta – Setiap kali Hari Sumpah Pemuda diperingati, semangat persatuan bangsa Indonesia kembali menggema.
Namun, lebih dari sekadar mempersatukan, peran pemuda kini semakin penting dalam merawat dan melestarikan budaya lokal sebagai bagian dari identitas bangsa.
Di era globalisasi dan modernisasi, kebudayaan menghadapi ancaman serius. Bagaimana pemuda dapat menjadi garda terdepan dalam menjaga kekayaan ini?
Menteri Kebudayaan, Fadli Zon, menekankan bahwa budaya bukan sekadar peninggalan masa lalu, melainkan cermin identitas hidup yang harus terus dirawat.
"Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menghargai budayanya dan menjadikannya identitas kolektif," ujarnya dalam peringatan Sumpah Pemuda, Senin (28/10/2024).
Menurutnya, budaya tidak hanya memperkaya jati diri, tetapi juga menjadi aset nasional yang bernilai tinggi.
Indonesia memiliki kekayaan budaya yang luar biasa. Dari batik hingga wayang, dan dari keris hingga tari-tarian tradisional, semua ini menjadi bagian dari ekspresi budaya lokal.
Berdasarkan data Kemendikbudristek hingga 2022, terdapat 1.728 warisan budaya takbenda yang telah diakui secara resmi. Namun, kekayaan ini tidak sepenuhnya aman dari ancaman.
Salah satu tantangan utama adalah kepunahan bahasa daerah. Saat ini, 25 bahasa daerah dinyatakan terancam punah, dan 11 di antaranya sudah hilang tanpa penerus.
Penyebab utama meliputi globalisasi, migrasi, dan kurangnya pendidikan serta regenerasi budaya.
Generasi muda semakin tergerus oleh bahasa nasional dan internasional, meninggalkan bahasa ibu mereka.
Kehilangan bahasa bukan hanya soal kata, tetapi juga tentang hilangnya tradisi, nilai, dan filosofi lokal.
Beberapa seni tradisional pun menghadapi nasib serupa. Banyak pertunjukan tradisional kehilangan aktor dan penutur aslinya karena minimnya regenerasi.
Upaya Pelestarian dan Peran Pemuda
Revitalisasi budaya dan pendidikan berbasis tradisi menjadi langkah penting untuk melindungi kekayaan ini.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan memberikan dasar hukum untuk memastikan budaya lokal dan bahasa daerah tidak hilang.
Regulasi ini mengamanatkan keterlibatan pemerintah pusat dan daerah serta mendorong partisipasi pemuda sebagai aktor utama dalam pelestarian budaya.
Menurut Fadli Zon, jika kita tidak mengklaim dan melestarikan budaya kita sendiri, budaya tersebut bisa diakui oleh negara lain.
Pernyataan ini memperkuat pentingnya rasa kepemilikan budaya sebagai identitas nasional.
Festival budaya, kampanye pelestarian bahasa daerah, dan program seperti Pameran Bulan Bahasa adalah contoh bagaimana budaya dapat tetap hidup di tengah masyarakat.
Selain budaya fisik, pelestarian bahasa daerah juga menjadi fokus penting.
Bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa harus tetap dipertahankan, namun bahasa daerah juga perlu dilindungi agar keanekaragaman ekspresi budaya tidak hilang.
Banyak bahasa daerah punah, “karena tidak ada lagi penuturnya," ujar Fadli.
Kemendikbud mencatat, tanpa regenerasi dan dukungan, bahasa daerah hanya akan menjadi kenangan masa lalu.
Karena itu, pemuda diharapkan menjadi motor penggerak dalam menghidupkan kembali tradisi dan bahasa yang mulai pudar.
Tidak hanya sebagai penonton, mereka harus aktif berpartisipasi dalam kegiatan budaya.
Melalui festival dan kampanye, pemuda dapat memastikan bahwa kekayaan tradisi tidak hanya bertahan, tetapi juga berkembang.
Momentum Sumpah Pemuda bukan sekadar peringatan sejarah, tetapi pengingat bahwa peran pemuda terus berkembang seiring waktu.
Menjaga identitas bangsa di era modern membutuhkan komitmen besar dari semua pihak.
Program-program yang sudah dirancang pemerintah hanya bisa berhasil jika generasi muda ikut terlibat aktif.
Fadli Zon menegaskan pentingnya rasa memiliki terhadap budaya lokal.
"Bangsa yang beradab adalah bangsa yang menganggap budaya sebagai miliknya sendiri," katanya.
Dengan sikap demikian, pemuda Indonesia dapat menjaga tradisi dan identitas nasional di tengah arus perubahan zaman.
Ia berharap, ke depan, pelestarian budaya membutuhkan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan terutama pemuda.
Regulasi sudah tersedia, tetapi implementasinya memerlukan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat.
Dari kampanye hingga festival budaya, semua elemen harus bekerja sama agar tradisi dan bahasa daerah tidak hilang ditelan modernisasi.
Pelestarian budaya bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap warga negara.
Dengan memperkuat identitas budaya lokal, pemuda Indonesia dapat mewujudkan semangat Sumpah Pemuda dalam bentuk baru, yang relevan dengan tantangan dan peluang masa kini.